Monday, May 26, 2014

Emansipasi Perempun?


Barusan, siang, saya ke SD dekat kosan untuk jajan, jatuhlah pilihan pada seblak, diantara para pedagang laki-laki, penjual seblak ini seorang perempuan, seorang ibu. Tiba-tiba hati tersentuh kesal, “Kemana sih para lelaki nya?? ngebiarin perempuannya jualan panas-panas dengan satu porsi seblak yang banyak itu seharga 2000-3000, yang tandanya keuntungannya sangatlah minim.”

Saya yakin, para perempuan yang bekerja dibawah teriknya matahri, menggunakan tenaganya untuk menopang benda-benda berat, di tengah kota, di tengah mesin-mesin, di tengah pengeboran tambang, ditengah sungai sambil mengendong anaknya, mereka perempuan yang bekerja mencari nafkah, untuk makan, bayar kontrakan dan berusaha menyekolahkan anaknya di sebuah sekolah negeri yang masih ramah biaya dan subsidi terhadap mereka. Mereka bukan perempuan yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan sekunder, tersier, bahkan bukan pengejar harta tahta karir. 

Dear para lelaki, memang masa sekarang emansipasi wanita berkoar-koar dimana-mana. Bukan berarti kerja keras kalian bisa kendor, bukan berarti kalian bisa menaruh harapan pada perempuan kalian untuk bisa membantu kalian, dan bukan berarti kalian bisa mengantungkan diri pada mereka. Lakukan yang terbaik, bekerja cerdas dan keras, jangan kasih kendor semangatmu, berusaha semaksimal mungkin agar para perempuanmu tidak ikut terjun mencari nafkah, meski dalam sikon tertentu hal itu bisa terjadi, anggaplah mereka membantu bukan untuk membagi tugas nafkah, dan yang namanya membantu tidak selamanya bukan?

Untuk anak yang memiliki ibu yang bekerja, lihatlah ibu kalian yang sudah susah payah mengandung, melahirkan, menyusui, mengurus, menjaga bahkan mencari nafkah untuk kalian. 

Sebagai seorang anak perempuan yang tumbuh dari orang tua yang dua-duanya bekerja, kadang saya kasihan lihat ibu yang sudah bangun dari jam 3 pagi, tahajud, beberes, masak, jam 6 pagi sudah berangkat kerja, pulang ke rumah malam, weekend istirahat membuat saya dan adik laki-laki tidak pernah sembarangan pake uang orang tua, dan bertanggung jawab terhadap hidup masing- masing. Sebagai seseorang dengan keluarga besar yang hampir semua perempuannya bekerja, entah untuk kemandirian, membantu nafkah keluarganya, atau bahkan mengeluarkan potensi diri untuk karir, dan motivasi-motivasi lainnya. Ada kalanya disuatu masa, saya melihat kesenjangan. Para perempuan single yang mandiri kadang enggan ikut suaminya keluar kota karena tidak ingin melepas pekerjaannya. Para perempuan yang berbagi tugas nafkah dalam keluarga, kadang terlalu cape hingga timbul percecokan. Para perempuan yang bekerja mengejar ambisi, kadang harus merelakan hal-hal lain dalam hidupnya hilang. Hal-hal ini yang bikin saya lebih memilih untuk jadi ibu yang mengurus anak dan bekerja fleksible dalam usaha sendiri untuk mengembangkan diri dan biar punya tabungan sendiri untuk digunakan dalam beberapa sikon tertentu. Perempuan mandiri itu wajib, tapi jangan mau "dijajah" laki-laki atas nama emansipasi dan “alasan” desakan hidup, apalagi kalau cuma mengejar karir, tahta, harta :p

Ya sebenernya ini sih tergantung deal-deal an suami istri dan situasu kondisinya.

Friday, May 23, 2014

Sudut Pandang Muto dalam Film GODZILLA



Film godzilla ini, kalo dipikir-pikir aneh deh...

ceritanya kan cuma 2 buah muto (betina dan jantan) yang hidup kembali dan ingin berkembangbiak bagaimana normalnya makhluk hidup. cm mereka berada di waktu dimana alam sudah berubah menjadi kota dengan padatnya manusia.

krn keadaan tersebut, maka hasrat 2 muto ini dianggap menganggu. nah trs 2 muto ini di bunuh ma godzilla (yg notabene nya satu ras yg tumbuh dalam masa yg sama dgn muto). trs godzillanya dianggap penyelamat kota. hmmm....

(contoh kecilnya) ibaratnya di dunia species manusia cm tinggal 2, yaitu satu perempuan dan satu pria. sebagai makhluk hidup kan dibekali basic instinc dan hasrat untuk mempertahankan diri, salah satunya dengan berkembang biak (ini udh hukumnya lah). Terus tempat 2 orang manusia ini berkembang biak ternyata udah berubah, dipenuhi makhluk lain, misalnya triliunan semut di kamar utuk mereka kawin (dan kamar ini satu-satunya tempat buat berkembang biak, misal), nah manusia ini kan pasti ngusirin si semut2 yg memenuhi kasur dan kamarnya, eh tiba2 ada 1 spesies kingkong (misalnya, krn dna nya dianggap dekat dgn manusia), ngebunuh dua manusia ini karena dianggap menganggu kehidupan semut2 yg bersarang di tmp manusia kawin, trs si gorilla dianggap penyelamat oleh semut2 padahal belum tentu juga niat singorula bantuin semut2. haha
*contoh kasarnya sih hehe....

saya jadi mikir...
1. kadang ada hal2 yg gak salah tp entah dr propaganda mana hal tsb (dlm kasus ini si muto) dibuat dlm sudut pandang sebuah "sebab" kesalahan, pdhl secara objektif mrk justru yg jd korbannya. dan anehnya ada hal lain yang gak ada hubungannya justru menjadi pahlawan untuk sebagian lainnya. padahal masalah sebenernya cm karena alam dan waktu ini berubah dan mereka berada dalam sikon yg udh ga sesuai.

