Sunday, November 11, 2012

The Joneses - Cuplikan gaya hidup akan konsumerisme masa kini

Tadi sore saya yang seharusnya nonton 3-4 Ross Kemp On Gangs - East Timor yang kemudian dibuat analisisnya untuk salah satu tugas kuliah, malah googling-googling dan menemukan film The Joneses (2009). Saya akan menceritakan sinopsis dan pandangan dari sudut pandang budaya dan humanisme.

picture form google image with keyword the joneses, sorry i forgot that web.

Film ini menceritakan sebuah keluarga yang terdiri dari ayah (stave) ibu (kate), 1 anak perempuan (jane) dan 1 anak laki-laki (mike) pindah ke sebuah komplek perumahan mewah, mereka memiliki segala barang mewah dan keluarga yang ideal. Mereka tersebut merupakan marketing dalam skenario kehidupan dan memasarkan segala produk dengan membaur dan memperlihatkan gaya hidup yang dianggap "ideal".  Interaksi-interaksi sosial pun dilakukan baik terhadap tetangga, teman-teman sekolanya, kolega sang ayah hingga teman-teman sang ibu. Dengan dasar manusia yang ingin berbaur dan memiliki rasa iri, maka strategi mereka dalam meningkatkan penjualan berhasil, orang-orang dalam lingkungan mereka berubah menjadi sama gaya hidupnya dan menjadi sangat konsumtif. Hingga suatu ketika ada seorang tetangganya mengadakan pesta dan semua perabot hingga makanannya sama persis seperti yang ada di keluarga jones. Tetangganya tersebut membeli semua barang demi mendapati kehidupan yg dianggap "ideal" termakan akan gaya hidup the joneses hingga  keesokan harinya setelah pesta, sang istri menemukan banyaknya tumpukan tagihan kartu kredit di ruang kerja suaminya dan menemukan suaminya mati bunuh diri dengan cara menenggelamkan diri di dasar kolam. Lalu steve jones merasa bersalah atas kejadian tersebut, dimana pekerjaan memasarkan barang membuat orang konsumtif hingga mengakibatkan nyawa melayang sehingga dia mengaku kepada polusi dan resign dari pekerjaannya. Garis besar ceritanya seperti itu walopun memang ada sisipan romance antara steve-kate, disorientasi seksual mick, serta jane yang senang dengan pria yang lebih tua.

*ulasan dibawah ini, saya bikin 2 hari setelah nonton, jadi ga sesemangat pikiran setelah nonton.

Dalam dunia kapitalis seperti saat ini, manusia tidak dipandang secara personal melainkan sebagai objek, objek target pasar bagi para produsen dalam mencari keuntungan melalui produk. Produk bukan lagi sebagai pemenuhan kebutuhan melainkan pemenuhan akan gaya hidup, sehingga kita berada dalam masa konsumerisme dimana kita dikendalikan oleh produk. Dalam alur dimana para marketing terselubung tersebut memasarkan produknya dengan membaur dengan masyarakat memanfaatkan sifat iri manusia yang ingin sama, menyamai, menandinggi maupun melebihi, mereka berhasil, membuat para tetangganya merasa ketinggalan zaman dengan prduk-produk yang digunakannya dan membelinya. Disini ada peran desainer, ya itu kita bahas lain waktu. Keluarga ideal yang keluarga jones tampilkan memberikan persepsi bahwa untuk menjadi seperti itu perlu rumah bagus, mobil mewah, iniitu segalanya. Manusia terus berkonsumsi tanpa mengendalikan nafsu dalam hatinya dan mendengarkan pikirannya akan butu tidaknya.

