Friday, October 30, 2015

Pak Ogah

Persimpangan jalan dalam terik matahari dan lalu lalang kendaraan, menjadi lahan mata pencaharian bagi sebagian orang. sebut saja pak ogah. begitulah istilahnya. 

Pertigaan antara jalan dago dan ganesha, ada satu orang pak ogah, ekspresi mukanya yang selalu datar, mulutnya yang terkunci dari mengeluh dari terik dan saat tidak diberi receh oleh kendaraan yang sudah dibantu disebrangkan. Sebagai mahasiswa, kadang kala membawa kendaraan ke kampus sebelum ke urusan lain, bertemu dengannya di persimpangan. Ia membantu. Bahkan saat tidak membawa kendaraan alias naik angkot, ia membantu menyebrangkan tanpa pamrih. Entahlah apa yang telah dialami dan sedang dialaminya, tidak pernah terasa emosi apapun dan ekspresi apapun. Entah dia sangat realistis dalam menjalani hidup pada detik ini, atau ia menjadi kebal terhadap rasa karena beban hidup dan masa lalunya. Saat berpapasan dan berada pada radius 0.5-3 meter, rasanya benar-benar netral, tidak ada emosi dia yang terpancarkan dalam resonasi frekuensi semesta terhadap orang lain. aneh. entah itu petanda positif, atau tanda dari kekosongan.

Suatu hari, teman saya cerita kalau di depan boromeus, mobilnya ditabrak orang, dan pak ogah di persimpangan itu membantunya dengan memberikan kesaksian tentang apa yang dilihatnya. sudah diduga, ia memang orang baik. disaat orang berlomba-lomba menyelamatkan diri dan mencari aman meskipun tahu kebenaran, dia bisa bersikap netral, berani, dan peduli.

3 tahun berlalu, saya sudah lulus, meningalkan Bandung untuk urusan lain. Suatu hari, saya melewati kembali jalan itu, melihat dia masih berkutat dalam terik riuh asap kendaraan di tengah jalanan. Ada 2 mobil lain di depan kendaraan saya, melihat dia dari kejauhan, merasakan perasaannya dari sorot mata dan gesture alaminya. Tiba-tiba hati jadi terenyuh. antara kasian dan sedih, gatau kenapa. Padahal ada 2 pak ogah disitu, tapi pak ogah yg ini berbeda. Tiba-tiba jadi pengen ngebantuin dan ngedoain. Semoga semuanya baik-baik saja ya pak.

Sepanjang jalan, saya mikir, dia asalnya dari mana ya? keluarganya dimana? apakah ia punya anak istri? penghasilan seharinya berapa? kalau satu mobil ngasih 500 rupiah dan ada 100 mobil yang lewat dari pagi hingga siang, berarti sehari dia dapat 50.000 rupiah, sebulan 1.5jt. apakah cukup untuk makan sekeluarga? apakah anaknya baik-baik saja? apakah anaknya sekolah? Tiba-tiba air mata jatuh. Disaat orang berjuang mati-matian untuk hidupnya, keluarganya, menghasilkan rupiah yang sangat berarti setiap keping 500 an nya, saya seenaknya keluar uang 20rb cuma buat beli minuman manis, seenaknya keluar uang 100rb buat beli sabun cuci muka. Disaat orang mengunci ekspresi dan emosinya dalam setiap guratan wajah yg tersembunyi dibalik sorot matanya, saya seenaknya berekspresi. Disaat orang berjuang untuk hari ini, menyembunyikan kekhawatirannya dalam setiap usahanya dan bertanya pada hatinya, apakah cukup untuk makan hari ini? . Saya malah suka stress dengan masa depan, apakah bisa kaya? apakah bisa ini itu? sehingga melupakan nikmat hidup hari ini, saat ini.


Jumat, 30 Oktober 2015
12:52, Bright Cafe Pom Bensin Dago.

Thursday, October 29, 2015

Jodoh Pernikahan

ayah saya rajin banget nawarin kenalannya, mulai dari doktor, anak kyai, org yg tinggal di eropa, yg kaya nan mapan, yg suka traveling jg, dll. sampai ayah nanya: mau yg kaya apa sih?
saya cm jawab: yg bikin saya yakin.

