Wednesday, January 22, 2020

22/1/20

Hidup dalam budaya penuh hirarki dan otoritas, tidaklah mudah.
Banyak hal dinilai dari "siapa kamu" baru orang mau dengar. 
Begitupun dalam keluarga, otoritas ini tetap teraplikasikan.
Hubungan antara orang tua dan anak yang satu arah.
Orang tua bicara, anak mendengarkan.

Tak ada ruang bagi sang anak untuk berbicara atau sekedar mengeskpresikan menyampaikan perasaan, hasrat, pikira, dan aspirasinya. Jika anak berbicara maka dianggap gak sopan. Jika anak asertif menyatakan kesetidaksetujuannya, dianggap melawan. Jika anak mengingatkan, dianggap menggurui.


Apresiasi

Tadi siang makan di Aglioo Jogja. Terus lanjut makan eskrim di tempo gelato.
Ya seperti biasa, sendirian.

Lagi asik makan es krim penuh fokus, ada cewek di sebelah nyapa
"Halo kak, rambutnya bagus. di cat pake apa? keren banget"
"Haii, pake xxx, makasih ya".

Apresiasi.
Ditengah kehidupan penuh kritik dan judgment, masih ada orang - orang yang dengan mudah mengungkapkan kesukaan sesuatu terhadap orang laing dan mengapresiasi. Nice.

Sudahkah kalian mengapresiasi diri sendiri dan seseorang hari ini?
Mari menebarkan cinta :D

Tuesday, January 21, 2020

21/1/20

2014
"Kamu disayang susah ya"
"dulu aku punya mantan dari keluarga broken home, cara ia memandang cinta beda. Pisah ranjang jg termasuk broken home. Ortu gw sampe detik ini setua ini masih suka pelukan dan sayang2an".

2017
"apa itu namanya cinta? jika mengungkit apa yang dilakukan?"
"apa itu cinta ika berharap sesuatu?"

2019
"menurutmu cinta itu apa sih?"
"pengertian cinta menurutmu apa?"

---------

2020.
Aku bertanya dalam hati,
Apakah selama ini aku dicintai?
Apakah selama ini aku pantas dicintai?
Cinta itu apa?

Bagaimana ku sanggup menerima cinta jika diri pun tak cinta pada diri sendiri?
Bagaimana ku mampu mencintai diri jika rasa cinta pun tak pernah kurasakan?


Sunday, January 19, 2020

Tahun Lalu

"Kamu tau dir kamu kan?
Kalau kamu tau diri kamu,
Omongan orang gak usah di denger".
- Baridah

Monday, January 13, 2020

Dogma Yang Terlepas

Aku dibesarkan dengan dogma "siapa yang mau temenan sama kamu?", "siapa yang manu nerima kamu?", "kalau keluarga gak bisa nerima kamu apalagi orang lain". "jadi orang bisanya cuma merusak" saat ku membuat kesalahan kecil. Saat sifatku bertentangan dengan lingkungan tumbuh, pasti aku yang dianggap anomali. Saat hal-hal yang tak sesuai keinginan dan harapan ortu, jadi aku yang disalahkan, dianggap cacat. Saat lingkungan terkecil tak bisa menerima, ibu ku mendogma dengan pikiran hitam putih seolah-olah keluarga itu pusat duniaku dimana menjadi tolak ukur keberhargaanku sebagai manusia. 

Dogma itu terus tumbuh dalam jiwa dan pikiranku selama puluhan tahun hingga menjadi core belief bahwa aku buruk, aku salah, aku tak berharga, aku tak mampu apapun.

Saat ku tumbuh dewasa, bergaul dengan beragam jenis orang, berada di lingkungan baru, dogma itu perlahan luntur oleh realita. Realitanya, banyak yang bisa menerima diri apa adanya, banyak yang sayang, banyak yang mau temenan, dan hidup tak sehitam putih dogma ibu.

Wajar manusia mempunyai kekurangan dan kelebihan. Wajar manusia membuat kesalahan. Wajar manusai ada yang suka dan tidak suka. Wajar manusia tidak cocok di suatu lingkungan. Dan itu semua bukan berarti dunia hancur karena diri buruk seutuhnya. 

Terimakasih ibu, engkau telah mengasuh ku dengan dogma penghancur keberhagaan diri.
telah erawat ku penuh rasa bersalah dan ketidaklayakan. Terimakasih telah memproyeksikan luka batinmu terhadap anak perempuanmu. Terimakasih telah membuatku rusak puluhan tahun hidup tersesat tanpa arah diliputi rasa tak berharga dan inferior.

Dan Teriamakasih semesta, telah membuat ku sadar dan bebenah diri, agar perusakan generasi ini tidak berlanut ke generasi selanjutnya.

Tuesday, January 7, 2020

7/1/20

Thank you for caring me
Thank you for being kind
Thank you for cheering me up
Thank you for your emphaty
Thank you for listening me
Thank your for your lesson.

I love you without your knowing
Its time to cut this soul tie.