Monday, September 18, 2023
Sopan Santun
Sunday, September 17, 2023
17/9/23
17/9/23
Kalau kamu liat aku marah2 meledak2 saat ke trigger, ada momen rewel dan super clingy (biasanya super independent) ya tandanya, I trust you dan membuka diri untuk kamu masuk ke dalam hidupku. No hidden agenda, gak ada yang diumpetin, gak ada yang ditutup-tutupin. Menariknya, banyak di reject orang, pada ga suka, ga kuat, terintimidasi, dan entahlah. Kalau sekarang, yaudah.
Orang-orang kaya gw gak cocok main date app yang kebanyakan fake, pake topeng, basa basi atas dasar sopan santun tp ga jelas arahnya, atau jenis2 lainnya yang not my taste. Mending ketemu langsung, main bareng kemana, interaksi langsung. Tapi itu semua gak terbuka ke semua orang, aku cuma mau main sama orang-orang yang aku suka, mau, dan pilih. Itu biasanya cuma satu orang ya satu. Entahlah ini namanya picky, arogant, atau too much rejection. I always say what I want to say directly, you will know what I want, no games. Jadi orang kalo deketin gw kan gak susah sebenernya, cm di poin gw nya suka atau nggak. Ya intinya, kalo gw bales dan responsif apalagi duluan, tandanya suka, mau, dan udah milih. Kaerena gw gak akan bales cuma sebatas ramah tamah/ sopan santun.
Orang-orang yang dateng, gw reject. Giliran suka ma orang, gw yg di reject wkwk.
Wednesday, September 6, 2023
Keluarga
Idealnya keluarga adalah tempat ternyaman yang menerima diri apa adanya, yang selalu memberi dukungan, cinta tanpa syarat; yang saling melindungi, menjaga, menyayangi, mengayomi, menutrisi, dan kebaikan-kebaikan lainnya. Mungkin itu hanya ilusi delusi fantasi dongeng atau hanya sebagian keluarga yang memang berfungsi dengan baik. Realitanya, ada keluarga yang saling bersaing satu sama lain, yang saling membicarakan dan menjatuh satu sama lain, yang saling iri, yang saling menyakiti, yang saling tidak peduli. Bisa di generasi atasnya yang saling bersaing, bisa di generasi bawahnya sepupuh yang saling iri, bisa terjadi di semua generasi yang di dasar hatinya lebih mementingkan teman dan dirinya sendiri, keliuarga dianggap formalitas dan jauh dari nurturing maupun nourishing. Ada pula keluarga yang justru memberikan banyak trauma, membuli, humiliation, shamming, betrayed, abused (secara emosi amupun fisik), pilih kasih, penuh dengan judgement, saling berkomplot untuk menyakiti, mengucilkan anggota keluarga lain.
Pada akhirnya, keluarga itu ya hanya sebuah status, karea memiliki darah yang sama yang mengalir dalam tubuh. Sebatas itu. Dan beelum tentu darah lebih kental dari air. Jika pun ia, apa maknanya?
Kita bisa membangun keluarga sendiri, memilih orang-oramg yang memilih kita juga, yang mutual, yang baik, yang sama-sama merawat dan menutrisi untuk tumbuh bebas, tinggi, bermekaran, yang menerima diri tanpa penilaian apapun, yang memberikan ruang tumbuh tanpa dogma-dogma dan keharusan yang membatasi. Jika belum bisa menemuka orang-orang itu, kita bisa mulai dengan diri sendiri bersama diri.
Jika kita terjebak dengan pemikiran keluarga adalah sesuatu yang harus dilindungi, dijaga, diprioritaskan, tempat terbaik untuk pulang, yang menerima kita, yang mencintai kita tidak lebih dari siapapun. Saat itu semua tidak terjadi, saat kita lahir dari keluarga dan keluarga besar yang disfungsi, maka kita akan gilak. Menunggu orang menerima kita dikala mereka tidak mau menerima; menunggu dicintai tanpa syarat, dimana mereka tidak mau dan mampu melakukannya; menunggu diterima apa adanya dikala mereka penuh judgement yang tak memberdayakan; menunggu untuk dapat terbang saat hubungan dengan keluarga baik nan nurturing, dikala merawat pun mereka tidak mau apalagi menutrisi jiwa kita. Jadi untuk apa? Mungkin lebih baik melihat apa sebagaimana apa adanya. Seperti merah sebagai merah, biru sebagai biru.
Jika kebutuhan kita tak terpenuhi, tinggalkan.