Wednesday, September 27, 2023

Starting with You

When we are comfortable with ourselves, we will be comfortable wherever we are, when we are with others or when we are alone.

When we accept ourselves completely, our tolerance for others increases. Without any demands, obligations, judgments, we are able to see people as they really are and that's it.

When we love ourselves completely, it is easy for us to share our love with those around us without expecting anything in return.

When we are happy with ourselves, we can create happiness wherever we are and encourage others to be happy too.

When we let go of all judgment against ourselves, there is less judgment against the outside world.

All relationships start with a relationship with ourselves.

Monday, September 25, 2023

Used to

When we are used to suffering, when we feel happy, it feels strange.

When we are used to difficulty, when we feel ease, it feels strange.

When we are often ignored, when we meet someone who cares, it feels strange.

When we are often rejected, when we feel acceptance, it feels strange.

When we are used to being busy, when we have nothing to do, it feels strange.

When we are used to stress, when we are calm and relaxed, it feels strange.

When we get used to hurting ourselves, when we are able to love ourselves, it feels strange.


Hopefully that strange feeling is just the beginning of adaptation.
There is no need to feel the difficulties, narrowness and darkness of life again by creating problems and looking for that. Celebrate your shifting to new energy and how it make you more greater and more?

Being Open

Being open sometimes lead to attract people commenting, giving unsolicited advice, interfering, and being misunderstood. Being open making people feel like they know me, even though they don't even know me.

until I finally realized, being open was not a good thing for me. And I also learned to close myself off more, be quiet, because not everyone deserves to know what I experience, feel, my thoughts, my journey, including my awareness and insight.

Honestly, I don't like people and society. That lead me to be Lonewolf and more solitude. 
But in deep down, I crave for connection but only to people who have same level and frequency. 

Being You its not being asshole

When you prioritize yourself over anything and anyone else,
It doesn't mean you do whatever you want even harm and "kill" others.

When you prioritize yourself over anything and anyone else,
It doesn't mean you break your promise whenever you want and left others loss.

When you prioritize yourself over anything and anyone else,
It doesn't mean you walk away/ hold/ shut yourself off that leaving people in a state of confusion.

When you prioritize yourself over anything and anyone else,
It doesn't mean you just care about yourself without empathy to others.

When you prioritize yourself over anything and anyone else,
It doesn't mean you use people to your advantages and left them like trash.

When you prioritize yourself over anything and anyone else,
It doesn't mean you are the most special creature in the world, no one matters except yourself.

Sunday, September 24, 2023

Downloading

Tiap traveling, gak pernah ketemu yang aneh-aneh. Selalu dihadirkan orang-orang baik, pengalaman-pengalaman menyenangkan, kemudahan, kebahagian, dan cinta wkwk. Aku punya affection sama semua orang yang ditemui dan tempat asing yang di datangi. Even clubbing sendirian pun, ketemunya orang-orang baik. 

Semalam aku ke club, dari sekian banyaknya club dan pengalaman clubbing, baru semalem tiba-tiba sadar banyak hal tentang orang, intention, pola, hidup, dan kehidupan. Gimana ya jelasin dan menyampaikannya ya? Ya intinya begitulah. 

