Showing posts with label Observation. Show all posts
Showing posts with label Observation. Show all posts

Monday, December 18, 2023

Trust Issue

Trust Issues are formed from small things to big one.
When you meet someone of the opposite sex who is just playing you, making fun with your pure attention and real affection, say what they don't mean it, making promise that never be kept, tell you sweet things just for having fun, never value you, make you feel special when you just an option from a lot of option. 

You never know, how far and how deep you destroy other people (trust to others, trust to themself; self-worth; self-esteem; sense of self; their life physically, psychologically, mentally, financially). If you knew that, maybe you wouldn't even care except for your own pleasure and benefits. 

May what you plant and give to others will come back to you without the slightest loss.

Maybe people unaware what goodness their given to others, because they never have bad intentions to others and never calculative what they're doing detrimental to themself. Maybe, its same as when people do harm, they unaware because they used to always priority them self, take everything that benefit them without considering other people's side and their effects as long as they get the benefit. 

We met many people in life, knew their energy. 
So, we can use it as information when we decide something.

Thursday, October 19, 2023

Fantasi

Dunia Dalam Imajinasi, Menjual Mimpi, Meraup Untung.

Buku, film, serial, sinetron, cerita, sebuah komoditas bisnis dalam ranah menjual mimpi, mengisi kekosangan, kabur dari ketakutan, menutup mata dari realita diri. Dari kisah yang dibagikan, dikonsumsi, para penikmat (pembaca, penonton, pendengar) bebas mengembangkan imajinasinya masing-masing berdasarkan ekspetasi, proyeksi, hasrat, kebutuhan, fantasi, ilusi, delusi, dan kecanduannya. Sinetron orang susah mendadak kaya raya, menjual mimpi hasrat orang-orang yang ingin hidupnya berubah drastis. Adengan film yang memperlihatkan keluarga ideal, paras indah, harta berlimpah, mobil bagus, pasangan sempuran, menjual utopian ideal akan kehidupan yang bisa jadi tidak ada di dunia nyata ini. Cerita buku yang mengambarkan persahabatan abadi yang penuh kasih dan kesetiaan, memberika pandangan akan sebuah persahabatan seperti itu. Sekelipun di dunia nyata, banyak kemungkinan yang bisa terjadi atau bahkan terjadi, seperti pengkhianatan, manipulasi, dibohongi, dimanfaatkan, bahkan hanya digunakan sebagai kebutuhan untuk menaikan status sosial, pendukung karir dan bisnis. Tak sedikit yang berinvestasi pertemanan untuk kemudahan bisnis yang orientasinya keuntungan secara finansial. Kisah audio tentang kesedihan, tanpa sadar bisa membangkitkan imajinasi, adanya orang senasib, yang memahami, mengerti, atau malah mendramatisir keadaan nyata yang terjadi. Jika tidak berada dalam kondisi hadir utuh saat ini, menyadari mana dunia nyata dan bukan, hal tersebut bisa menyeret seseorang masuk ke dalam fantasi, ilusi, delusi, hingga obsesi. 

Selain komoditas diatas, perkembangn teknologi memberikan ruang kreasi yang lebih luas dalam ranah penjualan imajinasi. Dari mulai jasa VCS (video call sex), phonesex, teman curhat, teman ngobrol, teman bincang sebelum tidur, hingga jasa menemani sebagai pacar virtual dalam bentuk chat maupun telepon hanya dengan beberapa sentuhaan klik. Untuk jasa yang produknya berbentuk suara dan wajah, para pekerja tetap merasa aman akan indentitasnya sehingga tidak mempengaruhi kehidupan sehari-harinya dan orang-orang terdekatnya. 

Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan interaksi dengan manusia lain, rasa keterhubungan, dan intimasi. Tak lain salah satu antisipasi dari kesepian dan depresi, atau justru cara untuk keluar dari itu semua. Manusia memiliki kebutuhan untuk di dengar, berbicara, mendengar, bercerita, hubungan berkelanjutan, ditemani, menemani, dipahami, diterima, dan ruang berekspresi. Termasuk kebutuhan akan keterhubungan satu sama lain secara emosi, pikiran, fisik, spiritual. 

Untuk phonesex dan VCS (Video Call Sex), selain untuk membantu dalam penyaluran birahi lewat mastrubasi ditemani orang secara nyata lewat suara nyata maupun visual untuk membangkitkan imajinasi kesenangan. Jika dipikir, untuk apa VCS? bisa saja ditemani video porno atau film semi, namun jasa ini masih sangat marak. Bisa jadi orang ingin adanya hal nyata di waktu yang sama dengan orang yang memang benaran melakukan itu di tempat lain yang terhubung lewat video call, dengan kata lain orangnya benar ada. Selain itu mungkin bisa dipilih sesuai selera, sesuai permintaan, preferensi, dan hal lainnya yang lebih memuaskan. Tarifnya pun ternyata sangat terjangkau dibanding menggunakan jasa nyata secara fisik yang saling bertemu. Dari 2 jenis layanan yang menjajakan pemenuhan kebutuhan biologis sebagai pelepas birahi, stress, ataupun sebuah kecanduan, yang sebenarnya bisa dilakukan sendiri hanay dengan menggunakan imajinasi tanpa perlu stimuli dari orang lain dan membayar. Hal ini memperlihatkan adanya bergama faktor, entah kemampuan imajinasi orang yang berbeda-beda atau hal lainnya: ada yang kuat dan mampu sendiri; ada yang butuh di stimuli langsung secara visual, suara, ataupun keduanya; ada yang butuh ditemani secara nyata selama prosesnya, ketakutan zina jika dilakukan langsung, masalah biaya, rasa kesepian yang begitu pekat, dan perhitungan lainnya. Itu semua yang dijual adalah imajinasi, fantasi, ilusi, delusi. Karena pembeli jasa tak kenal apapun secara nyata dengan memberikan jasa. Mereka bebas membangun kisah, imajinasi, cerita yang saling dikembangkan untuk tujuan kepuasan diri. Dari mata dan telingga, di proses di kepala, terealisasikan lewat tubuh dan genital. 

Untuk teman ngobrol, teman bicara, teman curhat. Sekilas terkesan miris, masa iya ada orang yang sesedih itu, se kesepian itu, sesendirian itu. Realitanya ada, dan banyak. Jikapun ada yang memiliki teman, belum tentu temannya bisa diajak ngobrol, curhat, bicara di momen yang sangat dibutuhkan. Jikapun ada, belum tentu bisa menemani sesuai kebutuhan, karena teman memiliki prioritas dan urusan lainnya. Apalagi saat usia sudah 20 tahun ke atas, dimana secara psikososial dalam tahap membangun intimasi, merantau sendirian ke tempat asing, teman-temas sudah berpasangan, waktu dan biaya bersosialisasi kurang, tahapan psikososial tersebut menjadi sangat berat. Sehingga kebutuhan akan layanan ini pun semakin meningkat, apalagi bayar, setidaknya orang yang dibayar punya tujuan memuaskan dan menyenangkan pembeli. Kalau ngobrol dengan orang lain secara nyata, mereka tidak ada tanggung jawab itu, mereka bisa respon susak hatinya, dan belum tentu responnya baik, bisa jadi malah jadi debat, konflik, atau pengalaman tak menyenangkan hati. Ya teman ngobrol ini sebenarnya sudah ada dari lama. Di tahun 90an ada sahabat pena, lewat internert ada MIRC, kemudian 2000an ada yahoo messanger yang populer. Orang bisa terhubung dengan siapa aja, mengobrol, bercerita, curhat, dan dua arah. Bedanya kita terhubung secara alami karena tidak ada yang dibayar dan membayar. 

Jasa-jasa tersebut dianggap aman, jika dibandingkan dengan aplikasi kencan. 

Monday, November 23, 2020

Giver or Taker?

Menolong orang adalah hal yang bisa dilakukan semua orang yang memiliki kemampuan untuk menolongnya dan setiap orang punya hal yang bisa ia lakukan untuk menolong orang. Menolong rasanya membahagiakan, bahagia saat melihat orang lain bisa keluar dari masalahnya, bis ajuga bahagia karena self esteem naik dan feeling good about self. 

Aktivitasnya sama (menolong), jenis manusia yang melakukannya beda.