--------------------
ada teman nanya: kamu sukanya yg gmn tie? selain sefrekuensi, contohnya siapa?
saya cm jawab: ga punya kriteria. yg bs bikin saya yakin aja. udah. jd pas ketemu, saya yakin "nih dia, sy mau nikah ma dia". belum ketemu, jd ga pny contohnya siapa
--------------------

Karena saat udh yakin, yaudah.
tandanya saya suka ma org itu dan smua kriteria satu kufu udh masuk kedalamnya. *satu kufu itu: sefrekuensi, bisa mengimbangi, "selevel" baik dr segi agama, keyakinan, pendidikan, latar belakang, sosial, pola pikir, visi, mental, dll. nah level ini bukan berarti sama, tp kalau ditotal keseluruhan, kualitas saya ma dia sama nilainya. Kalo tentang yakin ga yakin, kayaknya cm Allah yg tau dgn menghubungkan hati saya dgn dia dan ngasih petunjukNya. Rasa suka dan kecocokan itu ajaib, gatau muncul dan tumbuhnya gmn, semuanya ajaib aja termasuk "keyakinan". Sebenernya, jodoh, sesuatu yg paling gak bikin khawatir. krn itu urusan 2 pihak. gatau deh normal apa nggak pola pikir ini. saya lbh khawatir sama kesuksesan, kerjaan, karir, sejenisnya. krn ngerasa berhasil/gagalnya itu tergantung diri sendiri. kalo jodoh mah ya hal natural. (Menurut saya) usaha dlm jodoh adalah dgn menjaga diri pd jalan yg benar, baik, dan berdoa. Gak suka pendekatan kaya pdkt, lebih suka yg to the point. trs berdoa bener apa ngak jodohnya, trs minta jodoh yg baik, trs jaga diri dr dosa2, dan mempersiapkan (mental, fisik, materi, visi, dll).

Sempet punya bayangan kalo dr awal ketemu jodoh sampe nikah itu cuma 3 kali pertemuan. Pertemuan pertama, langsung ada perasaan, trs saling berdoa minta petunjuk, berdoa ttg kebaikan, dan mempersiapkan diri. Pertemuan kedua, saat ia melamar. Pertemuan ketiga, ya dipernikahan. Kayanya indah aja, unpredictable dan ajaib. hahaha

kadang mikir, buat apa pacaran? buang2 waktu dan energi. gak bikin jodoh makin dekat, gak bikin bener2 kenal yg menjamin bakal match dan saling tau. Perasaan yg tumbuh dan diiring pacaran - penjajakan, menurut saya ya itu sesuatu yg dilandasi kesenangan dan nafsu. jadi buat apa? karena kalo orang bener2 serius nan beriman, ya dia bakal menjaga dirinya agar tetap dalam koridornya lalu berdoa minta petunjuk, kemudahan, dan kebaikan untuknya untuk masa depannya di dunia dan akhirat, dan saat jawaban Allah datang dgn tumbuhnya keyakinan yg kuat dan kemudahan yg terbuka, ya dia (laki2) langsung datang ke ortu perempuan untuk nawarin diri jadi imam putrinya. kelar deh. kalo jodoh ya tandanya dua insan ini punya perasaan yg sama, usaha (doa, jaga diri, persiapan diri) yg sama, dan keyakinan yg sama.  berada pada frekuensi yg sama. Kalo bukan jodoh, ya salah satunya beda "frekuensi" entah dr segi perasaan/ keyakinan/ usaha.

*wuallahualam bishawab

Saturday, October 17, 2015

Buka Tutup Gerbang

Gerbang selalu terbuka, kaca jendela transparant sepanjang dinding. Terlihat dengan mudah meski dr sebrang jalan. Mengundang dan diundang. Orang bisa keluar masuk seenaknya, rumah penuh, ramai, riuh, namun mematikan. Rumah penuh dengan orang-orang yang tak peduli, menjadikannya berantakan penuh caci, kotor tanpa etika, sesak, tak dapat 'istirahat'. chaos se cahos chaosnya. 
-------------------------------------------------------------
Bertahun-tahun lamanya, menjadikan rumah dan pemiliknya semakin memprihatinkan.
--------------------------------------------------------------

Rumah itu mulai dirapihkan, dengan mengeluarkan semua orang di dalamnya beserta benda-benda tak perlu, dan sang pemilik sendiri merapihkannya sendirian. Gerbang tertutup, tak ada yg bs masuk dan sekedar melihat dari sisi jalan. Perlahan menutup dari pandangan siapapun. Ada yang mengetuk, sang pemilik diam, lalu tersadar, merapihkan sendiri entah selesai kapan. Sang pemilik mulai membuka gerbang pada orang yang benar-benar ingin masuk, kenal, peduli, dan memberi kesempatan untuk dibantu.