Ada bahan renungan,
  • Jika ternyata orang hanya peduli dengan dirinya, siapa yang sebenarnya perlu kita pedulikan?
  • Jika ternyata orang saat ketakutan bisa melakukan apapun termasuk membunuh kita, kesadaran apa yang kita dapat?
  • Jika ternyata orang saat kesulitan nan sempit, bisa melakukan apapun untuk mendapatkan apa yang dia mau termasuk mengunakan sihir untuk menjatuhkan dan "membunuh jiwa" orang. Apa yang akan kita lakukan?
  • Jika ternyata orang hanya saling memanfaatkan satu sama lain, jika tujuannya hanya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Siapa yang akan kita pilih untuk masuk ke dalam hidup kita?
  • Jika orang hanya ingin mengambil, mendapati keuntungan, seberapa layak perlu kita perjuangkan dan kasih?
  • Jika orang hanya peduli dengan dirinya sendiri, pidah dari satu orang ke orang lain hanya untuk memenuhi kebutuhannya, siapa yang akan kita pilih?
  • Jika orang hanya menjadikan semua hal permainan sebagai kenikmatan duniawi dan egonya, apakah layak untuk mendapatkan waktu, energy, dan effort kita?
  • Jika orang hanya mementingkan dirinya, perlukah ada pengorbanan?
  • Jika orang memperlakukan orang seperti barang yang bisa diganti dengan mudah saat sudah tak berguna, bermanfaat, habis, atau sudah menemukan hal lain yang menyenangkan, baru, menguntungkan. Perlukah kita berikan energi dan jiwa kita padanya?
  • Jika orang hanya ingin untung tanpa pernah mau memberi, perlukan kita pertimbangkan?
  • Jika ternyata di dunia ini, tidak ada satupun yang benar-benar kenal, peduli, sayang, cinta nan tulus pada diri, apa yang akan kita pilih dan putuskan?
  • Bagaiman jika kita berbeda dari banyak orang dan bisa melihat banyak hal yang orang-orang tak sadari? Bagaimana jika sistem, program, dan pola kita berbeda dari kebanyakan orang dan sistem yang disepakati society? Bagaimana jika kita bisa merasakan kesedihan saat melihat orang-orang hanya peduli pada dirinya sendiri tanpa ada oneness dan unconditional love? Bagaimana jika semua hal yang orang anggap penting, hanyalah sebuah ilusi? Seberapa kuat kita bisa menahan diri dan belajar cuek untuk itu semua? 

Dating

Ada beberapa orang yang tiba-tiba bilang "kalau dating, boleh sama banyak orang loh, selama belum commitment pacaran, beling exclusive". Disitu baru sadar, aku bukan orang yang bisa kaya gitu. Kalau suka orang, satu ya satu. Lalu kenalan bilang "seemoga dapat yang setipe ya, karena cowok jaman sekarang ga ada yang deket cuma sama satu perempuan". 

Mungkin banyak orang tidak mau rugi, tidak mau ambil resiko, ingin selalu untung, penuh perhitungan logika, mencoba beberapa hingga dapat yang dirasa paling pas dan mengguntungkan. Buatku, yang jarang sekali tertarik sama orang, saat suka ya suka. Aku sudah bikin pilihan dan keputusan meski tahapnya baru kenal. Dan tidak ada lagi laki-laki lain yang aku respon, gubris, atau membuka diri pada pilihan-pilihan lain. Realitanya hal ini bisa sangat tidak mutual bahkan ada peluang dimanfaatkan atau hanya menjadi mainan. Dari situ, jika ada orang yang aku tertarik, akan langsung nanya tujuannya apa dan bilang kalo aku cuma sama dia aja. Kalau orangnya bilang dia deket sama beberapa orang, ya jadi warning untuk diri sendiri untuk tidak terlalu investasi apapun apalagi percaya. Bahkan ada kecenderungan males kalau secara tidak langsung perlu bersaing. Aku milih orang yang milih aku aja sekarang dan mutual. 

Dan baru sadar juga, dulu banyak sekali yang mengajak nikah, dan mereka laki-laki yang sudah menentukan pilihannya, aku. Gak serong sana sini, mepet kiri kanan, atau mengumpulkan koleksi dan cadangan di setiap tempat dan kota. Satu ya satu. Aku terbiasa dengan energy loyal, jelas, commit. 

Cuma dulu belum mikir nikah dan gak ada perasaan apa-apa, jadi dari awal langsung bilang, biar gak misleading people, php, dan merugikan orang lain. Direct, honest, clear intention, communication, value yang ku pegang juga. 

Entahlah, sampe detik ini di otak ku masih mikir: bakal dateng pangeran berkuda putih yang bener-bener selevel, sefrekuensi, setipe, dan semua yang pernah di list ada di dia. wkwk. Tau deh ketemu dimana. Tahun ini udah niat pengen ketemu jodoh. Udah siap masukin orang lain ke dalam hidup. Udah banyak hal yang beres di diri, udah whole, udah gak ada void yang perlu diisi, udah ga jadikan pasangan sebagai pelarian atau solusi masalah, dsb nya. Ibarat rumah, udah bagus. Ada pagar, ada gembok, ada pintu, terasnya bersih, halamannya rapih nan sejuk, rumahnya adem bersih nyaman. Ga ada yang namanya bocor, tembok mengelupas, wc kotor, rumput berantakan, pintu rusak, gerbang jebol, lampu mati, bau, acak-acakan, dll. 