1. Tipe altruism (giver)

2. Tipe egois (taker).

Tipe altruism. giver, dia menolong murni untuk kebaikan orang yang ditolongnya, terlepas orang yeng menolongnya tau terimakasih ataupun tidak. Fokusnya untuk kebaikan orang lain, bukan untuk dirinya. Lain halnya dengan tipe egois/taker, ia menolong orang untuk kepentingan dirinya bahkan mengambil manfaat dari orang lain. Misal, ada seorang nolong orang yang kesulitan agar dirinya merasa hebat, superior, self esteem nya naik, dan ngambil manfaat dari keadaan orang yg sulit dengan bikin orang tersebut berterimakasih, memuja muji dirinya, bahkan jadi "dependable" dmn akhirnya ia merasa punya kontrol terhadap orang yang ditolongnya. Kalau yang altruism, dia nolong ya nolong aja bahkan bikin orang yang ditolongnya independent bisa menolong dirinya sendiri, krn motivasinya adalah untuk kebaikan orang yang ditolongnya bukan untuk kepuasan dirinya semata.

Aktivitasnya sama, motivasinya beda.

Yang bahaya itu kalau ketemu orang narsistic personality disorder, psikopat, sosiopath, yang kadang mencari mangsa orang2 yg lagi susah, fragile, dan sejenisnya. Datang sebagai orang yang bisa menolong dan baik, kenyataannya hanya eksploitasi orang, hanya jadiin orang objek agar dirinya dapat puja puji, jahat2nya bikin orangjd tergantung sama dirinya dan akhirnya dia bs seenak udel mainin orang kaya boneka. Krn tujuan nolongnya adalah untuk mendapati pujian dan kontrol. Dia gak peduli sama keadaan orang yang ditolongnya. Lalu saat ia tidak mendapati apa yang diinginkan dari "korbannya", orang itu dibuang gitu aja tanpa closure, dignity, dan fair. Lain halnya kalau orang nolong dengan motivasi altruism, ia akan tulus. Kalaupun ada orang yg ditolongnya menyalahpahami dirinya dengan nuduh ini itu, orang ini gak akan bereaksi, karena tujuan dia menolong orang murni bukan untuk pride dan keegoisan pribadi lainnya. Jika ketrlaluan, orang ini akan menyampaikan boundariesnya dengan fair dan ada closure. 

Taker and Giver.

Karena tidak semua orang berlaku baik aslinya baik. 


Sunday, September 13, 2020

Struggle

Terimakasih untuk para ayah yang struggle bekerja keras demi keluarga.

Terimakasih untuk para ibu yang struggle maninggalkan anak demi memenuhi kebutuhan hidip.

Terimakasih untuk para bayi dan anak yang struggle kesepian bersama pembantu.

Terimakasih untuk para pembantu yang struggle meninggalkan keluarga demi untuk bertahan hidup.

Terimakasih. Semoga Tuhan selalu melimpahkan kasih sayang-Nya.


Jika bisa memilih, para ayah tak akan rela istrinya ikut bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Jika bisa memilih, para ibu diam di rumah menemani anaknya dengan cinta yang hadir utuh bersama fisik.

Jika bisa memilih, para anak ingin bersama ayah ibunya, ibu hadir dlm kesehariannya dan ayah yang hadir sebelum dirinya terlelap tidur malam.

Jika bisa memilih, para pembantu tak akan merantau jauh meninggalkan keluarga demi bertahan hidup.


Kadang ada hal-hal yang tak bisa dipilih, diri hanya menjalani sebaik mungkin keputusan terbaik dari keadaan saat itu.

Dan dari setiap keputusan selalu ada yang dikorbankan sekalipun pengorbanan yang dilakukan untuk tujuan yang baik. Semua pihak struggle dalam setiap perannya.


Terimakasih untuk yang terus bertahan dalam setiap kesulitan hidup.

Terimakasih untuk yang terus bertahan dalam setiap kesedihan mendalam.

Terimakasih untuk yang terus bertahan dalam kesepian jiwa.

Terimakasih untuk yang terus bertahan dalam setiap perjuangan.

Monday, August 24, 2020

Perpanjangan

*ini cerita kisah, bukan ngomongin orang. Focus on value, moral, and insight ya.

Beberapa tahun lalu, di perjalanan pulang dari tempat kerja, ada berita uwa meninggal. Sontak rasa sedh melanda dan langsung menayakan alamat lengkap untuk langsung pergi ke rumahnya naik gocar. Setelah dipikir, lebih baik pulang ke rumah nenek dulu dan berangkat bareng dengan orang rumah. Nenek sudah berangkat duluan, dan di rumah masih banyak orang yang pergi masing-masing. 

Singkat cerita sampai lah di rumah uwa. Sanak saudara menanyakan kemana ibu, saya bilang sedang di Thailand dari kantornya. Lalu beberapa om dan uwa berkomentar "teteh disuruh ibu ya kesini", "teteh ngewakilin ibu ya", dan kalimat-kalimat sejenis. Sampai di titik, kenapa saya dilihat sebagai perpanjangan dan wakil orang tua? Kenapa mereka gak melihat saya sebagai keponakan yang memang datang atas keinginan sendiri karena kepedulian dan rasa kasih terhadap uwa? Kenapa saya dikait-kaitan dengan orang tua? Apa pentingnya jg ibu menyuruh saya mewakili dirinya, memang menghadiri kematian sanak saudara itu diabsen layaknya meeting kantor yang butuh perwakilan saat yang bertugas tak dapat hadir?

Selama di rumah tersebut, saya memperhatikan, setiap orang sibuk dengan orang-orang yang dianggap "penting", seperti para orang tua, saudara berumur, tetangga, rekan kerja. dan para sepupuh pun bareng sama keluarga intinya masing-masing. Disitu saya merasa sendirian banget, bener-bener sendirian. Kemudian, saat shalat jenazah, cuma satu saudara yang gak memetingkan keluarga intinya aja, dia menyapa "sini, disini aja shalatnya" sebelahnya, dikala saya tersisih hingga barisan terbelakang sesendirian. 

Hari semakin malam, bingung mau pulangnya gimana. Akhirnya saya pulang bersama istri om, nebeng gocar sepupuh. Itu pun turunnya di pinggir jalan terus lanjut nyebrang dan jalan kaki sampai rumah. Sampai rumah, saya merenung "gini ya saat datang ke acara keluarga tanpa orang tua alias sendirian, ya hasilnya sesendirian meski dikelilingin orang-orang satu darah. Mereka melihat saya sebagai anak ibu, bukan sebagai keponakan layak anaknya sendiri, bukan sebagai sepupuh yang dianggap kakak/adiknya sendiri". Dan realita kenyataan tersebut saya terima. 

Sebelumnya, ada beberapa kejadian sejenis. Kalau diperhatiin, kadang ada orang2 menolong/ nganterin/ nengok karena takut dianggap ini itu, dengan kata lain motivasi bukan dari gerak hati spontannya. Hal kedua yang diamati yang sering terjadi adalah kalau ada yang bermasalah pasti sekeluarga ikut-ikutan/ kebawa-bawa. Misal ortu bermasalah, anaknya ikut2an musuhin orang yang dianggap musuh ibunya. Anak bermasalah, ortunya belain dengan ikut2an musuhin orang yang dianggap menganggu wellbeing anaknya. 


Thursday, July 11, 2019

Manusia #1

Sudah 6 bulan bolak balik di rumah sakit hampir setiap hari, merhatiin banyak hal.
sampe di momen,


Dokter pergi ke rumah sakit untuk kerja,
kerja untuk mendapati uang untuk nafkah keluarganya
kerja untuk memenuhi kebutuhan dirinya secara pikiran, sosialisasi, aktualisasi
kerja untuk menolong orang demi memenuhi kebutuhan batinnya


Perawat pergi ke rumah sakit untuk kerja,
kerja sebagai rutinitas dalam kehidupan
kerja untuk mendapati uang untuk survive di dunia
kerja untuk menjalani tugasnya.


Resepsionis, satpam, farmasi, petugas bpjs, petugas kantin, penjaga parkir,
cleaning service, office girl/boy, semua datang untuk kerja.
kerja untuk memenuhi kebutuhan duniawi
tuntutan kebutuhan diri, keluarga, sosial
menjalani tugasnya tak lebih dari itu.


Pasien datang untuk berobat
berobat demin sembuh
berobat untuk bertahan hidup
berobat untuk memenuhi kebutuhan dirinya yang kesepian.

Setiap orang datang punya tujuannya masing-masing
dan ironisnya, tak lebih dari memenuhi kebutuhan dirinya, keluarganya.

Fokus menjalani hidup untuk bertahan hidup.

Apa mereka peduli dengan orang lain?
Saat menolong memberikan kebahagian untuk dirinya, 
Saat merawat memberikan rasa manfaat untuk dirinya merasa berharga,

Saat menyelesaikan tugas memberikan kelegaan bagi dirinya untuk merasa aman, aman dari penilaian negatif, aman dari tugas terbengkalan, aman dari peneguran, aman untuk dapat lanjut bekerja, aman untuk finansialnya, aman untuk dirinya.

lagi-lagi, semua dilakukan untuk dirinya.
bukan murni untuk pasien, bukan untuk perusahaan, bukan untuk kemanusian, bukan untuk cinta universal. Dilakukan secara transaksional, untung rugi, dan demi dirinya sendiri.
ini baru potrait di rumah sakit, memang tidak 100%nya seperti ini.