Sistem tukar yang semakin mempermudah orang untuk memiliki barang tanpa harus memiliki uangnya dahulu dengan hanya gesekan benda tipis seperti kartu nama yang berhubungan dengan bank, dan terbukanya dunia teknologi yang memberikan informasi secara transparant tanpa mengenal batas wilayah dan waktu, maka hal tersebut mempermudah manusia dalam proses konsumsi produk. istri tetangganya memilih berbagai produk yang sama dengan keluarga jones dan saat dilihat totalnya sangat membekak, sempat ragu, lalu suaminya membolehkannya demi membuat istrinya bahagia dan terming-iming persepsi ideal. Walaupun dia tahu tagihan-tagihan sebelumnya tidak bisa dibayar dan rumahnya akan disita dalam waktu 6 bulan jika tidak dilunasi. Dan keesokan harinya setelah mereka "pamer" produk-produk yang dimilikinya dalam sebuah rangkaian gathering, sang suami tewas, stress tidak bisa membayar tagihan kartu kredit. Betapa jahatnya sistem tukar saat ini, dengan segala penyangkala "harusnya manusia yang mengendalikannya, jangan salahkan sistem" ya benar memang, sistem tersebut sudah membaca sifat dasar manusia bagaimana manusia berfikir, merasakan, bertindak. Lagi-lagi manusia hanya sebagai objek, objek penelitian untuk membuat sistem yang menjadikan manusia itu sendiri sebagai target (objek). Apakah dalam kasusu tersebut manusia dilihat secara personal? sebagai pria beristri, tulang punggung keluarga, memiliki perasaan, disaat dia meninggal bagaimana nasib psikis dan masa depan istrinya? bagaimana trauma akan membentuk manusia setelah itu? jawabannya adalah tidak. kita hanya sebagai objek dalam sebuah permainan.

Manusia memiliki perasaan dan pikiran yang bilang salah dan benar, hanya saja kebenaran dan keburukan menjadi samar dan abu-abu. Disaat ingin melakukan hal benar mengkonsumsi sesuai kebutuhan, maka ada kosekuensi dimana ia tidak bisa masuk kedalam ruang sosial tertentu bahkan ruang sosial lingkungan sekitar sehari-harinya, yang pada akhirnya mau tidak mau demi bisa berbaur maka manusia menyerupai lingkungan tersebut. Ya itulah gaya hidup mengkotak-kotakan manusia dari produk-produk yang digunakan dan kegiatan yang dilakukan. Film ini diputar tahun 2009 dan saat ditonton tahun 2012, efek gaya hidup dan konsumerisme tahun 2009 disana sama dengan tahun 2012 di Indonesia, itu membuktikan bagaimana "penyakit" bisa menyebar sangat cepat dan dalam waktu 3 tahun hingga ke negara berkembang seperti kita dan tetap bertahan menjadi sesuatu yang penting. Berarti ini lama kelamaan akan menjadi sesuatu hal yang biasa sehingga memudarkan rasa empati manusia satu dengan yang lainnya dalam melihat secara personal bukan sebuah objek.

Friday, November 9, 2012

end. let's start!

end. let's start!

apakah setiap hal itu berakhir? atau hanya manusia saja yang mengakhirinya? apa semuanya benar-benar berakhir dan ada akhirnya? Mati bkan suatu akhir, itu urusan Tuhan, sudah tak usa dipirkan. Saat mandi, yang membuat itu berakhir apa dan siapa? kita, karena merasa sudah bersih, apakah itu benar2 bersih? apakaha cara yg kita gunakan benar atau sekedar rutinitas mengosok gigi, membasuk muka, membersihkan badan, lalu menggunakan handuk. jika tujuan mandi untuk membersihkan maka kapan mandi itu akan berakhir? karena pada dasarnya tidak ada satupun yang musnah seutuhnya begitupula kuman pada badan, debu pada badan yang hilang terbasuh air lalu hinggap kembali terbawa oleh udara.

dont be sad. dont be happy. everything just illusion.


Friday, November 2, 2012

hap hap up up

Dulu pas wawancara s2, salah satu pewawancara yg merupakan dosen sy wkt s1 terlihat (sotoy2nya gw baca muka org sih :p ) agak ragu pas saya bilang thesisnya by research dan dia nanya lg project apa research dan saya jawab reseach dan skrg malah saya yg ragu buat research krn pas dijalanin kok kemampuan menulis saya eng ing eng yaaaa~

Sebenernya sih pengen project cm takut ga bisa nyelesein tepat waktu dan takut ga ada biayanya. yaudalah yakinin aja dulu, klo research berarti hrs byk latihan nulis, kalo project ya cari2 biaya, ya nanti juga ada jalannya yg penting yakin dan konsisten sama satu pilihan dan kerja keras.
Bismillah.

Sering rasa ga percaya diri dan terlalu mendengarkan pandangan org (yg sbenernya mrk jg ga tau seutuhnya) bikin kita jd takut, takut untuk mencoba, takut salah, dan takut ini itu lainnya. damn! harus bgt nih rasa pede dan cuek sama omongan org.