Wednesday, October 31, 2018

Percaya

Semakin besar, Semakin sulit cari orang kepercayaan.
Kadang membuang orang tulus, memasukan bangkai dalam hidup.
Kadang memilih racun, mencampakan nutrisi penting.
Kadang meninggalkan apa yang disebut rumah, untuk pergi terhadap yang tak peduli.

Siapa yang kamu percaya, selain dirimu sendiri?
atau bahkan terhadap dirimua sendiri pun kau tak percaya?
Lalu siapa yang akan benar-benar bisa kau percaya jika semua orang adalah pengkhianat?

Mind Traveler, cetakan kedua.


Halloooo
Mind Traveler cetak lagi!
Bedanya, ini softcover, jadi harganya lebih hemat, yeay! Rp.68.000
Yang kemarin kehabiasan dan yang masih penasaran, 
bisa langsung pesan ke @langitlangit.yk via Instagram
atau langsung hubungi 0857 7272 4343




Tuesday, October 23, 2018

Sosialis dan Individuality.

"sama siapa?"
"jangan sendirian"
"gak boleh gitu, nanti orang gak suka"
"harus ini itu biar banyak temennya"
"harus baik biar orang baik"
"nanti apa kata orang??"
"jangan sendirian nanti kenapa-napa"
"ajak temennya"
"jangan main sama si itu, si itu blabla"
"besok bareng ya"
"beraninya lo ganggu dia! lo musuhan sama dia, berarti lo musuh kita juga"
"siapa yang berani ganggu salah satu dari kita, bakal kita hajar"
"satu sakit, sakit semua. satu susah, susah semua. satu senang, senang semua"/

Seberapa sering kalian mendengar kalimat yang "mengharuskan" kalian pergi / beraktivitas/ melakukan sesuatu secara bersamaan?
Seberapa sering kalian mendengar kalimat yang "mengharuskan" kalian mengatur sikap agar dapat diterima oleh orang lain?
Seberapa sering kalian memikirikan pandangan orang lain/ mengantungkan hidup terhadap orang lain?
Seberapa sering di alam bawah sadar kalian untuk berani mengemukakan pendapat dan keinginan tanpa takut dibenci/ tidak disukai oleh orang lain?
Seberapa sering kalian berani untuk berbeda menjadi diri sendiri hingga akhirnya dibenci dan diasingkan kelompok?
Seberapa sering kalian berjalan sendiri sendirian dalam "perjalanan" hidup?
Seberapa sering kalian mengenal, menerima, dan nyaman dengan diri sendiri?

Tanpa sadar, secara turun temurun di ajarkan untuk hidup berkelompok, bersikap agar dapat diterima kelompok, berperilaku agar menyenangkan orang lain agar tidak dibenci, bahkan diajarkan memiliki dan menggunakan topeng sesuai kebutuhan sedang berada di  kelompok mana. 

Tanpa sadar, menjadi terlalu asyik menyelami kehidupan berkelompok hingga lupa warna asli diri, hingga lupa "siapa saya", bahkan lupa untuk mengenal dan menerima diri seutuhnya.

Tanpa sadar, mengantungkan keberhargaan diri terhadap seberapa banyak yang menyukai diri, seberapa banyak yang benci, bagaimana pandangan orang (manusia lain), dan bagaimana orang memperlakukan dan mengakui diri ini.

Tanpa sadar, mengantungkan harapan pada manusia lain dalam kelompok, mengantungkan harapan untuk di dukung, dibantu, di bela. Kebersamaan yang pada akhirnya menghasilkan ketidakmandirian dan jiwa-jiwa yang rapuh.

Tanpa sadar, punya kecenderungan cari teman. Baru berani komentar, jika ada orang yang punya komentar yang sama. Baru berani ngomong kalau ada orang yang senasib. Baru berani bergerak saat sudah dapat teman seperjuangan. Semua hal dipendam dalam ketakutan dan baru berani jika ada temannya bahkan mencari teman senasib demi membuat diri kuat.