Lalu kuperhatikan, adakah yang benar-benar tulus? yang benar sayang terhadap sesama atas dasar cinta bukan kasihan? yang benar-benar merawat menolong atas dasar panggilan jiwanya demi orang lain yang tak dikenalnya? yang benar-benar mau hingga mengorbankan diri demi keselamatan orang lain?

Semua dilakukan atas dasar sistem, aturan main, yang dibungkus dalam kata hak dan kewajiban, untuk mejaga keseimbangan , hingga semua pihak MERASA tidak dirugikan. karena kebanyakan manusia ingin untung, ingin aman, ingin nyaman. Semua cari aman.

Kadang ku bertanya,
adakah dokter dan suster yang merawat pasiennya penuh kasih seperti ia menolong dan merawat dirinya sendiri?

Adakah petugas dan karyawan yang bekerja murni atas dedikasi dan loyalitas pada perusahannya?
atau banyak manusia pada umumnya memang berharap timbal balik dan menghitung-hitung untung rugi untuk dirinya?


Rumah sakit tak lebih dari sebuah bisnis dan semua yang ada di dalamnya tunduk pada sistem.
Kadang kalau merhatiin lebih dalam, suka sedih.  Sebenarnya, orang aware sama apa yang dilakukannya kah? sadar bahwa dirinya berada dalam sebuah sistem kah? sadar bahwa realita hidup membuat manusia hidup dalam comfort zone nya kah?


Kalau dalam sebuah jalanan, orang sibuk mengendarai kendaraan masing-masing, sibuk menyebrang, sibuk jalan, marah saat macet-macetan, semua hiruk pikuk dibawah sana. Tapi adakah orang yang mau keluar dari situ dan naik ke atas gedung tinggi untuk melihat apa yang sedang terjadi di bawah sana? Dan saat bisa melihat dari sudut pandang lebih jauh, sudut pandang burung, ada pemahaman yang di dapat yang tidak akan pernah disadari jika terus-terusan berada di jalanan dan sibuk dengan tujuan dan kendaraan masing-masing, if you know what i mean.

Realitanya, banyak orang yang lebih senang tenggelam alam rutinitas dan zona nyamannya.
Sejauh ini, ketemu banyak orang, sedikit yang berani keluar dari rutinitas dan zona nyamannya untuk melihat lebih tinggi dan mendapati pemahaman yang lebih luas. Manusia terlalu takut untuk merasa tak nyaman, terlalu takut untuk keluar dari keteraturan, terlalu takut untuk berbeda, terlalu taku untuk mengambil resiko, terlalu takut untuk melihat kenyataan.

Wednesday, June 5, 2019

Attachment

Keterikatan.

Pernah gak punya suatu barang, pas ilang ngerasa kehilangan dan kesel banget?
Pernah gak saat ada saudara/ orang tua meninggal, ngerasa kehilangan dan sedih?
Pernah gak sedih saat gak bisa mudik dan ketemu keluarga?
Pernah gak sedih saat kehilangan uang banyak?
Pernah gak merasa keluarga harus baik dan nolong?
Pernah gak merasa pacar/ pasangan harus bisa menyenangkan diri?
Pernah gak dateng ke suatu tempat mendadak syahdu?
Pernah gak merasa cemburu?

Kalau pernah atau sering, berarti diri punya attachment sama hal-hal tersebut (harta, orang, tempat, kejadian, barang). Ada keterikatan atau punya ego kepemilikan terhadap hal-hal tersebut. Jadi saat kehilangan, ada perasaan sedih, marah, kesal.

Kalau dipikir-pikir, manusia punya apa sih?
Harta dan barang hanya titipan, orang tua/anak pun bukan milik pribadi, tempat hanya tempat, kejadian hanya kejadian. 

Kadang manusia merepotkan dirinya sendiri oleh attachment yang dibuatnya sendiri. 
Misal, baru bisa ketem keluarga di hari kedua lebaran, terus sepanjang perjalanan macet 10 jam nangis karena merasa jauh dari keluarga dan gak bisa dateng di hari pertama. Padahal hari kedua pun bisa ketemu, bahkan kalau niat silahturahmi, bisa dilakukan kapan saja saat luang tidak harus saat lebaran. Dan apa gunanya juga nangis meratapi dikala tidak merubah keadaan apapun, malah bikin makin ribet.

Contoh lainnya, saat ada kerabat/ keluarga/ anak/ oarng tua meninggal, kenapa perlu nangis? kenapa perlu merasa kehilangan? mereka hanya manusia yag Tuhan ciptakan dan takdirkan bertemu yang pasti akan ada batas waktunya berpisah. Mereka bukan milik diri, hanya titipan, hanya takdir. Lalu kenapa perlu menangis? karena ada bonding? karena telah banyak kenangan yang dijalani bersama? atau hanya karena ada attachment yang kuat?

Attachment bisa menguntungkan, membuat manusia merasa bertanggung jawab, ada sense of belonging, mengembangkan hasrat me-nurtuner sesuatu/ orang/ momen. Disisi lain, banyak merepotkan dan menyusahkan diri sendiri dengan segala pemikiran-pemikiran yang berkembang dari akar attachment. Seperti lebaran harus mudik, kalau gak mudik jadi sedih. Semacam orang tua/anak harus menolong, kalau gak ditolong langsung merasa gak berharga. Semacam harta adalah miliknya yang membuat diri secure, saat mendadak ilang banyak, langsung merasa miskin. Lupa kalau semua hal hanyalah titipan dan sesuatu yang tak kekal.

Semakin tinggi attachment diri terhadap orang/harta/mmen/tempat, semakin berkembang juga belief dan dogma, semakin tinggi juga keribetan dibuat diri sendiri, semakin tinggi tingkat stress dan kekecewaan yang dihasilkan saat seseorang/sesuatu itu hilang.

Shalat atau meditasi, (menurut analisa gw) membantu manusia melepas attachment-attachment itu, sehingga diri lebih bisa menerima, belajar ikhlas, legowo, dan hidup dengan perasaan ringan nan jiwa bebas. 

Berapa banyak attachment yang kamu tanamkan?

Berapa banyak attachment yang telah kamu lepas?


Tuesday, October 23, 2018

Sosialis dan Individuality.

"sama siapa?"
"jangan sendirian"
"gak boleh gitu, nanti orang gak suka"
"harus ini itu biar banyak temennya"
"harus baik biar orang baik"
"nanti apa kata orang??"
"jangan sendirian nanti kenapa-napa"
"ajak temennya"
"jangan main sama si itu, si itu blabla"
"besok bareng ya"
"beraninya lo ganggu dia! lo musuhan sama dia, berarti lo musuh kita juga"
"siapa yang berani ganggu salah satu dari kita, bakal kita hajar"
"satu sakit, sakit semua. satu susah, susah semua. satu senang, senang semua"/

Seberapa sering kalian mendengar kalimat yang "mengharuskan" kalian pergi / beraktivitas/ melakukan sesuatu secara bersamaan?
Seberapa sering kalian mendengar kalimat yang "mengharuskan" kalian mengatur sikap agar dapat diterima oleh orang lain?
Seberapa sering kalian memikirikan pandangan orang lain/ mengantungkan hidup terhadap orang lain?
Seberapa sering di alam bawah sadar kalian untuk berani mengemukakan pendapat dan keinginan tanpa takut dibenci/ tidak disukai oleh orang lain?
Seberapa sering kalian berani untuk berbeda menjadi diri sendiri hingga akhirnya dibenci dan diasingkan kelompok?
Seberapa sering kalian berjalan sendiri sendirian dalam "perjalanan" hidup?
Seberapa sering kalian mengenal, menerima, dan nyaman dengan diri sendiri?

Tanpa sadar, secara turun temurun di ajarkan untuk hidup berkelompok, bersikap agar dapat diterima kelompok, berperilaku agar menyenangkan orang lain agar tidak dibenci, bahkan diajarkan memiliki dan menggunakan topeng sesuai kebutuhan sedang berada di  kelompok mana. 

Tanpa sadar, menjadi terlalu asyik menyelami kehidupan berkelompok hingga lupa warna asli diri, hingga lupa "siapa saya", bahkan lupa untuk mengenal dan menerima diri seutuhnya.

Tanpa sadar, mengantungkan keberhargaan diri terhadap seberapa banyak yang menyukai diri, seberapa banyak yang benci, bagaimana pandangan orang (manusia lain), dan bagaimana orang memperlakukan dan mengakui diri ini.

