Friday, August 23, 2019

23/8/2019

bounaries pertama diajarkan di keluarga.
contoh, tentang kepemilikan barang.

Lahir dari dua lingkungan yang berbeda.
yang satu sangat rapih dengan barang orang. jadi gak boleh pake barang orang tanpa ijin, lebih baik beli sendiri, minjem kalau udah super mepet, dan itupun dijaga dan dikembalikan secepatnya. gak boleh masuk kamar orang seenaknya, gak ikut campur urusan orang, gak mengomentari pilihan hidup orang, kalau makan bareng bayar masing-masing. Kesannya seperti masing-masing, tapi dari boundaris yang sehat ini, maka sedikit sekali masalah yang muncul, karena masing2 orang jadi belajar untuk bertanggung jawab dengan dirinya sendiri dan tidak melaggar batas seseorang (finansial, materi, mental, emosional) sehingga orang lain pun merasa nyaman. boundaries yang sehat pun bikin kepercayaan diri seseorang jadi sehat jg.

yang satu, mungkin konsepnya ririungan/kebersamaan tapi jadi gak punya boundaries. Mobil orang dipakai tanpa izin, sampai kotor, pas orangnya mau pake, bingung mobilnya kemana. Masuk kamar orang tanpa izin, minjem barang orang tanpa izin, makan makanan orang di kulkas tanpa izin, seolah-olah apa yang ada di rumah itu milik bersama termasuk masalah orang-orangnya, jadi hobby ikut campur, ngomongin, interupsi pilihan hidup orang. Hasilnya ya muncul banyak masalah, karena nge cross limit orang secara materi, mental, emosiona, bahkan spiritual. Sesederhana pergi bareng, gak bawa alat mandi, mengantungkan pada orang lain. Padahal orang tsb bawa alat mandi sudah disesuikan dgn kebutuhan hariannya. Nolak dikatain pelit dan jd bahan omongan, ngasih tiba2 abis sebelum waktunya terus repot harus beli lagi. Jadi rasa tanggung jawa hdp diri sendirinya kurang, ada sikap mengantungkan pada orang lain, nge cross limit orang yang berakhir beragam masalah muncul.

sayangnya, orang-orang dengan boundaries yang kurang ini, gak akan sadar ada yg salah dan masalah di dirinya. Ia akan sadar  jika bertemu beragam jenis orang dan lingkungan DAN akan menjadi lebih baik jika ia bs ambil pembelajaran dan mau belajar.

Keluarga, lingkungan pertama seseorang. Jika di keluarga gak diajarin boundaries, agak sulit mendapati boundaries yang sehat kelaknya, tapi ini bisa diperbaiki (menurut gw sih hehe) selama orangnya aware dan mau lebih baik. Kalau gak punya boundaries, hidup kita bisa kacau khususnya secara emosional. Apalagi kalau salah satu orang tua kita punya gangguan kepribadian, misal  salah satunya dulu waktu kecil pernah berantem ma sodara terus dijauhin, trs jadi sakit hati dan trauma yang menghasilkan dirinya jadi people pleaser sampe dia tua (krn traumanya gak disembuhin, bahkan sadar dirinya sakit aja nggak), alhasil pas punya anak, kalau keluarga besarnya kenapa2,pasti selalu mendahulukan keluarga besarnya karena takut dimusuhin, anaknya jd terabaikan secara emosional dan berakhirnya punya gangguan menta bahkan jadi ketularan jd people pleaser jg dan ya gak akan bahagia hidup orang2 yg selalu mendahulukan orang lain dengan mengerus dirinya sendiri. minimal jd muncul anxiety.

--------------
konsep keluarga yang salah, akan menghasilkan mindset yang kurang baik yg akan menghasilkan perilaku yang memicu masalah dan berakhir gangguan mental dan kepribadian. Bingung jelasnnya. Konsep keluarga adalah segalanya, adik kakak nemenin hidup lebih lama dari anak sendiri sehingga harus di dahulukan, itu kan salah. Nanti di akhirat yg bakal ditanya dan dimintai pertanggung jawaban tuh ttg Anak dulu baru keluarga besar, karena anak itu titipan, kalau keluarga besar takdir pertemuan (kita jd adek/ kakak, tanggung jawabnya sebagai sodara).

Contohnya, anak sakit, ibunya di luar kota ulang tahun. Anaknya gak bisa ikut ke luar kota karena lagi sakit, trs anaknya dipaksa ikut, masalahnya kalau ikut yg ada malah makin drop meski cuma duduk di mobil. Akhirnya gak ikut, terus mamahnya batal ke luar kota menemui ibunya karena nemenin anaknya yg sakit. Normal kan?

Nah masalah muncul, ketika mamahnya sedih gak bisa dateng ke ulang tahun ibunya, tapi gak bertanggung jawab dengan perasaan dan pilihannya, akhirnya jadi marah dan nyalahin anaknya "gara2 kamu, mamah jd gak bs datang ke ultah nenek". si anak lg sakit, digituin, jd muncul perasaan bersalah, jd sedih jg merasa dirinya gak berharga dan gak pantes dapet cinta dari ibunya (karena kejadian model gini sering). Karena hal ini, si anak tumbuh dgn self esteem dan self love yg rendah. merasa bertanggung jawab dgn perasaan orang lian tapi lupa untuk peduli sama perasaannya.

contoh lain, ortu buka dan ngecek handphone anaknya diam2, daftarin sekolah tanpa diskusi/ngasih tau anaknya bakal sekolah dmn, pake harta benda anaknya tanpa izin karena merasa dirinya orang tua, jual aset anak yg dititipn tanpa izin, dll.