Tanpa sadar, menjadikan itu semua sebagai strategi untuk survive dalam kehidupan. Baik agar orang baik, menolong agar ditolong, mensuport agar disuport, berteman agar urusan kedepannya mudah. Investasi waktu, tenagam attitude dalam pertemanan, hubungan baik keluarga dan kolega, semata-mata agar dirinya mendapat kemudahan kedepannya (ada yang bantu, ada yang menolong, ada yang bisa diutangin, ada yang backup, dan ini itu lainnya).
--------------------

Karena pola society banyak yang menerapkan konsep hidup seperti itu, maka orang-orang yang tingkat individualitynya tinggi dan menjadi seorang loner, akan dipandang aneh, bahkan menjadi public enemy. Karena yang dianggap tidak sama dan mengacaukan pola yang sudah ada.

Misal, 
Orang pada umumnya makan di luar cari/bareng temen. Saat ada orang makan di restaurat mewah sendirian, pasti dianggap aneh, kasian, gak ada temen, lagi galau, dan segala stigma lainnya. Padahal reality nya, ya dia lagi pengen makan disitu saat itu. kalau ajak orang lain bakal lama lagi. Termasuk saat aktivitas olahraga, kerja, kegiatan sosial, kongkow, dll.

Orang pada umumnya kalau gak suka sama orang lain, diem. Kalaupun berbicara, ya dibelakangnya. gosip sana gosip sini, membangun perspektif orang sesuai keinginannya, menghasut. Saat ada orang yang blak-blak an to the point mengutarakan pendapat dan ketidaksukaannya, maka dianggap nyeleneh, nyebelin, dan berujung dijauhi tidak disukai. 

Orang pada umumnya, menjalin hubungan untuk mempermudah hidupnya, ada tujuan. Saat ada orang asing datang tukus, akan dipertanyakan "maksudnya apa ya? tujuannya apa?" padahal orang dateng ya baik karena baik tulus, gak ada maksud apapun. Jadi terlalu caution (hati-hati) sama orang di luar kelompoknya. Ya bisa bagus bisa buruk sih tergantung sikon.

Seseorang dengan individuality yang tinggi, nyaman menjadi dirinya sendiri dan kadang terkesan egois karena terlalu asertif dan mendahulukan dirinya. Yang justru jadi masalah adalah ketika seseorang memilih menjadi loner, karena banyak orang yang tidak memahami jalan hidup seorang loner, sehingga sering "berbeturan" atau bahkan loner nya yang akhirnya menarik diri.

Tidak ada salah benar, setiap orang memiliki pilihannya masing-masing dengan segala konsekuensinya. Tulisan ini hanya berbagi perspektif dalam observasi.


Friday, July 20, 2018

Identity

Dari lahir, seorang bayi sudah penuh dengan identity. Identity apa agamanya, apa bangsanya, siapa keluarganya, keturunan siapa, siapa namanya, apa harapan terhadapnya, apa budaya nya, apa suku nya, apa zodiaknya, apa birthchartnya, apa streotype dr setiap identity yg melekat termasuk apa jenis kelaminnya dan persepsi society thdp jenis kelaminnya (semacam perempuan. Berarti pink, lemah lembut, lemah, dll). 

Saat tumbuh, identity pada seorang manusia semakin bertambah. Identity sekolah dimana, alumni mana, jurusan sma nya, kuliahnya, gelar nya, ip nya, siapa teman2nya, siapa pasangannya, apa pekerjaannya, dan identity2 yang tertanam secara sosial, pandangan society, yang ditanamkam oleh orang lain, apa idealismenya, termasuk yang dicari dan di tambahkan sendiri. 


Permasalahannya, apakah identity2 yg melekat itu sesuai dengan realita? Apakah identity2 yg melekat itu membuat diri lebih ringan dan terbang bebas atau malah memperberat langkah dan jauh dari kenyataan yg hanya membuat diri tak berkembang sebagaimana mestinya? 


Semakin tumbuh, semakin banyak lingkungan yg disinggahi, semakin banyak jenis orang yg ditemui, semakin banyak realita hidup yg dialami, sadar tak sadar membentuk ulang identity. Ada identity2 yg akhirnya dilepas, ada yg akhirnya dicari dan ditemukan. Sampai akhirnya menemukan identity yang paling mendekati dengan realita aslinya. 