Tanpa sadar, mengantungkan harapan pada manusia lain dalam kelompok, mengantungkan harapan untuk di dukung, dibantu, di bela. Kebersamaan yang pada akhirnya menghasilkan ketidakmandirian dan jiwa-jiwa yang rapuh.

Tanpa sadar, punya kecenderungan cari teman. Baru berani komentar, jika ada orang yang punya komentar yang sama. Baru berani ngomong kalau ada orang yang senasib. Baru berani bergerak saat sudah dapat teman seperjuangan. Semua hal dipendam dalam ketakutan dan baru berani jika ada temannya bahkan mencari teman senasib demi membuat diri kuat.

Tanpa sadar, menjadikan itu semua sebagai strategi untuk survive dalam kehidupan. Baik agar orang baik, menolong agar ditolong, mensuport agar disuport, berteman agar urusan kedepannya mudah. Investasi waktu, tenagam attitude dalam pertemanan, hubungan baik keluarga dan kolega, semata-mata agar dirinya mendapat kemudahan kedepannya (ada yang bantu, ada yang menolong, ada yang bisa diutangin, ada yang backup, dan ini itu lainnya).
--------------------

Karena pola society banyak yang menerapkan konsep hidup seperti itu, maka orang-orang yang tingkat individualitynya tinggi dan menjadi seorang loner, akan dipandang aneh, bahkan menjadi public enemy. Karena yang dianggap tidak sama dan mengacaukan pola yang sudah ada.

Misal, 
Orang pada umumnya makan di luar cari/bareng temen. Saat ada orang makan di restaurat mewah sendirian, pasti dianggap aneh, kasian, gak ada temen, lagi galau, dan segala stigma lainnya. Padahal reality nya, ya dia lagi pengen makan disitu saat itu. kalau ajak orang lain bakal lama lagi. Termasuk saat aktivitas olahraga, kerja, kegiatan sosial, kongkow, dll.

Orang pada umumnya kalau gak suka sama orang lain, diem. Kalaupun berbicara, ya dibelakangnya. gosip sana gosip sini, membangun perspektif orang sesuai keinginannya, menghasut. Saat ada orang yang blak-blak an to the point mengutarakan pendapat dan ketidaksukaannya, maka dianggap nyeleneh, nyebelin, dan berujung dijauhi tidak disukai. 

Orang pada umumnya, menjalin hubungan untuk mempermudah hidupnya, ada tujuan. Saat ada orang asing datang tukus, akan dipertanyakan "maksudnya apa ya? tujuannya apa?" padahal orang dateng ya baik karena baik tulus, gak ada maksud apapun. Jadi terlalu caution (hati-hati) sama orang di luar kelompoknya. Ya bisa bagus bisa buruk sih tergantung sikon.

Seseorang dengan individuality yang tinggi, nyaman menjadi dirinya sendiri dan kadang terkesan egois karena terlalu asertif dan mendahulukan dirinya. Yang justru jadi masalah adalah ketika seseorang memilih menjadi loner, karena banyak orang yang tidak memahami jalan hidup seorang loner, sehingga sering "berbeturan" atau bahkan loner nya yang akhirnya menarik diri.

Tidak ada salah benar, setiap orang memiliki pilihannya masing-masing dengan segala konsekuensinya. Tulisan ini hanya berbagi perspektif dalam observasi.


Thursday, April 12, 2018

Sosial Media

Sosial media.
Orang sibuk menampilkan segala hal-hal baik dalam hidupnya. Yang entah benaran sebahagia itu atau memang ikut2an share hal2 yang dianggap positif. Semua tampak serupa, sejenis, dan membosankan (dan tulisan2 ini, mungkin untuk sebagian orang pun membosankan).

Di FB,
Yang jualan sibuk jualan, yang pamer kehidupan sehari2 layaknya artis pun sibuk sendiri, yang ceramah sibuk ceramah meski yang paham akan biasa aja dan yang sudah nyinyir duluan tetap akan nyinyir. yang monolog macem gw pun monolog aja tanpa peduli ada yg baca/tidak. Juat share dan gak peduli respon orang banyak yg suka/tidak. Meski pada dunia nyatanya, banyak orang yang akhirnya mempersepsi secara parsial hanya dari postingan dan menutup hati dan pikirannya untuk benaran kenal, dan ini malah jadi filter tersendiri, karena kapasitas orang jadi keliatan.

Dan postingan2 orang direspon oleh orang2 yg meresponnya, jadi semacam saling merespon yang terlihat saja circle di dunia maya nya siapa saja, di dunia nyatanya belum tentu benaran berteman/ se akrab itu. Like jadi tolak ukur dirinya banyak disukai, diapresiasi, didukung. Kenyataannya, banyak alasan. Entah orang benaran suka, kasian, ada kepentingan lain, atau ikut2an karena banyak yang like. 

Di IG,
Sama aja kaya fb cuma lebih private dan yg di sharing lebih detail. Gak jauh dari daily life, reportase liburan, kesibukan kerja, dan postingan2 yang sudah sangat difilter dan disadari akan membentuk image dirinya di mata viewers seperti apa. Semua serba dikurasi, di filiter. Lagi2 lama2 sangat membosankan.

Kadang banyak pula yang norak (maaf dengan pilihan katanya). 
Saking ingin dinilai baik, keren, wah, semua dogma sosial digunakan. Semacam ada yang pergi ke luar negeri, tetangganya/ keluarganya ikutan sharing. Padahal yg pergi bukan dirinya, mungkin terlalu bangga jadi begitu. Dipikir2, apa pentingnya ya mengumumkan kenalannya lagi jalan2 ke luar negeri/ orang hebat/ sedang melakukan hal yg dianggap wah. Dogma orang sukses adalah yan ini itu, maka ini itu yang ditampilkan. Bahkan banyak pula yang insecure belum menikah dan menjadikan sosial medianya sebagai media promosi dengan menampilakn "kualitas" dirinya. Dengan tampilan mapan, cantik/ganteng, jago masak, jago merawat fisik, dll.

Sosial media, dunia maya lambat laun sangat membosankan. Semua isinya seragam, sejenis. Orang2 banyak yang sangat aware bagaimana orang akan menilai dirinya lewat sosial media, sehingga semua tampilan ditampilkan sebaik mungkin. Sayangnya, ada orang2 yg bisa melihat motivasi orang yang sebenarnya, orang2 yg extreamly observant, sensitif, dan tau aja motivasi asli orang. 

Sosial media (banyak digunakan) sebagai proyeksi sisi postif kehidupan, karena yang ditampilakan hanya yg baik2 saja. Sehingga orang hanya mengkonsumsi hal2 baik. Kebayang gak dampaknya apa? Orang jadi terbiasa melihat sesuatu/ segala hal secara parsial (dari sudut pandang positifinya saja). Dan hal itu malah berakhir kurang baik. Semacam orang nikah yg di share kemesraan menikah. Orang akan mempersepsi bahwa nikah itu bahagia. Padahal kenyataanya tidak. Saat ia mengalami sendiri, terjadi konflik, langsung stress karena tidak sesuai dengan persepsinya. Dan polanya terjadi di bidang2 lainnya. Dari segi pendidikan mislanya, orang sharing foto wisuda, yg like banyak. Pas lg misuh2 gak ada yg like krn dianggap negatif. Padahal 2 hal itu nyata, dialami semua orang dan sekolah memang tak hanya merasakan bahagia wisuda saja namun ada susah2nya juga. Namun kenyataannya, orang lebih senang dengan kabar gembira.

Yang buruk2, jelek, segala kegagalan, pengalaman pahit, trauma, semuanya di keep rapat karena dianggap aib. Padahal itu semua dengan komposisi info yg tepat, bisa di share sebagai ajang untuk saling belajar. Belajar tentang kehidupan dan belajar melihat truth bahwa hidup itu ada pahit buruknya juga. 

Giliran orang ngebuka segala truth, awareness, ditangkap sebagai hal2 yg berbau negatif alias dianggap bukan info/ kabar menyenangkan, orang sibuk tutup mata dan telingga. Gak mau menerima kalau itu hal nyata yg ada.

Lama2 gak paham, kenapa orang lebih senang hal baik, positif, berita gembira dikala mereka pun paham hidup tidak seringan itu dan hanya berisikan sisi2 terang saja. Bagaimana mungkin pohon bisa tumbuh tinggi menjulang ke langit, jika akarnya tidak terus menacap di tanah yang gelap. Sesusah itukah menerima kenyataan bahwa semua hal ada sisi terang dan gelapnya? Sesusah itu kah untuk mengedalikan hal2 terang untuk semakin silau hingga yang melihatnya malah kebakar jadi buta malah berakhir gak bisa liat gelap terang.

