Thursday, December 4, 2025

Komunikasi

Ada strangers cerita tentang perceraian karena masalah komunikasi.
Saat ada masalah, suaminya selalu avoid, menghindar, ngilang, membiarkan masalah diem sendiri. Saat sudah dianggap kondusif dan reda, ia mulai muncul dan menghindari membicarakannya, dianggap yang lewat sudahlah berlalu. Hal ini terjadi berulang selama bertahun-tahun tanpa ada masalah yang pernah terselesaikan dan selesai. Hingga suatu saat meledak tak terhindarkan dan selesai, pernikahannya yang selesai.

Seberapa banyak orang yang tak mampu mengkomunikasikan masalah, perasaannya, kepentingannya, merespon orang dengan baik dan bertanggung jawab? Seberapa banyak orang yang menghindar saat ada masalah? yang melakukan agresi dalam diam dengan nyuekin, diemin, mengabaikan, silent treatment emotionally abuse to gain control dan mengerus self worth orang. Dan dia selalu pengen orang yang dateng duluan, minta maaf, dan membavlidasi dirinya benar dan powerfull? seberapa banyak orang yang asertif, terlalu ekspresif, dan meledak saat di push/ di bungkam?

Seberapa banyak orang menebak berasumsi yang tak pernah dia ungkap dan konfirmasi? bagaimana jika asumsi muncul dr trauma past experience dan saat dikomunikasikan tanda konfirmasi tapi di judge labeling negatif? Seberapa banyak orang yang berharap orang paham keadaaanya tanpa ada komunikasi sama sekali? Dan saat orang kesel meledak, orang ini komen "harusnya kamu paham, kan blabla kan blabla". Dan itu bentuk maniuplasi shift blamming.

Komunikasi mungkin hal sederhana, ternyata tidak semua org bisa.
Respon "sedang nyetir" bisa menyelamatkan orang yg sedang struggle dari asumsi, anxiety, depresi, dan bunuh diri. Respon "kita bahas nanti" sudah bentuk respect others, menenangkan situasi, meskipun tidak tahu kapannya. Respon "nanti dihubungi lg", "sorry batal ya ga jadi", "memang benar kamu blabla?". Hal-hal sederhana yang mempermudah komunikasi dan relasi. 

Komunikasi baik bukan sebatas "selamat pagi", "terimakasih", "maaf menganggu" dan tetek bengek sosial norma lainnya. Tapi bagaimana kita membaca situasi, keadaan, menangkap pesan aslinya, menghargai orang denga being listened and respon (no ghosting or silent treatment), make it clear, give closure. Dan orang yang menghargai orang lain, saat boundaries nya ke cross ia akan menyampaikan, bukan diemin cuekn berharap orang paham sendiri, yang ada malah makin ribet masalah dan bahaya nya bikin orang mempertanyakan keberhargaan dirinya dengan di gituin.

Trusting Self

Setiap orang memiliki awarenessnya masing-masing baik being dan tubuhnya. Dan setiap pengalaman yang di rasakan, semuanya valid. Not just perception, we can sense energy. 

Nah saat kita tumbuh di lingkungan yang manipulatif, abusif, gaslighting, yang sering meng invalidasi sebagai bentuk mendistorsi realita diri untuk lepas dari tanggung jawab atau gain kontrol; orang mungkin akan belajar untuk invalidasi dirinya sendiri, untuk mengecilkan perasaannya, untuk mempertanyakan awarenessnya, untuk mengkhianati intuisinya, dan tidak mempercayai dirinya sendiri dan butuh validasi luar untuk mengkonfirmasi experience, intuisi, dan awarenessnya.

Baiknya, semesta memfasilitasi untuk kita kembali terhubung dengan diri dan belajar mempercayai diri kembali. Lewat kejadian-kejadian sejenis, lewat orang-orang manipulatif, lewat orang-orang yang tidak mau memvalidasi truth yang hadir, lewat situasi kondisi tersebut yang berulang. Samapi akhirnya kita sadar, belajar mengakui diri, memvalidasi diri, trusting self, dan akhirnya bersatu dengan diri kembali. Kita tumbuh menjadi orang yang tak bergantung pada siapapun untuk memvalidasi pengalaman, perasaan, emosi, bahkan insight yg datang. Sehingga langkah kita lebih cepat dan mudah.

Lalu trusting self itu apa?
Sesederhana dunia bilang makanan A enak, tapi kamu ngerasainnya gak enak, ya trust self. 
Jangan nyalahin diri sendiri karena kamu merasakan hal berbeda, gak perlu cari bukti kenapa makanan A yang kamu gak enak, gak perlu cari dukungan orang lain untuk memvalidasi makanan A di kamu gak enak. Just trust self dan done.

Semakin kita kenal diri sendiri, trust diri sendiri, semakin tidak mempan di gaslight. Sekalipun orang gaslighting di iya in banyak orang untuk menguatkan manipulasinya, kita tau the turth, our truth, dan tidak membuat diri mempertanyakan kewarasna diri dan menggerus self worth.