Cara sederhana mendapat identity asli ya dengan menantang/nge push diri sendiri sampai batas limit, nanti bakal nemuin “ternyata gw bisa, lha ternyata gw gagal”, cek ulang tuh identity nya sesuai gak dgn realita, kalo gak sesuai ya ganti. Misal, awalnya mengidentified diri lemah, pas nyobain sampe limit mau mati taunya diri bisa, berarti identity lemah di ganti dengan identity baru, yaitu kuat. Cara lainnya dengan pergi jauh ke tempat asing yg berbeda dr lingkungan sehari2, observasi, lalu merenung, biasanya jd bs melihat secara clear. Contoh, di lingkungan sehari2 nikah itu umur 24-28. Kalo diatas 28 dianggap tua. Di lingkungan baru, gak ada budaya ttg target umur nikah. Trs direnungi knp bs beda, jd sbenernya esensi nikah itu apa, dasarnya krn apa, untuk apa, sampai akhirnya menemukan identity ttg pernikahan itu sendiri yg cocok dengan realita bukan yg cocok dgn pandangan budaya. Cara lainnya dengan mengenali dan meng explore diri sendiri. Misal, perempuan identik dgn lemah lembut, gak olahraga tinju. Realitanya diri punya energi berlebih dan butuh aktivitas fisik untuk me manage emosi, yg akhirnya perlu disalurkan lewat aktivitas fisik tinju krn paling efisien. Nah identity perempuan tidak main tinju ini jd terpatahkan, karena realitanya ya kata siapa perempuan gak boleh main tinju?Sama2 punya fisik, badan, dan bbrp punya level energi yg berlebih. Dan knp tinju identik dgn laki2? Kalo mau dihubungkan dgn identity lain (identity agama misalnya) ya ajuin pertanyaan memang latihan tinju dilarang? Ya intinya diulik2 sampe jd nemuin sendiri dalam level awareness yg lebih baik. 


Semakin banyak identity yg dipegang, semakin banyak pula terikat dgn banyak aturan, norma, kelompok, nilai, dan segala hal nya. Ya gak ada yg salah, hanya kadang ada identity yg gak sesuai dengan realita alias sudah tidak relevan. Semacam saat SD punya identity berkarya agar bisa beli mainan. Lalu terbawa hingga usia 30. Pdhl secara kemampuan, sudah bs lebih dari sekedar bisa beli mainan, alias bs di improve dan mencari identity baru. Misalnya identity sebagai creativepreneurs. Atau identity muslim wajib berjihad lalu gak dikaji ulang dengan realita asli (bentuk jihad nya) tiba2 jd nge bom bunuh diri dgn alasan jihad. Realita kan jihad gak hrs nge bom kan?


Semakin banyak identity yg lepas dan di lepas, semakin ringan jg langkah diri, lebih dinamis, bisa berubah2 dan beradaptasi dgn mudah. Semudah bergaul dgn orang solat ya solat, bergaul dgn pembunuh ya jd pembunuh, identity nya dilepas dan diubah2 menyesuaikan keadaan yg menguntungkan dirinya untuk survive di suatu lingkungan. Ini cerdas namun bahaya. Kenapa bahaya? Karena tidak terikat apapun dan ujung2nya merugikan orang2 sekitar. Saat tidak punya identity yg sesuai realita, sebenarnya orang sedang hidup dalam dunia nya sendiri dan lost. Dan tanpa sadar (atau sadar) ia mengidentified orang lain sebagai identity nya. 



Thursday, April 12, 2018

Sosial Media

Sosial media.
Orang sibuk menampilkan segala hal-hal baik dalam hidupnya. Yang entah benaran sebahagia itu atau memang ikut2an share hal2 yang dianggap positif. Semua tampak serupa, sejenis, dan membosankan (dan tulisan2 ini, mungkin untuk sebagian orang pun membosankan).

Di FB,
Yang jualan sibuk jualan, yang pamer kehidupan sehari2 layaknya artis pun sibuk sendiri, yang ceramah sibuk ceramah meski yang paham akan biasa aja dan yang sudah nyinyir duluan tetap akan nyinyir. yang monolog macem gw pun monolog aja tanpa peduli ada yg baca/tidak. Juat share dan gak peduli respon orang banyak yg suka/tidak. Meski pada dunia nyatanya, banyak orang yang akhirnya mempersepsi secara parsial hanya dari postingan dan menutup hati dan pikirannya untuk benaran kenal, dan ini malah jadi filter tersendiri, karena kapasitas orang jadi keliatan.