Tuesday, February 13, 2018

Insecurity

Insecure, perasaan tidak aman.
Semua orang pasti pernah merasakan perasaan insecure, dalam waktu yang lama maupun beberapa saat. Rasa tidak aman terhadap pekerjaan, uang, hubungan, diri sendiri, pendidikan, kehidupan, pendapatan, dan banyak hal lainnya. Hidup dalam insecurity membuat seseorang beajar untuk menaklukan insecuritynya, entah dengan meningkatkan kapasitas diri, mengejar apa yang dianggapnya gak secure, atau malah memanipulasi diri seolah-olah tidak punya rasa insecure terhadap apapun. Setiap orang punya caranya sendiri untuk menghadlle hal itu baik secara sadar maupun tidak.

Yang jadi pertanyaan, dari mana rasa insecure muncul?
kenapa orang bisa sampe ke tahap merasakan insecure terhadap sesuatu?
iman yang kurang kah? dogma sosial yang terlalu kuat kah? tingkat kepercayaan diri yang terlalu rendah? belief yang salah kah? kurang sykur kah? ke khawatiran yang terlalu tinggi? atau apa?

Sharing aja, 
sering insecure urusan pekerjaan dan pendapatan padahal punya pekerjaan dan so far kebutuhan terpenuhi-terpenuhi aja. Tapi gak pernah sekalipun insecure urusan jodoh meski gak ada yg deket dan belum ada tanda-tanda ketemu dan nikah kapan. Pas diulik-ulik kenapa bisa begitu, dari mana rasa insecure itu muncul. Ternyata dari dogma society, dogma kalo umur segini harusnya udah sampe tahapan pekerjaan seperti itu dengan penghasilan seperti itu ditambah tingkat kepercayaan diri lagi gak okey, jadilah timbul insecure dan malah bikin "berantakan", lama maju, dan ribet. Saat melepaskan dogma sosial dikit-dikit, jadi lebih bisa melihat jernih, semuanya baik-baik aja, dan keadaan itu malah nge boost energy untuk lebih nge achieve banyak hal. Kalau tentang jodoh gak pernah insecure, kalo kata temen karena kepedean. Nah ini gatau deh, karena punya keyakinan yang luar bisa tinggi kalau bakal dapet jodoh yang dimau dan pasti dapet, hahaha. iya ya kepedean berarti namanya. Pede kalo diri pantes dapet jodoh se perfect imajinasi dan keinginan. gatau deha rasa pede itu muncul dari mana, yg pasti urusan jodoh dari dulu sampe sekarang gak pernah insecure.

Suka merenung ga?
merasakan diri sendiri, merasakan emosi diri, merasakan ketakutan-ketakutan,
menerima kekurangan diri? 
Hal sepele dan penting. Semakin bisa menerima diri - tau emosi dan ketakutan diri,
semakin cepat deal sama keadaan dan insecurity. 

kalo lagi insecure, jangan lama-lama ya...
you are worth it, take it easy.

Wednesday, November 23, 2016

Orang Tua

10 tahun merhatiin ayah dan sebuah lingkungan. Ayah yang sudah ditinggal eyang menjadi yatim piatu, menjadikannya sangat hormat, sayang, dan sangat perhatian terhadap mertuanya (nenek). Sesederhana nganterin kesana sini meski super capek baru menempuh kemacetan jalan luar kota. Sesederhana ngajak ke tempat kesukaan nenek di kubang, bukan untuk kepentingannya, karena tahu bahwa nenek senang kalau disana apalagi kalau ada yang mau melestarikannya sesederhana membangun tempat tinggal dan sering berkunjung. Hari demi hari, tahun demi tahun saya memperhatikan ayah ibu memperlakukan orang tua satu-satunya. 

Sampai asisten rumah yang suka bantu-bantu ngomong "bapak sama ibu kaya yang butuh bgt ya sama orang tua. Berarti nanti teteh sama aa juga gitu. Nanti juga teteh jadi berubah sebutuh itu". Sempet heran sih, ini bu agung (yg suka bantu di rumah) ternyata diem-diem merhatiin ya.

Kadang mikir, sedih banget deh pasti kalau orang tua udah gak ada dan gak sempet berbakti bener. Gak ada orang yang bisa dimintai doa super ampuh, gak ada lagi orang yg super sayang, gak ada lagi orang yg bisa disayangi sepenuh hati, dan semua penyesalan dan kesadaran untuk berbakti menjadi sia-sia dikala sudah tak bisa lagi karena sudah tak ada.

Semakin tua, sebagai anak perempuan yang nanti setelah menikah bakti utamanya tak lagi ke orang tua, rasanya moment hingga waktu menikah menjadi sangat berarti untuk lebih banyak bersama orang tua. Meski kayaknya ayah ibu stress bgt punya anak kaya saya yang terlalu pemberontak (ga sejalan pikirannya).

Kadang merasakan, kalau uang bukan segalanya, yang penting menjadi manusia mandiri yang bisa berdiri diatas kaki sendiri, kuat secara mental, pikiran, dan fisik. Tak perlu bergelimang harta dan tahta. Melihat anaknya bahagia dan mandiri sudah cukup membuat orang tua bahagia. Buat apa kaya harta berlimpah dengan tahta diatas jika rumah tangga berantakan, orang tua pun akan sedih. Buat apa sukses dunia kalau shalat ditinggalkan, orang tua pun bakal sedih akan nasib akhirat anaknya. Buat apa semua yang kita kejar dengan kerja keras mati-matian, usaha abis-abisan, kalau tak mendekatkan kepada kebahagian diri dan keluarga? 

Ada nasib hidup orang lain dalam setiap keputusan yang kita buat. Ada hati yang akan sangat terluka dan sedih disetiap kesedihan yang kita alami. Ada hati yang selalu tulus mendoakan kebahagian kita dindunia dan akhirat. Yaitu, ibu,ibu,ibu,ayah.

Ada hal yang disadari kenapa ada hal yg gak bisa diraih, saat direnungkan ya memang apa yang terjadi adalah yang terbaik. Saya tak bisa membayangkan kalau misalnya dapat sekolah ke benua lain pakai beassiwa, tak punya tabungan sepeser pun, sedang ujian, lalu ada kabar orang tua sudah tak ada, dan baru bisa pulang sebulan kemudian dikala air kuburan pun susah kering, tahlil 40 hari tinggal 10 hari, ada kata maaf yang tak pernah bisa disampaikan, ada penyesalan luar biasa yang tak akan pernah bisa selesai sampai benar ikhlas menerima bahwa semuanya takdir. Kadang mikir, luar biasa teman-teman yang tinggal sangat jauh dengan orang tua yang jaraknya tempuhnya lebih dari 8 jam via pesawat. Bakal sedih banget kalau ada apa-apa dengan orang tua gak bisa cepat menemui, membantu, dan menemani. Beruntung yang masih bisa tinggal satu atap sama ayah ibu setiap harinya.

#secuilobservasi #randomfeeling #pikiransebelumtidur

Monday, July 4, 2016

Ramadhan #29: Society



1. kita harus berbuat baik biar orang baik juga sama kita.

2. kita harus menolong orang, biar kalau susah ada yang nolongin.
3. berbagi itu perlu biar bermanfaat dan dapat pahala.
4. kalau gak punya uang nanti sedih gak bisa bantu orang.
5. apa kata orang?
6. nanti orang mikirnya gimana?
7. sama siapa? Jangan sendirian
8. Buat apa sekolah tinggi-tinggi kalau cuma pengen ngurus anak dan rumah tangga?
9. Gak boleh nanti dosa. dst.

Pernah denger ga poin 1-9?
Kalau saya sering denger dari kecil karena berada dalam lingkungan seperti itu. Semenjak kecil pula selalu merasa ada yg aneh dan berontak tentang hal itu.

1-3. Kok kesannya pamrih. Doing good mah ya doing good aja, kok jd ngarepin balasan termasuk balasan pahala.

4. Emangnya bantu org hanya lewat materi? Kita dikasih Allah fisik, pikiran, waktu. Bisa bantu lewat pemikiran, leqat fisik misalnya ngangkut-ngangkut, bahkan senyum pun sudah sodaqoh dan bantu orang berada dalam kompas positif.

5-6. Apa urusannya pikiran pandangan dan penilaian orang terhadap kita? Mereka siapa? Tuhan? Bukan. Pandangan orang ya itu urusan mereka. Kalo selalu mikirin apa kata orang, nanti hidupnya gak bahagia, gak menjadi diri sendiri. Karena orang lain punya perspektif masing-masing dan blm tentu benar karena hanya melihat beberapa chapter diri kita dari ribuan chapter. 