2. ya memang setiap hal pasti memperjuangkan dalam mempertahankan diri dan hal2 lainnya (dalam film ini ttg muto yg ingin berkembang biak, ayah yg ingin kumpul dgn keluarganya, para peneliti yg menjawab rasa penasarannya, para tentata yg pengen negara aman, dll) hanya saja adaptasi dalam sikon menjadi prioritas utama dalam tindakan, salah salah yang awalnya korban malah jadi kambing hitam (pesan impulsif yg saya dapat).

3. alam semesta ini memiliki keseimbangannya sendiri, kadang dalam hal sulit yg perlu kita lakukan adalah sabar, biar waktu yang mejawab dan memulihlan keadaan dengan sendirinya.

Wednesday, May 14, 2014

Di Penghujung Senja.

MEI. Bulan yang menjadi batas awal dimana saya harus preview 1 demi bisa wisuda oktober, nyatanya sampai detik ini masih dilanda kebingungan dan ketidakyakinan dengan apa yang semestinya harus sudah setengah jalan, ya thesis.

Suatu ketika sangat ketakutan untuk bimbingan karena merasa masih goyah, lalu menguatkan mental bertemu pembimbing dan mengobrol. Beruntunglah saya mendapati pembimbing yang tidak memberikan tekanan tuntutan akan waktu yang secepat mungkin. Lalu sampai pada sebuah percakapan dimana dosen bertanya “ini masalah yang kamu angkat apa?” dan saya pun terdiam sesaat lalu berbicara apa yang sedari dulu dipikirkan tanpa saring “saya juga gatau pak, makin saya pikirkan makin saya mempertanyakan sepenting apa ini untuk diteliti? sebermanfaat apa ini untuk orang banyak? se-urgent apa ini untuk diselesaikan? dan saya pun menyesal saya s2”. Entah apa yang dipikirkan sang dosen tentang saya yang semi curhat, bimbingan itu pun selesai dengan segudang kebingungan.

Bimbingan selanjutnya mendapati secercah harapan dan saya merasa pas dengan dosen pembimbing meski ada teman bilang “gong bgt lo ti dpt dia, calon-calon tak terarah”. Sejauh ini ya cukup berada dalam frekuensi yang sama. Saya tidak bermasalah dengan pembimbing ataupun waktu (karena gak ngejar satu smester kelar layaknya s1 dengan cumlaude), yang jadi masalah justru diri saya sendiri. Kenapa makin dipikirkan secara mendalam si thesis ini, justru semakin banyak pertanyaan yang muncul diluar batas akademis secara teknis, yaitu pertanyaan-pertanyaan akan realita kehidupan, keberadaan, kebermanfaatan, refleksi diri, dan apa benar langkah yang telah saya ambil (s2 maksudnya). ? Dan ada sedikit drama dikala flash disk isi data thesis slang dikala velum di backup ke laptop/hardisk eksternal.

Menoreh kebelakang, apa yang menjadi motivasi melanjutkan kuliah adalah:
1. ingin jadi dosen, pengajar. sekian. 
Nyatanya: jangankan apply ke univ-univ lain yang entah kenapa belum dapat dengan alasa-alasan aneh, portofolio dan surat lamaran saya hilanglah, ini lah itu lah. Bahkan untuk jadi asisten dosen di studio almamater s2 saya pun ya lempar sana sini. Padahal secara akademik saya mampu, secara pengalam pernah jadi asisten dosen waktu s1, segala hubungan baik, punya passion mengajar, ya mungkin secara personal sekilas fisik saya tampak judes dan saya tidak punya backingan siapa-siapa. Hal ini (sempat) berhasil menjatuhkan semangat saya untuk menyelesaikan sekolah.

Yang dikejar (jd pengajar) malah ilang-ilangan belum dapet-dapet, yang gak dikejar (kerjaan) malah datang terus menerus tanpa disanga-sangka. Gatau deh kedepannya gimana, bener-bener gatau apa yang akan terjadi meski ada planning abcd, ambisi yg terisi penuh, keyakinan selalu melimpah. Wuallahualam bishawab.

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)
“Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (QS. Al imran:159) 
"Barangsiapa menempuh suatu jalan yang padanya dia mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan dia menempuh jalan dari jalan-jalan (menuju) jannah, dan sesungguhnya para malaikat benar-benar akan meletakkan sayap-sayapnya untuk penuntut ilmu, dan sesungguhnya seorang penuntut ilmu akan dimintakan ampun untuknya oleh makhluk-makhluk Allah yang di langit dan yang di bumi, sampai ikan yang ada di tengah lautan pun memintakan ampun untuknya. Dan sesungguhnya keutamaan seorang yang berilmu atas seorang yang ahli ibadah adalah seperti keutamaan bulan pada malam purnama atas seluruh bintang, dan sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi, dan para Nabi tidaklah mewariskan dinar ataupun dirham, akan tetapi mereka hanyalah mewariskan ilmu, maka barangsiapa yang mengambilnya maka sungguh dia telah mengambil bagian yang sangat banyak." (HR. Abu Dawud no.3641, At-Tirmidziy no.2683, dan isnadnya hasan, lihat Jaami'ul Ushuul 8/6)


self reminder. BISMILLAH! SEMANGAAAT.