Dan postingan2 orang direspon oleh orang2 yg meresponnya, jadi semacam saling merespon yang terlihat saja circle di dunia maya nya siapa saja, di dunia nyatanya belum tentu benaran berteman/ se akrab itu. Like jadi tolak ukur dirinya banyak disukai, diapresiasi, didukung. Kenyataannya, banyak alasan. Entah orang benaran suka, kasian, ada kepentingan lain, atau ikut2an karena banyak yang like. 

Di IG,
Sama aja kaya fb cuma lebih private dan yg di sharing lebih detail. Gak jauh dari daily life, reportase liburan, kesibukan kerja, dan postingan2 yang sudah sangat difilter dan disadari akan membentuk image dirinya di mata viewers seperti apa. Semua serba dikurasi, di filiter. Lagi2 lama2 sangat membosankan.

Kadang banyak pula yang norak (maaf dengan pilihan katanya). 
Saking ingin dinilai baik, keren, wah, semua dogma sosial digunakan. Semacam ada yang pergi ke luar negeri, tetangganya/ keluarganya ikutan sharing. Padahal yg pergi bukan dirinya, mungkin terlalu bangga jadi begitu. Dipikir2, apa pentingnya ya mengumumkan kenalannya lagi jalan2 ke luar negeri/ orang hebat/ sedang melakukan hal yg dianggap wah. Dogma orang sukses adalah yan ini itu, maka ini itu yang ditampilkan. Bahkan banyak pula yang insecure belum menikah dan menjadikan sosial medianya sebagai media promosi dengan menampilakn "kualitas" dirinya. Dengan tampilan mapan, cantik/ganteng, jago masak, jago merawat fisik, dll.

Sosial media, dunia maya lambat laun sangat membosankan. Semua isinya seragam, sejenis. Orang2 banyak yang sangat aware bagaimana orang akan menilai dirinya lewat sosial media, sehingga semua tampilan ditampilkan sebaik mungkin. Sayangnya, ada orang2 yg bisa melihat motivasi orang yang sebenarnya, orang2 yg extreamly observant, sensitif, dan tau aja motivasi asli orang. 

Sosial media (banyak digunakan) sebagai proyeksi sisi postif kehidupan, karena yang ditampilakan hanya yg baik2 saja. Sehingga orang hanya mengkonsumsi hal2 baik. Kebayang gak dampaknya apa? Orang jadi terbiasa melihat sesuatu/ segala hal secara parsial (dari sudut pandang positifinya saja). Dan hal itu malah berakhir kurang baik. Semacam orang nikah yg di share kemesraan menikah. Orang akan mempersepsi bahwa nikah itu bahagia. Padahal kenyataanya tidak. Saat ia mengalami sendiri, terjadi konflik, langsung stress karena tidak sesuai dengan persepsinya. Dan polanya terjadi di bidang2 lainnya. Dari segi pendidikan mislanya, orang sharing foto wisuda, yg like banyak. Pas lg misuh2 gak ada yg like krn dianggap negatif. Padahal 2 hal itu nyata, dialami semua orang dan sekolah memang tak hanya merasakan bahagia wisuda saja namun ada susah2nya juga. Namun kenyataannya, orang lebih senang dengan kabar gembira.

Yang buruk2, jelek, segala kegagalan, pengalaman pahit, trauma, semuanya di keep rapat karena dianggap aib. Padahal itu semua dengan komposisi info yg tepat, bisa di share sebagai ajang untuk saling belajar. Belajar tentang kehidupan dan belajar melihat truth bahwa hidup itu ada pahit buruknya juga. 

Giliran orang ngebuka segala truth, awareness, ditangkap sebagai hal2 yg berbau negatif alias dianggap bukan info/ kabar menyenangkan, orang sibuk tutup mata dan telingga. Gak mau menerima kalau itu hal nyata yg ada.

Lama2 gak paham, kenapa orang lebih senang hal baik, positif, berita gembira dikala mereka pun paham hidup tidak seringan itu dan hanya berisikan sisi2 terang saja. Bagaimana mungkin pohon bisa tumbuh tinggi menjulang ke langit, jika akarnya tidak terus menacap di tanah yang gelap. Sesusah itukah menerima kenyataan bahwa semua hal ada sisi terang dan gelapnya? Sesusah itu kah untuk mengedalikan hal2 terang untuk semakin silau hingga yang melihatnya malah kebakar jadi buta malah berakhir gak bisa liat gelap terang.

