Saturday, November 29, 2014

Serpihan Takdir

Telepon berdering memberi kabar sesuatu yang tak pernah kubayangkan, kupikirkan, kusiapkan, apalagi kuperjuangkan. Aku hanya diam menolak hal itu. Namun takdir berkata lain, 2 minggu kemudian aku sudah berada di sebuah pesawat besar dalam perjalanan belasan jam, diam sepanjang jalan ingin pulang dengan hati yang entahlah aku pun tak tahu. Sampai di sebuah bandara penuh dengan segala ras manusia dari seluruh penjuru dunia. Aku masih terdiam, mempersiapkan apa yang harus dilakukan, mengambil niat, lalu masuk bus terisak nangis sepanjang jalan mengingat dosa-dosa dengan segala ketakutan. Bus sampai di tempat yang dirindukan banyak orang. sebuah tempat dengan kotak hitam di tengahnya yang tak henti-henti nya dikelilingi ribuan bahkan jutaan sambil memanjatkan doa. aku berada diantara mereka, memanjatkan doa terdalam dan air mata pun menetes entah bagaimana. 

Doa, ya sebuah harapan, sesuatu terdalam dalam diri tentang banyak hal untuk dunia, akhirat, untuk diri sendiri, keluarga, dan banyak orang. 2,5 tahun berlalu tak terasa, menengok ke belakang untuk menambah syukur atas semua yang telah terjadi, di lalui, dan di dapat saat ini. Aku menyadari sesuatu, bahwa satu persatu doa terkabul, salah satu nya ini, ya ini, tentang pertemuan dengan orang-orang sefrekuensi yang mengampar untuk maju, yang menyangi, yang peduli, dengan segala banyak bonus lainnya yang Maha-Segalanya berikan. 

29/11/2014
23:06

Thursday, November 20, 2014

Sejajar

Hujan turun membasahi setiap pucuk daun yang berderet rapi sepanjang jalan ditopang oleh batang masing-masing, diliputi langit gelap seiring naiknya bulan. Sebuah atap ber-dinding transparant dengan kursi kayu tanpa sandaran menjadi tempat saya dan dia bertukar rasa dan pikiran. ada sebuah dialog yang muncul, tentang nilai, diri, sejajar.

u: lo tuh kuat tau sebenernya, keren banget malahan.
p: tapi gw anaknya gak suka show off
u: iya gw juga, lebih baik dibilang bodoh/buruk tp tau segala hal/baik, daripada dibilang pintar/baik tapi biasa aja.
p: nah itu dia, kita gak boleh kaya gitu. gimana caranya orang bisa ngasih kesempatan untuk kita membuktikan diri kalau mereka pun menilai kita rendah? gimana caranya kita bisa membuktikan diri kita kuat/pinter/keren/baik kalau kita gak punya kesempatan untuk menampilkan?
u: iya ya... gw jadi belajar deh, ibarat sebuah angka 0-10. gw selalu menampilkan diri dengan nilai 4 padahal nilai asli gw 9, misalnya. gw lebih seneng orang menilai rendah padahal aslinya gw keren. Berarti harusnya kalau nilai kita 8 ya kita harusnya bisa ngebuktiin kita itu 8 dan orang tau kita 8 ya?
p: iya. kita harus belajar menghargai diri sendiri dan membuktikan nilai asli kita ke orang lain, biar yg dilihat dan aslinya punya nilai yang sejajar.

-------------------------------------------------------------
Setiap orang punya masa lalu yang membentuk dirinya, bagaimana ia menghargai diri sendiri dan bagaimana ia memandang orang lain. Entah itu terbentuk dari banyaknya cacian terhadap dirinya, cap buruk yang menempel didirinya dari orang lain, menjadi kambing hitam untuk segala hal, pencapaian yang tak pernah di apresiasi apalagi di hargai, yang menjadikannya rendah diri dan tak percaya diri, ataupun, pujian yang terlalu berlebih yang menjadikannya terlalu angkuh dan percaya diri.

Kadang menenggok ke atas, memandang tinggi orang lain dan memandang rendah diri sendiri sungguh sangat menyesakan diri. Begitupun sebaliknya memandang kebawah, memandang bahwa diri lebih baik dan lebih tinggi dari orang lain sunguh bikin pegal. Apapun yang terjadi dulu biarlah ia menjadi miliknya masa lalu. Sekarang, berdirilah sejajar dalam memandang diri sendiri sesuai porsinya dan memandang orang lain.

Tuesday, November 18, 2014

Peran Seorang Ayah (1)

Asal ibu nya baik, anaknya pasti baik. Pemahaman saya itu ternyata salah. Dari hasil diskusi dengan oknum B seorang psikolog yg punya empati besar, semalem, ternyata peran seorang ayah sangat besar dalam membentuk anak, bahkan hingga 80%. Pembentukan anak bukan hanya pada masa golden age saja, melainkan dimulai dari fase pembuahan, kualitas sperma (baik/kurang, tua/bagus, dll) yang mempengaruhi kecerdasan, fisik, mental, dan kalau laki2nya pengguna zat apa gt (lupa), itu mempengaruhi emosional anaknya kelak. Terus dalam masa kehamilan, kurangnya kasih sayang, perhatian, dan adanya kesedihan istrinya, menghasilkan anak yang sangat sensitif. Belum lagi saat masa kanak2, ada 4 fase menurut Freud seorang pakar psikoanalisis, Jika fase phallic (ttg genital) terlewat, anak bisa mengalami oedipus complex. Belum lagi pertengakaran rumah tangga, perilaku kasar fisik yang diterima seorang anak, kata-kata yang bisa jatuh sangat dalam di dalam diri anak yang mempengaruhi keadaan psikis nya hingga entah kapan. Kalau yg ini contohnya sudah banyak. Seperti remaja yang tega membunuh sekeluarga.

