Ada beberapa unpleasant experience dan emotion yang terus terjadi berulang.
Setiap curhat ke orang terkait hal itu, orang-orang yang dicurhati merespon "kayaknay mereka kurang wawasan, jadi gak paham sikap kaya gitu berdampak apa, gak paham juga cara merepon hal seperti apa", "mereka beda level, kalo kamu kan sering pindah-pindah tempat, merantau, berbaur sama banyak jenis orang baru, mandiri dari kecil. Sedangkan mungkin mereka lingkungannya ya ity-itu aja", "latar belakang pendidikannya beda ya, S1 dan S2 cara berfikirnya beda, cara melihat masalahnya beda, cara padangnya beda. pendidikan tuh berpengaruh loh dan sepertinya memang beda aja levelnya", "udah lah gak usah dipikirin, gak penting, beda level. fokus aja ke kerjaan kamu".
Berbulan-bulan tidak paham omongan mereka. Aku malah terus fighting, menjelaskan, berjuang, dan berusaha to make it better. Sampai di momen saat sedang ngobrol dengan orang kantor, mendadak sadar "oooo bener ya emang beda level". Mereka tidak mampu melihat masalah, sehingga solusi yang mereka lakukan pun tidak tepat dan didnt works. Bahkan jadi blamming dna labeling akunya yang bermasalah dan masalah hanya karena aku sendirian minoritas, dan mereka tidak mampu "melihat" apa yang aku "lihat".
Semenjak itu, badanku spontan melakukan hal-hal penting. Termasuk jadi stop interaksi duluan, konfrotasi, mejelaskan, gifing knpwledge, sharing expereince, dan hal-hal yang selama ini memang tidak perlu diberikan ke orang yang tidak mampu menerima dan paham. Alih-alih bisa menerima, saling kontribus, malah diri yang dianggpa ini itu.
Ternyata "beda level" bukan bentuk arogansi dan kalimat menyenangkan diri.
Alhamdulillah akhirnya paham. Bismillah.
No comments:
Post a Comment