Sunday, March 18, 2018

Khutbah Nikah #1 - Tanggung Jawab


"Kamu gak punya tanggung jawab terhadap ayah, ibu, mertua, suami. Begitupun sebaliknya, kamu gak punya tanggung jawab terhadap ayah, ibu, mertua, dan istri. Kalian hanya punya tanggung jawab terhadap Allah." - Khutbah Nikah di akad tadi pagi.

Lalu ku nangis. Udah mah setiap akad nikah selalu bikin haru, ditambah khutbahnya yang bikin mikir dan menyadari banyak hal.

Jadi mikir, seorang ayah bertanggung jawab terhadap keluarga dengan memberi nafkah serta menjalani fungsinya, semata-mata untuk mempertanggungjawabkan hidupnya terhadap yang menciptakannya. Begitupun dengan anak yang berbakri, istri yang solehah, tentannga yang baik, teman yang soleh, semuanya tidak memiliki tanggung jawab terhadap manusia lain. Masing-masing manusia hanya punya tanggung jawab terhadap Tuhannya dengan menjalankan kewajiban dan menjauhi larangan-Nya.

Semua manusia yang pernah hadir dan bersinggungan dalam hidup, hanya sebagai ujian, cobaan, tempat belajar, mengajari, dan media dalam mempertanggungjawabkan diri terhadap Tuhan.

Pada akhirnya, kita akan kembali dalam kesendirian, sendiri. Sendiri dalam kubur, sendiri dalam mempertanggungjawabkan semuanya tanpa siapapun.


Bandung, 17 Maret 2018

Khutbah Nikah #2

Masih blm bs move on dr khutbah nikah td pagi. Singkat tp deep. Bagus bgt.
Sering denger bahasan hubungan anak terhadap orang tua. Nah td bahas hubungan seseorang terhadap adik/kakak (jarang bgt denger bahasan ini). Intinya, saat mau nikah, selain sama ayah ibu, perlu minta restu sama adik/kakak juga. Dan itu sama2 penting. Dan jangan jadikan kehidupan setelah menikah sebagai perlombaan.

Terus kepikiran banyak hal.
1. Perhatiin deh, berapa banyak orang ngebet nikah yang gak mikirin perasaan saudaranya sendiri? Alias cm minta izin ke ortu trs udah aja harus terlaksana secepat mungkin. Gak mikirin keadaan adik/kakaknya lg gimana, gak mikirin apa saudara kandungnya sudah ridho? Ya namanya sodara kandung pasti seneng saudaranya nikah, cm dlm situasi tertentu hal itu jadi menyedihkan apalagi kalo landasannya hanya mementingkan kebahagian diri sendiri. Yg diamati sejauh ini, biasanya laki2 kalo udah pengen nikah, gak bisa ditawar apapun alias harus terlaksana as soon as possible. Beda sama perempuan, lebih banyak pertimbangan dan mikirin orang lain (mikirin apakah ayah ibu nya sudah ikhlas melepas?, apakah adik/kakaknya sudah ikhlas melepas dan jadi “sendirian”?, apakah semuanya telah ridho? dll. Karena ikhlas dan ridho pun butuh prosss dan waktu. Gak bisa maksain diri “ya kalian ridho lah” di detik itu.

Ada yg dilangkahi adiknya nikah. Adiknya baru lulus SMA tp ngebet nikah. Sampe kakaknya ngomong “lo jangan nikah kalo cuma pengen pacaran islami!”. Sedih pasti tiba2 ditinggal saudara nikah apalagi dengan alasan yg belum terlalu matang.
Ada jg yg dilangkahi adiknya tanpa warning apapun, tiba2 mau nikah aja, ga liat keadaan (psikis, fisik, dan materi) ortunya, ga liat keadaan saudaranya lg gmn. Yg dipikirinnya cuma hajat dirinya aja dengan alasan “niat baik jangan ditunda”. Gak mikir, apa ortunya ada biaya? Krn yg namanya ortu pasti pengen berpartisipasi saat anaknya nikah. Gak bs asal jawab “ya nikah di KUA aja dulu”. Pd akhirnya setelah nikah belum2 punya anak pdhl subur, mungkin disitu ada ridho adik/kakak nya yg belum didapat alias masih ketahan. Atau ketahan ridho nya justru sama orang lain, orang yg pernah sakit hati.
Jadi mikir aja, berarti saat nikah minta ridho orang tua, adik/kakak, saudara, dsb nya itu penting. Penting untuk kelancaran hari H dan setelahnya. (*jd notes buat diri sendiri jg).