Ia belajar untuk membuka dan menutup gerbang, untuk menjaga rumah tetap rapih dengan sedikit orang di dalamnya; menjaga rumahnya tetap bersih, dan aman. Ia mulai paham berapa maksimal orang yang bisa diajak kedalam rumahnya, kapan orang bisa melihat dan masuk, dimana orang-orang tersebut duduk dan area mana saja yg boleh dijamah. Ia mulai sadar, buka tutup gerbang menjaga kebaikan kestabilan rumah dan pemiliknya. Ia dapat tidur dengan tenang tanpa terusik, dapat membersihkan tanpa halangan dalam sunyi, bisa 'hidup' dengan adanya orang saat gerbang dibuka, bisa sepi untuk merenung mengenal dirinya saat pintu tertutup.
Buka tutup gerbang ini berhasil menguras batin pemilik. Tentang kepercayaan, pengendalian, keyakinan.

Bandung, 17 Oktober 2015

Saturday, October 3, 2015

Waktu

"menunggu adalah hal yg paling membosankan dan buang2 waktu". denger kalimat itu dr byk org termasuk diri sendiri kala dulu.

Menunggu berhubungan dengan waktu. dan waktu sejatinya milik-Nya, kita hanya menjalani sebaik2nya sang massa. Saat merasa waktu telah hilang dikarenakan byk hal, salah satunya menunggu. sejatinya kita tidak benar2 kehilangan. ada sesuatu lain yg waktu berikan, entah kesabaran, membelokan ke jalan lain yg byk memberi warna dan memperkaya hati pikiran, memberi petunjuk untuk sesuatu itu baik/tidak, memberi ruang pada diri sendiri untuk memahami tentang diri, sekitan dan byk hal lainnya.

in my opnion, waiting isn't a wasting time, waiting is the another space to get one better in different way.

Friday, October 2, 2015

Hijrah #2. Tumbuh

2 tahun terakhir saya menjadi sangat-sangat selektif. mulai dari memilih teman, mana yg saya pertahankan dan dilepas. dr mulai pergaulan, mana yg perlu di keep dan mana yg harus ditingalkan (udh males bgt kalo cm sekedar nongkrong2 atau ketemu tp obrolannya hanya sebatas permukaan dan hal2 umum lainnya).

Gatau kenapa, fokus saya skrg lbh ke arah intimate drpd achievement dlm bidang pendidikan dan karir. meski gt untuk urusan sekolah dan kerjaan ttp saya lakukan se the best mungkin. Nah fokus intimate ini lebih ke arah pengen punya hubungan yg dalem sama orang, mencari org2 yg bs menerima baik buruknya saya, bersama-sama mencapai puncak tujuan masing2, dan beriorientasi akhirat menuju surga-Nya. Nah bentuknya masih dlm pertemanan, bukan untuk menikah. Mulai deh saya list smua tmn yg ada di saat saya down, yg ttp jujur nge gampar saat saya salah, yg mengulurkan tangan sblm diminta, yg satu frekuensi, yg tulus mendukung, yg tetap stay saat tau kejelekan saya, yg ngingetin kpd hal2 non-duniawi, yg terkoneksi secara mental dan intelektual. alhasil: tenyata ga ada satupun temen versi saya yg saya punya, sempet sedih. abis itu tiba2 Allah memberikan kasih sayang -Nya lewat makhluk-Nya yaitu orang2 lama yg tiba2 muncul dan orang2 baru yg dlm pertemuan singkat sudah merasa klik. Banyak bgt ya syarat standard tmn versi saya, knp?
1. pgn pny hubungan yg deep, long lasting dan pny orientasi akhirat
2. sy tau kualitas diri saya saat mulaibuka pintu ke org lain untuk masuk kedalam "rumah". bisa berkorban abis2an (ya cukup yg kenal aja yg tau).
3. saya melindungi diri dr semua trauma masa lalu dan dr rasa sakit hati dgn menjadi lbh selektif. 

orang2 yg saya keep tidak selalu sama dan membenarkan. meskipun satu frekuensi, kami berdiri pada prinsip dan goal hidup masing2. banyak perbedaan yg malah memperkaya perspektif. sedikit waktu bersama namun kualitasnya tinggi dan deep. jd secara waktu sangat efisien.

mungkin ini memang sebuah fase perkembangan yg memang bakal dilewati setiap orang. Entah saya telat atau kecepetan.