7. Ini poin yang sempet nuruni self esteem pas ga ada yg bs nemenin dan bikin jadi takut ngapa2in kalo ga ada temennya. Konyol. Seiring waktu jd belajar kalau ada kalanya kita harus berdiri diatas kaki sendiri, berjalan sendiri, belajar nyaman dengan diri sendiri. Its okay to walk alone, asal jangan jadi loner aja.

8. Ini paling aneh yg pernah didengar. 
Kok kesannya pendidikan itu sebagai alat timbal balik yang harus balik modal secara materi. Kok semua dinilai dari materi? Kok mengurus anak dan rumah tangga dinilai rendah daripada menjadi "pegawai'? Agak kurang seimbang.

9. Kalau ini setuju. Meski kadang mikir, agak aneh untuk beberapa kasus. Misalnya: jangan nebang hutan nanti dosa. Bener sih. Cuma kok kok gak diajari dengan pandangan lain ya? Pandangan gak boleh karena dampaknya bisa buruk thdp lingkungan, kasian pohonnya (diajarin sayang sama tumbuhan), diberi alasan yg lebih ilmiah thdp proses, dsb.

Subjektif bgt ya ini tulisan, kalau jeli bisa dapet pemahaman lain yg InshaAllah bermanfaat, tergantung dr daya tangkap dan tingkat pemahaman pembaca :)

Intinya mau sharing: its okay to be different. its okay to think, to analyze, to ask, and to find another reason personally. Semoga apa yang kita lakukan jauh dari segala logika pamrih (baik biar dibaikin lg, baik biar dpt pahala, baik biar gak diomongin manusia, dll).

Ramadhan #29

Wednesday, June 29, 2016

Ramadhan #24: Sederhana

Sebulan ini, bertemu dengan orang-orang penuh kesederhanaan, semua dalam komposisi yang pas. Bergaul dan bertemu dengan orang-orang seperti itu memberi ketentraman tersendiri. Saya pun termasuk orang yang tak sederhana, baik dari segi konsumsi benda, makanan, berfikir, bertindak, bergerak, memutuskan. Ribet. Anehnya selalu dipertemukan dengan orang-orang sederhana yang menyadarkan dan mengingatkan. Mungkin ini yang namanya keseimbangan hidup. hahaha
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kadang berfikir, apa yang membuat sesuatu menjadi rumit? Padahal hidup sesederhana lahir - hidup - meninggal. Selesai. Lalu selama proses hidup pun tak ada yang menuntut harus kaya, harus pintar, harus keren, harus sempurna, harus bisa ini itu, harus dan harus lainnya. Kalau kembali ke dasar, selama proses hidup kita cuma disuruh buat beribadah. udah. kelar.

Kesederhanaan pun terlihat dari pemikiran dan tindakan seseorang dalam memutuskan. Sesederhana, lapar? ya makan, selesai. Batal pergi? yaudah refund tiket, kelar. 

Pernah melihat rumah gerobak? yang sekeluarga (terdiri dari bapak, ibu, dan beberapa anaknya) tinggal di gerobak? Luar biasa ya mereka bisa sangat sederhana menjalani hidup tanpa banyak tanda tanya dan kecemasan. Keren. Padahal mereka belum tahu hari ini makan apa, tidur dimana, bakal hujan apa tidak, kalau mau buang air besar di tengah jalan gimana, nanti anaknya disekolahin dimana, kalau gak sekolah nanti anaknya gimana kedepannya, bakal mandi dimana, hari ini ke jalan mana. Yang lebih hebatnya adalah, mereka sebuah keluarga, berarti ada seprang perempuan dan laki-laki yang menikah lalu memiliki anak yang dikandung dan dilahirkan. Gimana ya moment dimana saat orangtuanya bisa mengijinkan anak perempuannya menikah dengan laki-laki yang tak menetap (tempat tinggal maupun pkerjaan). bagaimana mereka bisa setuju dan melepaskan tanpa tahu anak perempuannya dikasih makan apa, bakal tinggal dimana.  Lalu saat hamil, dikala pada umumnya orang hamil kontrol ke dokter, mereka santai saja. dikala orang hamil ribet ngatur makan dan olahraga serta perawatan ini itu, mereka bisa santai dan semua baik-baik saja. Kadang penasaran, saat melahirkan bagaimana ya? melahirkan sendiri? dibantu oleh siapa? atau bagaimana?

Dan... mereka menjalani hidup dengan sederhana, termasuk berfikir sederhana, menjalani hari ini sebagai hari ini, hari esok ya urusan esok. Ada kekuatan besar yang tumbuh dibalik kederhanaan. kekuatan keyakinan, kekuatan menghemat energi, kekuatan fokus, kekuatan menjaga diri dari stress, kekuatan menyelesaikan sesuatu lebih cepat, dll.

Ramadhan #24

Sunday, June 19, 2016

Ramadhan #14: Laki-Laki Baik

Banyak yang bilang, sulit mencari laki-laki baik jaman sekarang. Entah memang benar kenyataannya seperti itu atau karena pengaruh tontonan di televisi yang menambah perubahan persepsi, perilaku, dan ekspetasi.

Saat seorang laki-laki berbuat baik, maka ia sedang menjaga kehormatan dirinya sendiri. Saat seorang laki-laki menjaga dirinya dan diri perempuan, maka sebenarnya ia sedang menjaga dirinya dari kehinaan. (In my opinion sih ini hehe)

Laki-laki baik,
Laki-laki yang pintar menjaga dirinya dari dosa.
Laki-laki yang pintar mengemban tanggung jawab dalam kerja keras tanpa keluhan sedikit pun.
Laki-laki yang pintar menghormati dan melindungi perempuan.
Laki-laki yang pintar mencari nafkah halal.
Laki-laki yang pintar menjaga pandangan dan hatinya.
Laki-laki yang pintar menjadi pemimpin dan bijak memutuskan sesuatu.
Laki-laki yang menyayangi manusia lain dan bermanfaat bagi banyak orang.

Ya laki-laki baik itu ada. Banyak bahkan. Laki-laki pintar (dalam arti yang holistik) pun ada. Banyak bahkan. Jika kamu melihat banyak laki-laki brengsek, mungkin ada yang salah dengan tempat kamu berdiri (lingkungan/ pergaulan/ sudut pandang). Karena pada akhirnya, kita akan dipertemukan dengan orang-orang dalam level kebaikan yang sama. Cukup jaga diri, maka Allah akan mempertemukan kita dengan orang-orang yang menjaga diri juga.

*sepengal pengalaman, observasi, dan perenungan. Wuallahualam bishawab

Ramadhan #14

Tuesday, June 14, 2016

Ramadhan #9: Menyesuaikan

Layaknya air yang menyesuaikan dengan tempat ia berada, namun tak merubah zatnya.
Dalam hidup, selain beradaptasi, perlu juga menyesuaikan baik dalam segala hal.

Dalam banyaknya Ramadhan yang telah dilalui, mengikuti tarawih di beberapa daerah. mulai dari masjid kampus, masjid perumahan, masjid kampung, masjid perkotaan, masjid pemerintah, dan masjid lainnya. Kalau diperhatikan secara detail, ada sebuah pola. yaitu tentang menyesuaikan. Bagaimana para pemberi ceramah menyesuaikan topiknya dengan para audience.

Isi cermah di mesjid kampus akan berbeda dengan isi ceramah di masjid perumahan, perkantoran, perkampungan, dan perkotaan besar. mengapa? karena salah satu tujuan ceramah selain membagi ilmu, juga sebagai media dakwah, yang artinya harus dapat di tangkap dengan pendengarnya yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Misal, kalau di masjid perumahan yang kebanyakan audience nya adalah keluarga dengan beragam usia, maka bahasannya tentang keluarga. bagaimana cara menjaga keharmonisan keluarga, bagaimana mendidik anak, bagaimana sikap anak terhadap orang tua, bagaimana menghadapi hutang dan perselingkuhan, dsb. Lain halnya jika mengisi materi ceramah di kampus dimana isinya di dominasi oleh para civitas akademik dengan intelektual yang berbeda dengan misi yang jauh kedepan dalam sekala global, membangun bangsa angaplah. Isinya pun ilmu agama yang dikaitkan dengan keadaan sosial ekonomi dan teknologi,  materi yang ledih dalam dan holistik. tentang Islam Nusantara (its so last year ya haha) bagaimana itu membangun sebuah ideologi baru yang dapat blablabla. Materi pun akan berbeda jika diterapkan dalam lingkungan perdesaan dan perkotaan. Cara penyampaian dan penjabaran dikaitkan dengan keadaan masyarakat yang menjadi pendengar dan lingkungannya.

