Showing posts with label #observation #journaling. Show all posts
Showing posts with label #observation #journaling. Show all posts

Monday, September 18, 2023

Sopan Santun

Mungkin, ada sebagian orang diajarkan sopan santun untuk di terima dalam masyarakat, agar disenangi, agar terlihat baik, sebagai bentuk keberhasilan didikan, sebagai nilai diri, dan bagian dari kepribadian. Dan saat ada orang yaang dianggap tidak sopan dalam standard masyarakat atau seseorang, dianggap kurang baik, kurang bermoral, dan tanpa sadar ada pesan tersembunyi untuk diperlakukan tidak baik, direndahkan, dan dinilai buruk. 

Tanpa sadar, tujuan sopan santun itu justru untuk diri sendiri, sebagai batasan dan mengajarkan orang untuk memperlakukan diri seperti apa. Karena semakin terbuka diri (termasuk dengan sikap blak-blakan, jujur mengekspresikan dirinya, terbuka dengan opini dan emosinya) semakin mudah orang untuk berbuat seenaknya pada diri. Misal, saat kita bercanda, terbuka, dan ada seseorang becandanya kurang baik dan kita mengizinkan hal itu dengan santai, senyum, ketawa, maka Ia akan menilai hal itu dibolehin, pantas, diterima, dan bisa memperlakukan itu ke diri, dikala diri merasa tidak nyaman dan sedikit tersinggung. Saat asertif menyampaikan, karena pembawaan dan impresi diri orang yang ceria, maka orang tidak akan percaya. Saat terjadi berulang dan muak marah, maka diri yang dianggap tidak baik, tidak benar. Dan itu semua terjadi, karena diri mengizinkan. Mungkin di awal bisa di beri batasan dengan tidak terlalu terbuka, tidak terlalu ramah, lebih lantang, dan lainnya.

Kembali ke bahasan sopan santun.
Jadi sopan santun itu bukan untuk orang lain, bukan untuk diterima dan dinilai baik, namun untuk diri sendiri. Saat orang menilai diri sopan nan santun, maka mereka pun tidak akan mau atau malas untuk kasar dengan diri, dan tanpa sadar akan berlaku sama juga dengan diri ke mereka, yaitu menjadi sopan dan santun jg. Pada akhirnya, semua hanya bentuk manipulasi, yang dilakukan oleh diri bukanlah untuk orang lain, namun untuk diri sendiri.

Sunday, September 17, 2023

17/9/23

Dulu,
Berbuat baik, rasanya keren
Menjadi baik, rasanya keren
Bisa setia dikala diinjak-injak hingga diri terbunuh, rasanya keren
Selalu mendahulukan orang dengan mengabaikan diri sendiri, rasanya keren.
Bertahan pada situasi yang menderita dan sudah tidak bekerja, rasanya keren.
Menjadi yang menyenangkan, disukai, dan diterima semua orang, rasanya baik.
Memenuhi ekspetasi orang lain dengan menceraikan diri sendiri, rasanya keren. 
Mmebuat keputusan rinci berdasarkan logika dengan membungkam intuisi, rasanya pintar.
Menjadi orang yang dibangakan, diinginkan, di pilih, meski diri tak memilih, rasanya menang. 
Peduli dengan orang lain dan semua orang tanpa pilih-pilih, rasanya keren.
Menjalani hidup yang menurut society keren, rasanya keren.

Sekarang,
Berbuat baik terhadap diri, mendahulukan diri sendiri, mendengarkan badan sendiri, mendengarkan dan mengikutu intuisi diri, memilih apa yang diri benar-benar inginkan, memutuskan sesuatu dengan melibatkan kebahagian diri, menyayangi diri sendiri sekalipun ada orang yang tak suka, menjadi diri sendiri penuh kebahagian dan rasa syukur, menjalani hidup yang diri benar-benar rindukan penuh hasrat. Dan membiarkan segala aturan, pikiran, omongan orang, sebagai milik mereka, its not mine. 

Apa yang dilakukan dulu itu bukan kebaikan dan hal baik, namun condependecy, that leading to self abandonment, self abuse, being taken for granted, being used, being black sheep, being slave, being resentment, being bomb that destroy itself.

17/9/23

Mungkin orang bisa basa basi, lip service, php, being nice, sebatas sopan santun, janji-jani palsu, main-main, aku nggak. Gw bukan tipe orang yang nyapa orang kalau gak suka, bukan orang yang janjiin sesuatu kalo ga akan mati2an nepatin, bukan orang yang menclok sana sini, bukan orang banyak topeng, kalau suka sama orang satu ya satu. Sebenernya orang kalo sama aku enak, dari awal munculin semua sifat asli termasuk sisi2 rewel, intensity, dll. Kalau bisa nerima sisi2 begituannya, ya welcome to my life until we die. Dan gw bs ngasih sesuatu yg kebanyakan orang ga bs ngasih atau gak mau melakukannya.

