Thursday, July 30, 2015

Solo Traveling. Bangkok Part #1

Lebaran dirayakan besar di Indonesia, namun tidak semuanya merayakan kebersamaan. Daripada sepi, mending pergi. Nambah pengalaman, mengisi batin dan mengisi ulang “batre". Saya memutuskan melakukan perjalanan Indochina sendirian berbekal ittin teman. Perjalanan dimulai pada dini hari di Hari ketiga lebaran. Tiket PP Jakarta - Bangkok - Jakarta dibeli h-5 keberangkatan (h-2 lebaran) dengan total harga, pajak, dll, yaitu  2jt, menggunakan uang hasil desain apartment yang baru turun. hahaha alhamdulillah. (mungkin kalo beli jauh2 hari bisa dapet promo dan jauh lebih murah).

02.00 off to Soekarno Hatta dari Bandung
05.00 Bording
06.00 Pesawat berangkat
10.00 Sampai Bandara Don Mueang Bangkok.
Pas keluar pesawat, di cek2, dan bakal disuruh isi formulir tentang nama, passport, dan bakal tidur dimana. Nah karena masih random belum tau nginep dimana, maka saya isi asal aja "blabla hotel". Kemudian turun ke lantai 1, ngambil tas ransel 40 L, ngantri taxi. (Sebenernya, pas nanya2 org di bandara, bisa aja naik tramp, krn udah pegel2 cape ngantuk smaleman gak tidur alhasil ambil jalan pintas naik taxi haha).

Di taxi ini, abislah ditipu, diajak muter2 bangkok lewat tol, meski udah dibilang mau ke "Grand Palace", supirnya tetep aja loh gatau, dan dia akting (suudzonnya saya) nelepon temennya nanya jalan sampe saya disuruh ngomong ma temennya via telepon dimana dia gak bisa bahasa inggris. Akhirnya saya kasih liat peta lokasi grand palace, dia tetep gak tau. wtf. Berdasarkan insting, saya memutuskan turun setelah sejam naik taxi menghabiskan 250 bath + 5 bath (for toll). Turun, liat ada banyak bus gede, nanya2 lah grand palace dmn, ternyata hampir sampai dengan jarak 1km jalan kaki. 

Museum National (ketemu temen lama)
Tiket masuk Wat Pho 100 bath
Makan nasih + ayam super gede + minum di pasar deket terminal sungai 90 Bath
Tiket masuk grand palace 500 bath

awalnya pengen foto dgn latar belakang ini... tp gak ada yg motoin, alhasil motoin orang yg lagi motoin orang. gak tau siapa deh itu.


Dikawasan grand palace, saya nemuin sekolahan, lucu deh... kaya sekola tk di film-film korea. Kemudian jadi berfikir, kawasan ini banyak patung budha yang merupakan tempat peribadatan suatu kaum beragama, kemudian menjadi tempat kebudayaan yang menarik para pelancong sehingga memiliki fungsi ekonomi komersi, dan memiliki fungsi pendidikan baik secara nyata dengan dan tak nyata, baik untuk pelancong melalui guide, maupun untuk warga sekitar dengan adanya sekolahan. Adapun unsur pendidikan lain pada kawasan ini, tak kasat mata, namu bisa dijadikan bahan observasi pada perilaku sosial, desain, sistem ekonomi, pola sirkulasi, fashion, tata krama, kebudayaan, cara komunikasi, dan banyak lainnya. jadi pusing sendiri mikirinnya. hahaha. 

Sekolahan di dalam kawasan grand palace. Kalo diperhatiin, siswi ini gak pake alas kaki di dalam kelasnya, hanya pakai kaus kaki. Budaya ini tentunya berbeda dengan di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta misalnya, alas kaki menjadi hal yang bias,a bukan hal besar yang perlu dilepas saat memasuki sekolah. 

Pasar tempat makan siang. banyak bgt jenis makanan dan jajanan disini. dna jangan lupa makan ketan mangga, duh.
17.00 Return to Tha Tien Pier and by ticket at Pier No. 13 (flag orange) to Phra Arthit Pier (N13) or Rambuttri village/Khao San Road.  Tertulis dalam itinerary saya. kenyataannya.... Nyasar. lupa harus turun dimana dan berakhir turun di pemberhentian terakhir. Berbicara tentang moda transportasi lintas sungai ini yang murah dan penuh layaknya kopaja, harusnya ish Indonesia punya ginian... hehe... yang nagihin uangnya galak super, bikin gak berani gerak pas dia mulai ngatur mepet padatkan. Tiketnya seharga 10 bath.


Ternyata itu di daerah Siom, syahdu banget ujannya, di dalam taxi (140 bath for 1 hour driving) setelah jalan kaki gak nemu transportasi umum, supirnya kakek2 yang ramah dan talkactive hehehe... 

Suasana di daerah siom saat gerimis dari balik kaca taxi. Saat pedestrian berubah menjadi lahan komersil. Saat manusia berjuang untuk hidupnya dijalanan dengan cara kerja keras. Hal biasa bagi pelaku, entah sebagai aktivitas survival atau justru sebuah tangisan dalam batin akan beban. Sebuah batas tanpa batas.

Akhirnya Magrib menjelang Isya sampe juga di daerah Khaosan Road. Cari penginapan, dapet Rainbow Hotel 250 bath/ malam/ kamar. Kamarnya kayak kosan cuma ada kasur doang plus kipas angin, ga ada ventilasi (bikin parno abis nafas), dan kamar mandinya (bagus bersih) di luar. Mandi, ganti baju, lanjut jalan-jalan ke Khaosan Road nya.