Saat masjid kampus yang didominasi oleh para mahasiswa atau orang-orang yang haus akan suatu hal baru dan butuh stimuli secara intektual, tiba-tiba membahas hal yang sangat biasa (maksudnya hal yang semua orang paham lah, seperti kenapa babi haram) seperti orang datang ke nikahan pakai piyama alias saltum. Kecuali materi itu dapat disampaikan secara holistik, dengan dikaitkan dengan science, komoditi, sistem ekonomi, persepsi yang dianalisa secara tajam. Kalau hanya menyampaikan babi haram terus muter-muter belibet menjelaskannya padahal intinya cuma itu, jadi dipertanyakan kembali tentang kapabilitas penceramah dan panitia masjid bersangkutan. Sebenarnya sah-sah saja, cuma kurang tepat sasaran saja, sayang waktu jadinya. ya anggaplah latihan sabar, dengerin sampai selesai. Contoh lainnya, saat masjid di desa terpencil yang didominasi suami istri dengan pekerjaan sebagai petani, tiba-tiba membahas tentang pentingnya iptek dalam pembangunan bangsa dan agama sebagai landasannya. ya gak nyambung. yang ceramahnya kasian, yang dengernya juga bingung karena gak familiar dengan kehidupan sehari-hari mereka.

Ceramah, isi, dan tempat. Menjadi salah satu contoh kecil tentang menyesuaikan diri. 

Kalau pakaian saja perlu disesuaikan dengan acara dan tempat, begitupun dengan pemikiran, sikap, penyampaian, dan pembawaan. perlu disesuaikan dengan orang yang akan ditemui, tempat, acara, waktu, dan moment nya. Menyesuaikan ini penting, agar maksud dapat ditangkap sesuai, penting untuk membangun sebuah hubungan dengan lawan interaksi agar lebih seimbang dan orang lain merasa dihargai dan dimengerti, dsb.

*wualahualambishawab.
Ramadhan #9

Friday, June 10, 2016

Ramadhan #8: Banyak

Banyak orang yang hatinya hancur berkali-kali. membuat dirinya menjadi jauh lebih sensitif dan sering dibilang lebay. mereka tumbuh menjadi orang-orang yang selalu menjaga orang lain untuk tetap bahagia. karena mereka tak ingin orang lain merasakan sakit yang sama.

Banyak orang yang menutupi kesedihan, insecurity, dan masalah hidupnya dengan menengelamkan diri dalam kesibukan, pekerjaan, achievement. Namun hatinya tetap hampa.

Banyak orang yang penuh semangat menggebu-gebu mengikuti hatinya. tampak tak jelas arah, namun ia tau kemana harus melangkah, apa goal hidupnya, dan berjuang demi kebahagian tanpa kepalsuan.

Banyak orang yang sibuk membuktikan diri, pembuktian dalam balas dendam. balas dendam karena dulu dihina, karena dulu miskin, karena dulu susah. kesuksesan untuk menunjukan kalau dirinya tak seperti dulu. memuaskan ego.

Banyak orang dalam diam diam-diam memperhatikan, bahkan menjaga dari kejauhan, dan mendoakan diam-diam.

Terlau banyak yang tak menjadi dirinya sendiri. perlombaan dunia dalam topeng. menjalin dalam aturan main yang diterima tanpa pernah dipertanyakan kebenarannya.

Ramadhan #8

Tuesday, May 24, 2016

Melihat Potensi

Paling seneng deh merhatiin orang lain, apalagi ngeliat perkembangannya. Saat dapat kesempatan jadi asisten dosen semasa kuliah, saya seneng banget liat ratusan mahasiswa dengan beragam karakter, kepribadian, dan potensinya. Diam-diam saya selalu memperhatikan secara detail dan mendalam, lalu mengklasifikasikan mereka dalam beberapa kelompok sesuai kerpibadian dan potensinya. Adapun beberapa orang yang saya "ramalkan" masa depannya. "si ini bagus nih orang, bakal sukses banget 5 tahun mendatang. si ini jg bagus cara pikirnya, bakal keren 7 tahun mendatang. si itu meski agak sembrono kuliahnya tp pny power luar biasa, bakal jadi org hebat 8 tahun lagi". Diam-diam pula saya terus memperhatikan perkembangannya dan semua hipotesa saat itu mulai memberikan hasilnya alias jadi kenyataan semua. si A yg sukses, si B yg hebat, si C yg keren. Rasanya seneng aja, bukan karena memenuhi ego krn suka merhatiin dan membuktikan "ramalan" bener. cuma gatau kenapa ssneng aja ngeliat perkembangan orang. ikut bahagia. Waktu jadi dosen di salah satu universitas swasta pun, kebiasaan itu tetap dilakukan, sayangnya gak pny kesempatan untuk taking care dan keep contact dengan mereka lbh lama lg.

Jadi inget waktu ikut tallents mapping, keliatan kemampuan diri. no 1-5 adalah potensi terbesar.
1. Ideation
2. Futuristic
3. Input (cari informasi krn rasa penasaran tinggi)
4. individualisation (berbeda)
5. intelection (perenungan).
Ya gak heran sih hasilnya gitu, udah sadar dari dulu. yang amaze adalah dari kemampuan dan potensi itu ada saran bidang pekerjaan, selain di dunia kreatif inovasi (gak salah jurusan ya berarti feeling wkt umur 9 tahun bener), salah satunya dibidang server (melayani), baru ngeh deh, pantesan seneng banget kalo jadi pengajar, jadi relawan, ngedengerin orang curhat lalu kasih dukungan mental beserta solusi, rasanya bahagia.

Sekarang alasan tetep pengen jadi dosen (satu-satunya rutinitas/ kantoran yang masih mau dilakukan) adalah karena sesuai value hidup. Itupun tak menjadikan dosen sebagai mata pencaharian, tp krn emang seneng aja. syukur-syukur bisa memenuhi kebutuhan yang glamour (baca:boros), kalo ngga bs pun, gpp, masih pny semangat dan tenaga besar untuk tetap menjadi desainer interior dan socialpreneurs (goal hidup).

Ada beberapa teman-teman yang umurnya dibawah saya, karena dulu sekampus, kenal pas acara relawan, kenal karena satu organisasi, kenal pas ikutan suatu training, kenal pas traveling. beberapa dari mereka tetap keep contact dan suka ngabari perkembangannya "kak aku ini, kak aku itu, kak aku blabla". huhuhu terharu deh, denger mereka yang dulu masih piyik berjuang kuliah, skrg udah mapan kerja, udh sukses, udh mandiri, udh berdampak bagi masyarakat luas, lanjut s2 ke luar negeri, menikah dengan pasangan luar biasa. Meski saya extrovert (cerewet, banyak ngomong), lbh milih jd pendengar kalau ketemu mereka. Ya, saya bukan siapa-siapa sih, cuma orang kepo yang seneng merhatiin dan taking care orang lain aja. Kalo mau konsultasi/ diskusi/ curhat sekalipun, sangat terbuka lebar loh... tp khusus orang-orang yg jiwanya baik dan arah tujuannya jelas (milih2 ya ini hahaha), ngga deng, siapa aja selama masih pny ambisi mengejar masa depan dan peduli sesama, saya selalu siap mendukung, mendengarkan, dan membantu.

Cheers!

Monday, May 23, 2016

Berlebihan

Ada yang cuek berlebih
Ada yang perhatian berlebih

pada akhirnya, menarik diri dalam sebuah jarak membantu untuk melihat lebih jelas, berharmoni dan memposisikan semua hal dalam takaran yg pas. tak lebih, tak kurang. seimbang.
-------

Berlebihan, sebuah istilah yang dapat diukur oleh satuan ukur yang telah disepakati secara universal. Namun, ada hal-hal yang ukurannya dirasakan oleh hati. abstrak, tak ada tolak ukur, dan anehnya dipahami secara universal.
-------

Alam semesta mengajarkan dunia pararel. sesuatu yang tak dapat diraba pancaindra namun dapat dirasakan dan dipahami dalam waktu bersamaan dengan sistem society yang bertolak ukur dalam takarannya. Semua bergerak overlap secara waktu namun dalam jalurnya masing-masing. Jalur analogi suatu linear, waktu analogi suatu pararel.
Mau nulis paragraf pertama, jadi keingetan hal lain, trs keiingetan hal lain lg. tiba2 jadi gak nyambung sama judul. hahaha. ya gitu lah :p
#kebiasan mikir ngerenung sebelum tidur