Kalau kamu liat aku marah2 meledak2 saat ke trigger, ada momen rewel dan super clingy (biasanya super independent) ya tandanya, I trust you dan membuka diri untuk kamu masuk ke dalam hidupku. No hidden agenda, gak ada yang diumpetin, gak ada yang ditutup-tutupin. Menariknya, banyak di reject orang, pada ga suka, ga kuat, terintimidasi, dan entahlah. Kalau sekarang, yaudah. 

Orang-orang kaya gw gak cocok main date app yang kebanyakan fake, pake topeng, basa basi atas dasar sopan santun tp ga jelas arahnya, atau jenis2 lainnya yang not my taste. Mending ketemu langsung, main bareng kemana, interaksi langsung. Tapi itu semua gak terbuka ke semua orang, aku cuma mau main sama orang-orang yang aku suka, mau, dan pilih. Itu biasanya cuma satu orang ya satu. Entahlah ini namanya picky, arogant, atau too much rejection. I always say what I want to say directly, you will know what I want, no games. Jadi orang kalo deketin gw kan gak susah sebenernya, cm di poin gw nya suka atau nggak. Ya intinya, kalo gw bales dan responsif apalagi duluan, tandanya suka, mau, dan udah milih. Kaerena gw gak akan bales cuma sebatas ramah tamah/ sopan santun. 

Orang-orang yang dateng, gw reject. Giliran suka ma orang, gw yg di reject wkwk. 
Jadi sekarang, belajar lebih open aja deh sama orang, siapapun yang kind, nurturing, baik, nourishing, konsisten, dan make me greater, welcome. 

Dulu parah banget, untuk temenan aja, suka milih2. Cuma mau sama yg pinter, keren, jelas, dll. Sampe di momen sadar, ini orang2 yg baik dan stay justru orang2 yg awalnya gw reject/ ada judgment ke mereka. Disitu mulailah membuka diri, siapapun yg hadir selama kind for me, pure intention and nurturing, welcome.

Ya, sekarang energy nya udah beda. 

Kalau masalah cowok, gw jarang banget suka ma orang, tapi sekalinya suka udah bisa langsung give all my whole heart, soul, and life. Semoga itu semua, dikasih ke orang yang tepat, orang berkualitas, yang memilihku. Ga ada cerita kaya kemarin lg. 

Tulisan ini terinspirasi pas aware, banyak banget orang fake yang gak ngebuka dirinya di awal. Dan apa yang dicari? kalo kerjaan dll sih ya ok lah, sebatas peran aja. Kalau untuk berelasi terutama romance, ya buat apa? Kecuali emang ada intention tertentu. Ya biarlah orang bermain-main dengan permaiannya. Aku tak mau masuk2 ke permainan seperti itu, not my place, not my taste, not my games.

Wednesday, September 6, 2023

Keluarga

Idealnya keluarga adalah tempat ternyaman yang menerima diri apa adanya, yang selalu memberi dukungan, cinta tanpa syarat; yang saling melindungi, menjaga, menyayangi, mengayomi, menutrisi, dan kebaikan-kebaikan lainnya. Mungkin itu hanya ilusi delusi fantasi dongeng atau hanya sebagian keluarga yang memang berfungsi dengan baik. Realitanya, ada keluarga yang saling bersaing satu sama lain, yang saling membicarakan dan menjatuh satu sama lain, yang saling iri, yang saling menyakiti, yang saling tidak peduli. Bisa di generasi atasnya yang saling bersaing, bisa di generasi bawahnya sepupuh yang saling iri, bisa terjadi di semua generasi yang di dasar hatinya lebih mementingkan teman dan dirinya sendiri, keliuarga dianggap formalitas dan jauh dari nurturing maupun nourishing. Ada pula keluarga yang justru memberikan banyak trauma, membuli, humiliation, shamming, betrayed, abused (secara emosi amupun fisik), pilih kasih, penuh dengan judgement, saling berkomplot untuk menyakiti, mengucilkan anggota keluarga lain. 

Pada akhirnya, keluarga itu ya hanya sebuah status, karea memiliki darah yang sama yang mengalir dalam tubuh. Sebatas itu. Dan beelum tentu darah lebih kental dari air. Jika pun ia, apa maknanya? 

Kita bisa membangun keluarga sendiri, memilih orang-oramg yang memilih kita juga, yang mutual, yang baik, yang sama-sama merawat dan menutrisi untuk tumbuh bebas, tinggi, bermekaran, yang menerima diri tanpa penilaian apapun, yang memberikan ruang tumbuh tanpa dogma-dogma dan keharusan yang membatasi. Jika belum bisa menemuka orang-orang itu, kita bisa mulai dengan diri sendiri bersama diri. 