2. Suka merhatiin orang2 yg berumah tangga dan punya anak ga? Berapa banyak orang yang suka pamer kebahagiaan saat hamil? Berapa banyak ibu2/bapak2 yg suka banggain anaknya sampe seolah2 berlomba2 anaknya yg terbaik? Berapa sering ngeliat orang lagi ngebangain cara mendidik anak? 
Kadang mikir, ini mereka beneran lagi sharing kebahagian dan pengalaman mendidik, atau emang lagi pamer ya? Pamer “gw lebih bener ngedidik dan anak2 gw lebih berhasil”.

3. Perhatiin deh perbedaan keluarga kecil (2 anak) dengan keluarga besar (yg anaknya diatas 10). Keluarga besar cenderung kompetitif dengan siapa lebih baik, siapa lebih berhasil, siapa lebih ini itu lainnya. Entah apa fungsinya dan entah apa dasarnya sampai terbentuk mindset dan sikap seperti itu. Tapi mereka semeng banget mgebangain anaknya masing2, ngebangain cara mendidik anaknya, ngebangain kehatmobisan keluarganya, dsb nya. 
Beda sama keluarga kecil yg cm 2 anak. Anak2nya cenderung saling melindungi, menguatkan, gak ada istilah berkompetisi antar sodara. 
Kalo merhatiin dan ngeliat gakta2 yg terjadi, suka mikir, kenapa ya? Kenapa bs gt? Knp keluarga yg anaknya lebih dikit cenderung lebih solid?

Bandung, 17 Maret 2018

Tuesday, February 13, 2018

Insecurity

Insecure, perasaan tidak aman.
Semua orang pasti pernah merasakan perasaan insecure, dalam waktu yang lama maupun beberapa saat. Rasa tidak aman terhadap pekerjaan, uang, hubungan, diri sendiri, pendidikan, kehidupan, pendapatan, dan banyak hal lainnya. Hidup dalam insecurity membuat seseorang beajar untuk menaklukan insecuritynya, entah dengan meningkatkan kapasitas diri, mengejar apa yang dianggapnya gak secure, atau malah memanipulasi diri seolah-olah tidak punya rasa insecure terhadap apapun. Setiap orang punya caranya sendiri untuk menghadlle hal itu baik secara sadar maupun tidak.

Yang jadi pertanyaan, dari mana rasa insecure muncul?
kenapa orang bisa sampe ke tahap merasakan insecure terhadap sesuatu?
iman yang kurang kah? dogma sosial yang terlalu kuat kah? tingkat kepercayaan diri yang terlalu rendah? belief yang salah kah? kurang sykur kah? ke khawatiran yang terlalu tinggi? atau apa?

Sharing aja, 
sering insecure urusan pekerjaan dan pendapatan padahal punya pekerjaan dan so far kebutuhan terpenuhi-terpenuhi aja. Tapi gak pernah sekalipun insecure urusan jodoh meski gak ada yg deket dan belum ada tanda-tanda ketemu dan nikah kapan. Pas diulik-ulik kenapa bisa begitu, dari mana rasa insecure itu muncul. Ternyata dari dogma society, dogma kalo umur segini harusnya udah sampe tahapan pekerjaan seperti itu dengan penghasilan seperti itu ditambah tingkat kepercayaan diri lagi gak okey, jadilah timbul insecure dan malah bikin "berantakan", lama maju, dan ribet. Saat melepaskan dogma sosial dikit-dikit, jadi lebih bisa melihat jernih, semuanya baik-baik aja, dan keadaan itu malah nge boost energy untuk lebih nge achieve banyak hal. Kalau tentang jodoh gak pernah insecure, kalo kata temen karena kepedean. Nah ini gatau deh, karena punya keyakinan yang luar bisa tinggi kalau bakal dapet jodoh yang dimau dan pasti dapet, hahaha. iya ya kepedean berarti namanya. Pede kalo diri pantes dapet jodoh se perfect imajinasi dan keinginan. gatau deha rasa pede itu muncul dari mana, yg pasti urusan jodoh dari dulu sampe sekarang gak pernah insecure.