Ini contoh orang tua nge cross boundaries anak secara mental, emosional, dan fisik.
Dan jangan kaget kalau nanti anaknya jd gak punya boundaries dan gaka bs menghargai boundaries orang lain termasuk orang tuanya. atau malah jadi stress ang lama2 bs meledak jadi gangguan jiwa.
----------------

boundaries itu limit.
dimulai dari mengenali diri, tidur jam brp, bs tidur kalau keadaannya gmn, makanan apa yg bs di toleransi perut, gak nyaman dalam obrolan apa, gak nyaman saat pergi sama siapa, stress kalo uang punya brp, spiritual keganggu kalo apa, capek kalo aktivitas seberat apa, happy kalo ngapain, dll.

Manusia punya batas. punya toleransinya masing-masing yang saling berbeda. baik secara fisik, materi, emosional, mental, maupun spiritual, dan boundaries ini ada untuk menjaga semuanya pada tempatnya sehingga menghasilkan individu yang sehat jiwa raga. boundaries setiap orang beda2, gak bs ada istilah "alah cuma gt doang nangis", ya berati daya tahan mentalnya segitu, atau ada bahasa "ya duit masih jutaan, gak mau minjemin", ya batas uang amannya segitu krn dia jg pny kebutuhan lain yg udah diperhitungkan, atau komentar "cemen amat makan cabe satu mencret seminggu", ya berarti limit fisiknya segitu gak bs makan pedes.

-----------
Kalau udah terlanjur rusak gt boundariesnya sampe jd punya banyak gangguan di psikis dan fisik, jangan pesimis, bisa kok berubah asal diri sadar dan mau. Gak ada yg gak bisa, kalo ada orang bilang "gak mungkin" selama diri terus berusaha, cuekin aja. Dan progress orang beda2, ada yang emang pelan2 keliatan progressnya, ada yg dr luar gak keliatan tp tiba2 melesat berubah di akhir. Jangan underestimate apalagi jd pesimis "gak akan bs berubah! buktinya gak ada perubahan apa2". omongan orang tai kaya gt, sekalipun psikolog yg ngomong ttp aja tai, karena gak bs menghargai pola dan ritme pace nya orang.

Thursday, August 15, 2019

15/8/19

Lahir dari lingkungan beragama tp judgmental penuh dogma. Benar salah, dosa pahala, semuanya jadi hitam putih. Sibuk beribadah untuk bekal di akhirat tp males explorasi ilmu, nambah wawasan, dan mengembangkan diri. Hasilnya? 

Ya banyak yg sakit jiwa tp pada gak sadar.
Pola asuh yg ngaco,
Lingkungan yg toxic,
Awareness yg rendah,
Ilmu yg minim,
Wawasan yg sempit.

Ujung2nya malah bikin keadaan makin parah dan orang sekitar makin rusak.

Buat apalah jilbab diributin tp masih suka gosip ngomongin orang sampe orangnya depresi.

Buat apalah tiap shalat ke mesjid, kalau tiap hari abis banyak rokok yg asapnya ngerusak paru2 manusia sekitarnya.

Buat apalah silahturahmi kalau hanya formalitas tanpa kehadiran hati yg utuh.

Buat apalah doa doa kalau hanya sebagai pelarian dari kemalasan menyelesaikan masalah. 

Buat apalah mengaji tiap hari, kalau tak ada ilmu yang membuat diri semakin bijaksana.

Buat apalah nasehat jika empati melihat keadaan orang pun tidak ada, jika melihat masalah pun tidak bisa. 

Buat apa agama, jika hanya membuat diri semakin egois? 

Buat apa agama, jika membuat diri semakin menutup mata dari segala ilmu pengetahuan dan informasi lain?

Buat apa agama, jika hati tidak terbuka dan sayang terhadap sesama?

Buat apa agama, jika hubungan sesama manusia tak baik? 

Bukankah agama itu aturan yg mempermudah manusia hidup di dunia dan petunjuk untuk mendapati pahala sebagai bekal di akhirat? 

Tapi kok banyak orang beragama di sekitar yang tidak mencerminkan kebaikan agamanya. Baik hanya pada orang yg baik thdp dirinya. Baik jika ada perlu. Baik krn mengharap pahala bukan krn sayang thdp makhluk. Ditambah kebodohan yang tak pernah dihilangkan, menghasilkan anak keturunan penuh gangguan jiwa atas pola asuh dan lingkungan. Lalu saat kambuh, pelariannya ke agama. Gak ada usaha untuk merenung, menganalisa, belajar, lalu berubah. Hmmm.

Dan saat bisa ngeliat semua bullshit itu, malah bikin frustasi. 

Orang mati, gatau dirinya mati, yg ngerasain sedih ya orang yg masih hidup. Sama kaya orang bodoh, gak sadar dirinya bodoh, yg kena dampak kebodohannya banyak. 



Saturday, August 10, 2019

10/8/19

Kadang, ada rasa sepi teramat dalam mengikis hati. Rasanya sepi sekali. 

I feel so lonely. 
Sometimes i dont feel belong there, belong here. I dont fit in everywhere. I cant get why people do what they do. I just want to go to home, but i dont know where my home.