Monday, November 15, 2021

Guru

Ada pepatah yang bilang kalau guru akan datang saat murid siap.

Guru ini gak selalu hadir dalam bentuk sopan, penuh santun, bersinar cahaya, lemah lembut, dan membimbing diri dengan baik. Ada guru yang nge-abused yang bikin diri sadar punya power, ada guru yang nge drag down, yang bikin diri sadar akan potensi asli. Ada guru yang maksain value dan cara hidupnya, yang bikin sadar atas realita diri sendiri. Ada juga guru yang ngabisin semua jiwa raga dan segala kehidupan duniawi diri, untuk menyadarkan banyak hal dalam diri. Ada yang men trigger sampe mental berantakan yang bikin sadar akan trauma-trauma diri dan unresolved issue, yang kemudian healing diri sendiri.

Ada juga guru yang datang dalam bentuk cahaya dengan meng-guide dalam jalan terang, encourage, memotivasi, membuat diri semakin percaya sama diri sendiri dan terus penasaran dengan potensi diri, yang bikin inget to be being me. Apresiasi, reminder, hadir dalam masa-masa sulit, bikin diri expand. Nah saat bertemu yang seperti ini, jangan terlalu melekat pada 1 guru, tetaplah membuka diri pada siapapun yang ingin mmebantu, menolong, memfasilitasi, dan berkontribusi. Di momen itu akan melihat betapa beragamnya manusia dan akan sangat memperluas cakrawala diri dari berbagai sudut pandang dan semakin tinggi.

Guru manusia biasa juga yang memiliki masalah, sudut pandang, trauma, issue dalam dirinya. Penting untuk tidak meng internalisasikan semua omongannya, percaya semua yang dikatakannya, apalagi sampai jadi copy cat nya. Tetaplah percaya pada diri sendiri, dengarkan intuisi diri, dan paling penting jangan ada expetasi apapun. 

Terimakasih buat semua guru dalam kehidupanku.
Terimakasih kepada Tuhan Semesta Alam atas segala Rahmat Nya, para Leluhur yang telah menjaga, dan semua orang baik diluaran sana atas guiding, coaching, facilitating, and accompany me. Love.

Saturday, November 6, 2021

5/11/21

Aku selalu iri dengan orang2 yang punya keluarga super supportif, deket, hadir. Selalu iri juga dengan orang2 yg punya temen, circle, sepupuh yang deket, dan punya orang2 yg dapat diandalkan dalam hidupnya terutama di momen2 kritis dan urgent.

Aku iri, karena dari kecil sesendirian, terasing, di reject sana sini, beda sendiri, nobody gets me. Gak punya support system, gak punya temen diskusi, apalagi teman beraktivitas bersama. Sendirian, no emotional support, kesepian, salah satu faktor depresi dari kecil sampe segede ini.

Anehnya, dalam keadaan sendirian gak punya siapa2, setiap lagi susah, ada aja yang bantu/nolong. Dan orang-orang itu ilang pergi sendiri saat aku sudah melewati fase sulit itu. Waktu smp, ada sahabat pena. SMA, kenal anak kembar dari salah nomer hp yang berujung baik banget mrk menemani kehidupan sma ku dan support encourage. Kuliah, gak punya temen, sabahat, sesendirian, gak deket sama siapaun, gak masuk ke circle manapun, tapi ada yang nemenin selama masa2 kuliah termasuk ada yang bantuin pas tugas akhir. 

Rasanya gak enak hidup sesendirian, gak masuk ke kelompok manapun termasuk dalam keluarga (ada geng2), gak punya temen deket, gak ada satupun yang bener2 kenal aku, gak ada orang terdekat yang bisa diandalkan dan dimintai tolong gesit, being misunderstood, being black sheep. Dari yang mulai stress, frustasi, jadi drop depresi. Karena ternyata hidup makin tua makin banyak anginnya, dan support system penting banget. 

Sampe di momen merenung, apa hidupku emang ditakdirkan sendirian? Berjalan sendirian? Hidup terasing? Kesepian? Menjadi single fighter terus2an? Lalu aku bersedia untuk sesendirian sendirian dan membuka diri untuk di support semesta. Gatau diluaran sana, ada yang kaya aku jg ga? kalo aku pribadi, gak memilih jd single fighter. Aku hanya memilih menjadi diri ku sendiri.