Jika kita terjebak dengan pemikiran keluarga adalah sesuatu yang harus dilindungi, dijaga, diprioritaskan, tempat terbaik untuk pulang, yang menerima kita, yang mencintai kita tidak lebih dari siapapun. Saat itu semua tidak terjadi, saat kita lahir dari keluarga dan keluarga besar yang disfungsi, maka kita akan gilak. Menunggu orang menerima kita dikala mereka tidak mau menerima; menunggu dicintai tanpa syarat, dimana mereka tidak mau dan mampu melakukannya; menunggu diterima apa adanya dikala mereka penuh judgement yang tak memberdayakan; menunggu untuk dapat terbang saat hubungan dengan keluarga baik nan nurturing, dikala merawat pun mereka tidak mau apalagi menutrisi jiwa kita. Jadi untuk apa? Mungkin lebih baik melihat apa sebagaimana apa adanya. Seperti merah sebagai merah, biru sebagai biru. 

Jika itu tidak baik untuk diri, lepaskan. 
Jika kebutuhan kita tak terpenuhi, tinggalkan.
Jika diri kehilamngan diri untuk menyenangkan sekitar agar diterima, berhentilan, dan kembalikans emua pecahan diri menjadi utuh. Berbahagialah dengan diri sendiri untuk menjadi diri sejati.
Jika itu tidak membuat kita tumbuh dan terbang tinggi, tinggalkan.
Ya, ada kalanya kita perlu meninggalkan hal-hal yang tidak membuat diri lebih baik, berfungsi maksimal, tumbuh besar, dan bahagia. Meninggalkan bukan berarti benci dan memutus silaturahmi. Meninggalkan bukan berarti egois, justru itu bentuk menyayangi diri sendiri, menghargai diri sendiri, dan bersyukur atas karuniaNya terhadap diri yang perlu dirawat, dikeluarkan semua potensi, dan hidup secara maksimal. Meninggalkan itu sebuah pilihan. Meninggalkan diri sendiri untuk dapat diterima hingga hancur tak beryawa, atau meninggalkan hal-hal yangkurang baik untuk diri dan memilih diri sendiri?

Wednesday, July 8, 2020

Parasit

"/pa·ra·sit/ n 1 benalu; pasilan; 2 organisme yang hidup dan mengisap makanan dari organisme lain yang ditempelinya" - KBII

Parasit ada dimana- mana, mungkin orang di sebelah kita, rekan sekantor, teman, bahkan pasangan sendiri. Ada orang-orang yang hidupnya senang mengambil untung dan manfaat bagi dirinya tanpa peduli dengan orang yang dirugikannya, semua berpusat pada kepuasan dan kepentingannya. 

Seseorang yang membantu orang lain untuk menaikan self esteem nya hingga membuat orang yang dibantunya merasa hutang bida dan bergantung padanya hingga ia merasa berkuasa dan bisa memaikan orang tersebut seperti boneka. Ada model begini.

Seseorang yang datang dengan menawan menawarkan kerjasama, lalu memanipulasi untuk rekannya bekerja penuh dan hasilnya di klaim sebagai hasilnya demi dapat penghargaan untuk menaikan self worth nya. Ada juga model kaya gitu.

Seseorang yang berkata bahwa dirinya hebat, mampu punya kendali hidup, menyebut dirinya guru, membolak balikan fakta untuk pembenaran dan gak berani melihat kebenaran untuk menutupi insecurity dirinya. Hingga orang-orang sekitarnya mempertanyakan kewarasan dirinya masing-masing atas realita yang terjadi. Model kaya gt ada.

Seseorang yang selalu butuh "victim"/ supply untuk memuja-muji dirinya sebagai kebutuhan untuk merasa dirinya berharga dan secure dengan membuat orang merasa terbantu padahal hanya dimanfaatkan, dimana saat sudah habis "energi" dari supply/ victim nya ya dibuang gt aja. Model gini jg ada.

Parasit. 
Bisa dalam bentuk materi/ uang, status, keberhargaan diri, sense of self, dimana semua yang ia cari didapatkannya dari sekitar dan orang lain dengan cara yang merugikan dan merusak orang lain.

Hanya orang-orang insecure dan lemah di dasar jiwa nya yang berakhir hidup sebagai parasit dengan segala teknik manipulasi nya. Karena orang secure dan kuat akan mampu berdiri sendiri, jika pun bersingungan dengan orang lain, akan memberikan keuntungan yang mutual, bahkan ia bisa memberi banyak ke sekitar tanpa mengambil apapun karena dirinya sudah utuh.