Suka merenung ga?
merasakan diri sendiri, merasakan emosi diri, merasakan ketakutan-ketakutan,
menerima kekurangan diri? 
Hal sepele dan penting. Semakin bisa menerima diri - tau emosi dan ketakutan diri,
semakin cepat deal sama keadaan dan insecurity. 

kalo lagi insecure, jangan lama-lama ya...
you are worth it, take it easy.

Thursday, February 8, 2018

Loose Weight Journey

Transformation. ya kira2 begitulah, jarang foto2. yang pasti tiap hari setiap pagi dan mau tidur
selalu nimbang berat badan. cuma mau dimasukin banyak banget ratusan foto timbangannya hahaha


Ceritanya, Berat badan terus-terusan naik sampe nyentuh 68 Kg (Terberat). Biasanya gak pernah nyentuh angka 60 kg. Apalagi dulu pernah 48kg badan enak banget. Karena terus-terusan naik jadi yaudah aja cuek padahal ortu, adik, temen udah bawel banget nyuruh kurusin badan. Sampe di momen, ngerasa sakit ini itu, cek ke dokter dikira ini itu, taunya fatty liver, terus hormon kacau, pola tidur berantakan, muka kucel jerawatan, kacau banget lah keadaan fisik saat itu sampe ngaruh ke otak dan psikis karena ya saling nyambung gt. Yang ngikutin proses diet selama satu tahun di instagram, pahamlah ya gimana-gimananya. Intinya di dalam badan yang sehat terdapat jiwa yang sehat dan otak yang cemerlang. hahaha. 

Pertama, menganalisa penyebab gendut. Ternyata kurang tidur, sering begadang, dan gak tidur malem. Itu berhasil bikin perut laper terus, mood kacau yang larinya ke makan, ada hormon2 yg gak keproduksi, metabolisme lambat, dan sistem di tubuh kacau. Akhirnya benerin pola tidur (tidur sebelum jam 11 malem perhari). Alhasil badan dan mood mulai stabil, lumayan enak, nafsu makan jg lebih terkontrol. Setelah itu benerin pola makan dengan eat clean (makanan sehat, organik, fresh, raw. alias rebus2an, mentah, sayuran, buah, protein) diiringi olahraga untuk naikin metabolisme. Yaudah deh jadi lifestyle sampe kalo makan makanan aneh (nasi gorengan) baan gak nerima, kalo gak olahraga badan malah pegel2.

Intinya, gak pake metode apapun, balikin lagi aja semuanya ke seharusnya secara natural. Dengerin badan sendiri butuh apa, perlu apa, dll. Jadi metode yg saya lakukan adalah secara intuitif gak ngikutin metode2 diet yg udah ada. Kalo badan pengen makan manis, ya makan. kalo badn pengen gerak ya gerak sampe badan bilang udah. kalo badan butuh tidur ya tidur. sesederhana itu. Yang perlu dicermati adalah denger kebutuhan badan baik2, maka akan tau mana kebutuhan mana nafsu dan bisa membedakannya. Listen to your body dan lakukan secara intuitif. Satu hal penting, lakukan secara konsisten, pelan2 tapi stabil dan grafiknya terus berprogress baik. Sebulan 2 kg yaudah pertahanin itu sampai goal tercapai, 2 kg/ bulan.

Yang dirasain setelah badan kembali normal (idealnya 48-52kg). Itu tuh enak banget. gerak jadi lebih ringan, gesit, muka cerah bersih meski gak pake skincare, haid ancar gak sakit2 lebay, pola tidur stabil bener, lebih produktif, lebih positif, dan enak aja. Yuks jaga kesehatan badan dan menjadi wellbeing, karena itu salah satu cara mensyukuri pemberian Tuhan, menyayangi diri sendiri, dan investasi untuk masa depan thdp anak keturunan (ya biar nanti kalo punya anak, bisa ngurus, gak sakit2an dikala anak masih kecil, atau ngerepotin anak krn sakit parah).