19.30 Khaosan Road, ramai riuh seperti seminyak Bali, isinya bule semua dengan pedangan lokal, makanan minuman, pakaian, cinderamata, musik hinggar binggar, dan makanan serangga yang kalau mau foto bayar 10 bath (karena saya pelit, jadi saya gak mau foto, cukup dilihat).
minum 15+10 bath + pancake 80 bath + Pad thai 25 bath.


22.30 Nyampe penginapan, sebelumnya mampir sevel beli munuman seharga 6 bath (3000 rupiah) dan sabun cuci muka yang ketinggalan. Nyampe penginapan mandi lagi, beberes buat besok subuh.

suasana 200 meter dari kahosan road. sepi sunyi. berbanding terbalik dengan riuh gempitanya khaosand road. saat pulang memberi makna yang berbeda pada setiap individu. Suasana yang sama dengan gang-gang di Indonesia, di Bandung, namun entah mengapa berada di tempat berbeda memberi fokus dan sensitivitas berlebih pada pancaindra. Saat hal-hal biasa tak tak terlihat pada hal biasa.
00.00 Tidur

Tips and Trick :
  1. mending tuker uang ke dolar aja semuanya, terus tuker bathnya langsung di bangkok (lbh murah). saya tuker bath di bandung 1 bath = 400 rupiah.
  2. Jangan mau naik taxi dari bandara!
  3. Pakai sendal/ flat shoes/ sepatu slip on biar gak ribet keluar masuk wat wat nya.
  4. Kalo mau beli celana santai di khaosan road, beli lah, selain krn harganya murmer juga biar gak bakal kepikiran sampe pulang kalo ternyata gak beli.
  5. Lebih jeli cari penginapan, krn byk yg lbh murah dan lbh bagus.
  6. Menyelusup dalam rombongan bule/ turis lain yang pake guide, jadi sekalian tau sejarah dan ceritanya dengan gratis (gatau deh ini halal/ haram, tp saya melakukannya).
  7. Bawa botol minum / simpan botol minum yg kosong buat diisi ulang sama air gratis di dalam wat wat dan grand palace. Lumayaaan~ hemat.
  8. Bawa tongsiiiiis! biar gak repot minta tolong fotoin orang.

Saturday, July 18, 2015

Satu Frekuensi

Di umur seperempat abad ini, sanak sodara terutama orang tua sudah mulai gelisah lirik anak perempuannya yang masih single dan haha hihi. Mulailah obolan tentang kedewasaan yang berujung "mau sama anknya temen ayah ga? dokter loh dia...", "pinter nih udh s3...", "wuih nih orang agamanya baiik...". Dan selalu tersirat penolakan dari sang anak. sampai muncul pertanyaan ingin seperti apa.

Cuma pengen nyari yang satu frekuensi dan satu kufu biar tenang (memberikan ketenangan bagi jiwa dan perasaan).

yang bisa diajak ngobrol apa aja, mulai dari yang teraba sampai yang abstrak. dari yang gak penting sampai penting bgt. dari yang masa lampau sampai visoner. dari tentang kapitalis, kemanusiaan, sampe filosofi. dari satu sudut pandang sampe ribuan sudut pandang. Dan bisa memberikan ketentraman dari nyambungnya secara intelektual, pola pikir yang sejenis, dan visi yang sejalan.

Buat saya, pola pikir mencerminkan semua hal. tentang bagaimana ia melihat kehidupan, bagaimana ia menyikapi permasalahan, bagaimana ia menyiapkan masa depan, bagaimana landasan yang mendasari perilaku yang terjadi dan akan dilakukan, believe apa saja yang tertanam didirinya, dan bagaimana ia melihat dan memperlakukan orang lain dan dirinya sendiri, serta kecenderungan-kecenderungannya.

Dan, lagi-lagi semua itu gak bisa dimanipulasi, "diusahakan", dimunculkan tiba2. Semua berjalan dan terjadi dengan sendirinya. satu frekuensi tentunya bukanlah satu harmoni yg didasari adaptasi, tapi ya satu frekuensi aja. selesai.

Thursday, July 16, 2015

Memahami

Ada yang melihat untuk menilai,
Ada yang melihat untuk memahami.

Ada yang mendengar untuk mengibah,
Ada yang mendengar untuk memahami.

Ada yang merasakan untuk tujuan,
Ada yang merasakan untuk memahami.

Ada yang berbicara dengan logika,
Ada yang berbicara dengan empati.

----------------------------------------

Kalau diperhatikan, dirasakan, dan dianalisa,

Banyaknya miskom (miss communication) karena setiap individu mendengarkan untuk menjawab tanpa memahami. Parahnya, setiap individu hanya menunggu gilirannya untuk berbicara. 

Banyaknya sleg yang terjadi karena setiap pihak merasa berhak untuk menilai tanpa usaha memahami. Setiap pihak merasa benar dengan logikanya tanpa adanya empati.

----------------------------------------

Menilai:
si a sensitif ya blablabla
(tidak ada kebaikan untuk dirinya maupun orang lain. hanya sebatas bahan obrolan/ omongan).

Memahami: 
si a sensitif ya, berarti kalo ma dia harus blablabla 
(ada unsur kepedulian dan kebaikan untuk dirinya maupun orang lain).