Masalah dating sama banyak orang, entahlah apa yang dipikirkan orang-orang. Personally, it's not my taste, not my lifestyle, and I don't choose to do it.

24/9/23


Lagu yang di denger saat baru pindah dari Jogja ke Surabaya.
Lagu yang menemani awal-awal di Surabaya.
Gak tau lagu apa, gak merhatiin liriknya. Nada, musiknya buatku sangat mengambarkan keadaanku saat itu. Dan banyak hal terjadi di detik-detik terakhir meninggalkan Jogja dan awal-awal di Surabaya. 

------
Saat diri suka sama orang yang benar-benar penuh perasaan dan serius, dikala orang itu memperlakukan buruk. Diwaktu bersamaan, dipertemukan orang lama yang memperlakukan diri dengan sangat baik. Namu hati dan mata ini buta, tenggelam dalam ilusi, delusi, fantasi. Tidak mampu dan tidak mau melihat kebenaran, kenyataan, dan realita saat itu. Padahal semesta udah kasih contoh mana relasi yang baik, sehat, nurturing, dan relasi yang unkind dan harming. Yang aku sadari, saat kita memiliki pondasi relationship yang kuat (ada trust, respect, commitment, empati, being vulnerable, dan mutual) mau tidak bertemu tahunan atau belasan tahun tanpa komunikasi apapun, saat bertemu kembali rasanya sama. Dan saat interaksi maupun bertemu, rasanya tranquil, calm, dan feeling safe. 

Situasi

Suatu ketika, pergi ke supermarket, berhenti di sebuah rak berisi buah potong dan jus. Saat sedang bertanya ke petugas harga lemon 500ml berapa, karena tidak ada harganya. Tiba-tiba ada ibu-ibu nyeletuk "tuh diskon 30%", sempat kesal, yang saat dilihat itu diskon untuk jus bukan lemon. Akhirnya yasudah diamkan saja. Saat sedang interaksi dengan petugas, ibu-ibu ini nyeletuk lagi merasa tau dan memberi tahu dimana sebenarnya tidak nyambung. Sempat ada rasa kesal di interupsi dan tidak nyambung. Akhirnya aku menghapus diriku dari situasi itu dengan pergi menjauh sambil berusaha tetap mindful melalui nafas.

Banyak sekali hal tak menyenangkan yang tak terhindarkan di sekitar. Bisa dari hal kecil hingga besar. Meski rasanya ingin menutup mulut ibu-ibu itu seraya berkata "diam, berisik, tidak nyambung", ya lebih baik cueki atau pergi. Selalu ada pilihan untuk pergi dan meninggalkan sebuah situasi. 

Wednesday, September 20, 2023

Self Judgement

Pernah kah melihat seseorang dengan tubuh indah, paras menawan, 
namun rasanya tidak nyaman dan ada yang kurang enak?

Atau pernah kan melihat seseorang bertubuh besar, padat, lengan besar, muka panjang, 
jauh dari standard ukuran model, namun rasanya biasa saja malah enak-enak saja dilihatnya?

Tanpa sadar, hal-hal dan kesan yang kita rasakan dari penampilan dan paras seseorang adalah cerminan vivrasi yang orang tersebut pancarkan keluar. Saat dirinya menerima diri, percata diri, bersyukur atas tubuh dan parasnya, mengapresiasi bentukannya, makan orang luar pun melihatnya nyaman. Jika tubuhnya indah paras menawan namu ada penghakiman dan penilaian pada dirinya sendiri seperti kurang langsing dikit, kurang percaya diri dengan bentuk kukunya, tidak nyaman dengan dirinya sendiri, apalagi ada perasaan kurang layak, maka orang luar pun bisa menangkap sinyal-sinyal tersebut sesederhaana terlihat kurang menarik. 