*wuallahualam bishawab

Bandung, 01:14, 23 Mei 2016

Monday, March 28, 2016

Teman

Tiba-tiba teringat sesuatu, jd pengen nulis. hahaha
kata temen, seseorang dianggap temen, kalau udah melewati 4 hal ini dan rasanya tetep sama.
1. pernah pergi jauh bareng
2. pernah tidur bareng (mksdnya dr pagi ketemu pagi)
3. pernah marah besar trs jd baik lg
4. pernah terlibat hutang piutang

pas dipikir-pikir, diinget2 pengalaman ma org2, 4 point itu bener juga. kenapa? saya bakal bahas perpoint ya
1. saat pergi jauh, banyak sikon tak terduga yg bisa terjadi, disitu karakter orang bisa keliatan, bagaimana manajemen emosinya, manajemen keuangannya, egoismenya, care sama org nya, bagaimana pola pikirnya, dll. nah ada kalanya disuatu sikon sulit, keluarlah sifat asli buruknya dlm waktu bersamaan, dalam moment ini bakal ada sikap alami/perkataan spontan yg mungkin saling menyakiti baik fisik/psikis/mental. disini, berada dalam sebuah konflik, baik konflik personal maupun konflik dgn lingkungan suasana saat itu. kalau bs saling menerima, saling mereduksi ego, saling memaafkan, yaudah berarti org itu udh lolos sbg temen dlm tahap 1. Krn ga byk yg bs stay untuk netral dan kembali baik atau sayang setelah melewati fase ini. ujung2nya bs hanya sebatas kenal/ ya cukup tau aja, bahkan ada yg bs ampe berantem dan "selesai" hubungan.

2. pernah tidur bareng. hampir sama sama point 1, bedanya durasinya lebih lama alias melewati minimal satu malam bareng. ya bisa tidur bareng di bus/ kereta/ sekamar. dalam tahap ini kelakuan2 minus dan sifat orang lebih keliatan lg secara detail, karena bareng dr bangun tidur ampe bangun tidur hari esoknya. kalau brg yg sejenis kelamin, kalo bs melewati masalah alat mandi, pakaian, pretelah dgn baik, yaudah lewat deh fase ini. kalo bareng jenis kelamin yg berbeda dan pas sekasur (misalnya) biasa aja, sopan, ga awkward, dan konflik masalah baju berantakan, barang dipake seenaknya, dll udh terlewati dan rasanya biasa aja, yaudah lewat deh kriteria tmn tahap 2. soalnya byk loh org yg jd berantem untuk hal2 sepele pas sifat aslinya keluar smua. misal: si A ocd, si B jorok. yaudah kelar antara memendam kesal atau drama jd ribut.

3. hidup tidak seideal games the sims. meski di the sims pun suka ada konflik yg ujug2nya "lha kok jd berantem??". ya sama aja kaya kehidupan nyata yg kenyataannya jauh dr kata "seharusnya kan...." ya masalahnya apa dan marahnya sebesar apa, pasti byk contohnya dan beda2. dari sini keliatan deh kedewasaan seseorang, bukan hanya dr perilaku tp cara memperlakukan org yg mengugah emosinya. misal si A sensitif, si B tipe yg keras kepala, tiba2 ada konflik. si A sakit hati ma si B, si B ttp pd pola pikir dan pendiriannya yg jd menekan batin si B lg, si B pun jd berubah sarkas ma si A. lama2 jd saling menyakiti. kecuali ada salah satu pihak yg mulai membuka pikiran dan hatinya, setidaknya ia udh mendamaikan dirinya sendiri. Bagusnya sih 22nya yg saling buka hati dan pikiran.

4. Pernah terlibat hutang piutang. hal ini memang menjadi paling sensitif apalagi kalau berhubungan dengan uang. hutang bisa berupa uang maupun pekerjaan. saat dua pihak terlibat hutang piutang, yg minjemin uang merasa boleh mendesak yg berakhir jd seenaknya, atau justru malah gak enak nagih pdhl ia sendiri lg butuh tp yg diutangin gak sadar2. yg ngutang pun attitude nya macem2, mulai dari baik2 nyicil bayar, kabur, atau malah defensif yg jd ngerusak silahturahmi. ya point ke-4 cukup dipahami semua orang lah ya. kalau bs melewati ini dgn attitude yg baik, gak kabur/ ga marah2/ ttp baik, sopan, berusaha bayar saat ditagih, dan yg nagih ttp sopan, baik, gak semena2, mejaga aib orang, dsb. maka lengkaplah seseorang itu bisa dikatakan sebagai seorang teman. hehehe

Jadi kalo ga melewati 4 point itu bukan tmn dong? ya ngga jg. 4 point itu cm sebagian tahapan aja. 4 hal itu yg sangat sensitif menghasilkan konflik dan rentan untuk kembali baik lg dgn perasaan yg sama seperti semua, hehehe. its just my opinion through observation, empathy, experience, many perspective, dan analisa. cheers!

kalo ditanya, lo pernah ga tie ktemu org yg udh ngelewati 4 poin itu dan beneran baik lagi jd tmn?
Dari banyaknya orang yg pernah melewati 4 hal itu, berujung sakit hati/ dimusuhin/ saling menjauh/turun level hubungan (yg awalnya tmn, turun jd kolega bahkan cukup tau nama aja). alhamdulillahnya, ada 1 orang yg bener2 berkonflik abis2an, tp kita bs saling buka hati dan pikiran, jd biasa aja deh sampe skrg rasanya ttp sama, tetap sayang, no hurt feeling, ga ada yg kependem.

Friday, March 18, 2016

Mata

ada yang bilang, mata adalah jendela hati. semua terpancar dari mata. 

berkomunikasi dua arah dengan eye contact sangat menyenangkan, mereduksi kesalahan tujuan/maksud informasi yg disampaikan dalam komunikasi; merasakan koneksi komunikasi yang sama-sama berada dalam level pemahaman yang sama; membangun trusting.

Hanya saja, melihat mata orang kadang menyakitkan. dikala saat melihat mata, langsung kerasa semua yang dirasakan pemilik mata itu. kesedihannya, kesakitannya, keterpurukannya, masalahnya, hingga aib nya pun terbaca. "enak dong bs baca org dr sekali liat mata?", enaknya ga gampang ditipu (meski tau ditipu, tp ada lah toleransi sejauh apa mau ditipunya), bs liat potensi orang tp honestly, jawabannya adalah "nggak". being hyper sensitive and too deep empathy bikin nyiksa diri sendiri sebenernya. karena sakitnya org, kerasa bgt dan bisa bikin sakit diri se diri jg cm dr liat mata. strangers sekalipun.

Dalam urusan kerjaan dengan orang-orang baru, selain bahas proyek, secara spontan otomatis dialam bawah sadar menganalisa semua hal yg ada dlm diri lawan bicara (maafkan aku gak maksud menelanjangi/ ikut mencampuri orang lain. tp biasanya sih diem aja dan diem2 mendata yg bs dikeluarin tiba2 kalo udh meledak). ada yg emang fokus sebatas kerjaan (ga jahat, ga baik), ada yg org nya sangat positif, ada yg meremehkan, ada yg menyepelekan, ada yg berniat licik, ada yg ga enakan, dll semuanya kerasa bgt. dan gak enak. kadang, jd susah untuk memutuskan sesuatu jadinya. disisi lain kadang ga dpt untung tp kasian ma org; ada partner molor, trs kasian krn dia lg ada sesuatu, alhasil smua kerjaannya jd ditanggung diri sendiri semua krn ttp hrs sesuai jadwal. sampe ada tmn bilang "semua orang juga kasian tie, tp gak perlu semua lo kasihani, yg ada malah diri lo sendiri yg abis. krn ga semua org jg mengasihani". - Bi

Mata gak pernah bohong ataupun membohongi. sifat, karakter, masa lalu, potensi, maksud tujuan, perasaan, keadaan saat ini, harapan, ketakutan, masalah seseorang sangat bisa terlihat dari mata. Pernah nangis sejam dimobil gara2 di pertigaan gak sengaja liat mata pak ogah, cm sekian detik trs sedih, semua dlm dirinya kerasa meski dr luar tampak tough. lama2 agak males ketemu dan eye contact ma orang kalo ga penting2 amat. krn energy dirinya jd ke absorb dgn sendirinya. masalahnya pertemuan dgn orang-orang itu ga bs dikontrol, bakal ktemu org penuh energy chi apa negatif, ketemu orang penuh cinta apa perhitungan, ketemy orang spiritual apa duniawi, dll. jd cara satu2nya adalah membentengi diri sendiri dengan pura2 cuek, "memanipulasi" perasaan.

inti kesimpulan sementara ttg mata ini adalah: You can "lie" yourself, manipulating people sometimes, but you never lie your eye how to act, because it connected with your truly soul (mind, heart).

*wuallahualambishawab