Oknum B pernah melakukan penelitian tentang seorang remaja 15 tahun yang tega membunuh tanpa rasa bersalah. Ia dihamili pacarnya, lalu disuruh aborsi. Ia merampok dan membunuh pemilik uang tersebut dengan membunuh menggunakan gunting. Lalu uangnya belum cukup, alhasil ke dukun beranak, sang jabang bayi dikeluarkan paksa menggunakan batang daun singkong, entah seberapa besar rasa sakitnya, hingga pendarahan dan rahimnya harus di angkat. dan ia tidak merasa bersalah dan sedih sama sekali, biasa aja. Setelah ditelusuri, ternyata hal tersbut merupakan hasil dari perilaku di keluarganya yang sering berantem dan ini itu.

Dari hasil diskusi kami semalam, saya belajar dan menyadari betapa pentingnya peran seorang ayah dan betapa besarnya dampak keluarga terhadap seorang anak. Bukan hanya masalah agama, finansial, pendidikan, ada hal2 psikis yang terlewat untuk di perhatikan. buat si X dipukul itu hal yg besok akan lupa, namun hatinya yg sensitif membut ia gampang tersakiti dan bisa berbekas bertahun2 mempengaruhi perilakunya jadi rendah diri. Beda lagi dengan si Y buat dia kata2 hanya sebuah kata-kata yang lewat, namun saat dia mengalami kekerasan fisik, dampaknya hingga 20 tahun kemudian masih terasa. Saya baru sadar ternyata seorang ayah lah yang memiliki peran sangat besar dalam pembentukan seorang anak.

Thursday, November 6, 2014

JAGA

Dalam sebuah perjalanan, terpikirkan sesuatu:

Kita cukup menjaga diri kita sendiri, 
maka Tuhan akan menjaga diri Jodoh kita. 
.selesai.

Sebagai seseorang yang pernah jadian namun tak pernah pacaran, gak kontak fisik dan berduaan  bersama pacar. Gak pernah dan gak mau aja. Tapi pernah kontak fisik sama teman lawan jenis saat naik gunung, pernah tidur sebelahan rame-rame tanpa melihat jenis kelamin dalam satu tenda, pernah pergi berdua bareng lawan jenis untuk survey material dan ke proyek. Lho kok gitu? Kenapa? Ya, karena kalau sama seseorang lawan jenis yang kita punya perasaan pasti rasanya bakal beda sama lawan jenis, teman, yang gak punya perasaan apa2. Saya menghindari hal-hal kontak fisik, berduaan bareng pacar, dan sejenisnya untuk menjaga diri dari hal-hal yang mungkin bisa berkembang menjadi hal yang kurang baik, kalo sama temen yang sama-sama gak punya "rasa" mah ya bodo amat, lagian kalo bareng ma temen lawan jenis itu karena ada suatu tujuan atau urusan. kelar.

Berdasarkan hal tersebut, saya punya prinsip dalam setiap melakukan perjalanan.
1. gak akan mau pergi sama orang yang saya punya rasa.
2. gak akan mau pergi sama orang yang punya rasa ke saya.
3. gak akan mau pergi sama orang, dimana saya dan dia berpotensi untuk timbul "rasa".
Jadi, orang-orang yang saya (pilih) melakukan perjalanan bareng, tandanya bukan orang yang disuka dan tidak berpotensi saling suka.

Singkatnya, saya melakukan perjalana sekian hari bersama teman dan ternyata cuma berdua (krn tmn sy gak jd ikut, sodaranya dia jg gak jd pergi), beda jenis kelamin. Karena teman ini udah masuk ke 3 point prinsip saya diatas, maka biasa aja, cuma dia nya aja yang lebay berjarak, sangat kaku dan berhasil membuat saya sangat tidak nyaman secara psikis. Di perjalanan itu, saya banyak belajar bagaimana beradaptasi dengan model orang kaya gitu, menjaga emosi, dan meng-enjoy-kan diri sendiri. Dari banyak kejadian yang saya anggap aneh bahkan "tai bgt sih nih orang", ada hal yang disadari, saya, seperti dijelaskan pada paragraf pertama, termasuk orang yang berusaha menjaga diri, ternyata ma Tuhan dikasih partner nge-trip yang menjaga diri juga, jadi saling menjaga diri sendiri. makanya munculah pemikiran, gak usah takut, santai aja sama siapa jodoh kita, saat kita menjaga diri sendiri, maka di tempat lain, jodoh kita lagi di jaga sama Tuhan. Dengan ia berada di lingkungan yang baik, dipertemukan dengan orang-orang baik, dsb. Intinya sih itu, ya mungkin terlalu abstrak kalau dijelaskan dalam sebuah tulisan singkat.