Coba perhatikan, seseorang dengan tubuh besar atau kurus, namun sering dipuji orang terdekat, pasangannya, self esteem dan self worth nya bisa naik tinggi. Ia merasa cantik, menawan, keren, ganting, hebat, apapun itu. Meski realitanya jika diliat dan dinilai secara logika ya biasa saja. Begitupun jika ada orang yang aslinya cantik, ganteng, tubuh indah, cerdas, jika sering di hina, dipermalukan, dinilai buruk, diteriaki jelek, disalahkan, direndahkan, tanpa sadar hal tersebut mempengaruhi self esteem dan self worthnya, sehingga merasa dirinya tidak menarik, tidak layak, tidak pantas, tidak keren. Hal-hal seperti ini tanpa sadar mempengaruhi diri melihat diri sendiri juga, termasuk mengembangkan self judgement ke arah negatif. 

Monday, September 18, 2023

Laki-Laki

Saat masih sekolah atau kuliah, biasa aja makan di pinggir jalan, warung, karena uang jajan kita juga terbatas. Apalagi kalau cuma dikasih untuk kos, tugas, kuliah, tanpa uang hiburan dan sosialisasi. 10 tahun yang lalu, saat kita masih baru lulus, mungkin hal biasa makan di mall, pergi ke tempat-tempat yang lebih proper ddari warung tenda. 

Saat kehidupan berubah, hal-hal itu menjadi sebuah pilihan. Kalau dulu makan dipinggir jalan dan warteg karena uangnya cukup segitu, tidak ada pilihan lain. Sekarang meakan disana karena pilihan, entah karena lagi pengen makan nasi uduk, sop kambing, dan makanan-makanan enak di tempat tertentu yang lokasinya tenda pinggir jalan. Bukan karena arogan, mau yang mahal-mahal, lebih ke arah mulai bisa menghargai diri sendiri dan memperlakukan diri dengan baik. Dimulai mencari tempat makan yang lebih proper, lebih bersih, makananya lebih sehat, ambience nya lebih menyenangkan, dsb. 

Begitupun saat berkencan, kencan umur belasan, 20an, dan 30an mungkin berbeda. 
Saat ada laki-laki di usia 30an janjian ketemu, tapi kita yang nyemperin ke deket kantornya, diajak ketemu di mall kumuh jelek, di tempat makan yang gitu aja, abis itu pulang sendiri, dll. Dikala orang itu terbiasa hedon, pergi ke mall2 bagus, dan baik care ke orang lain, ya tandanya semurah itu dia menghargai kita. Dan ini bukan tentang matre atau tidak, bisa diajak susah atau tidak, high maintanance atau low, tapi bagaimana kita mampu menghargai diri sendiri. Apalagi jika janjiannya sudah dari lama menentukan tanggalnya dan seperti itu. Bukan karena ia ngetes kita, emang ga menghargai aja.

Untuk usia 30an, rasanya normal makan di tempat proper, fine dining, dress up (bukan untuk mengaet laki2, tapi untuk diri sendiri, bentuk kita happy dan menghargai diri), diperlakukan baik, itu hal normal. Jangankan dengan lawan jenis, dengan teman sesama jenis pun saat hang out yang bayar masing-masing, ya perginya ke tempat-tempat proper. Dan saat makan di pinggir jalan, camping di tenda, backpakeran, ya kita pun bisa-bisa aja. Lebih ke arah sebagai sebuah pilihan yang memang diri happy. Ya seperti ke pantai, pengen experience hal baru tidur di tenda karena pengen dan happy bukan karena ga ada biaya sewa hotel nyaman; atau pengen makan sop kambing enak yang cuma ada di warung tenda pinggir jalan; jalan kaki jauh saat traveling karena memang ga ada transport lain atau diri pengen karena happy banyak jalan. 

Mungkin ada yang lupa, kalau dirinya sudah umur 30an dengan level kemampanan dan kedewasaan berbeda dengan umur 20an. Kalau ada laki-laki ngajak ke tempat kurang proper ya tolak ajalah. Dari urusan ketemu dan makan aja udah sepelit itu,  apalagi untuk urusan lain? Beda kalau ketemuan dengan teman-teman lama (teman sekolah/ kuliah) ya kadang bertemu di tempat yang ada kenangannya, makan di warung X karena jaman sekolah sering kesana. 

Seiirng jalan, seiring mulai menghargai diri, tau kualitas diri, tau keberhargaan diri, kita juga akan tau mana hal-hal yang dapat kita terima dan tidak. Begitupun sata dating/ berkencan, kita tau laki-laki seperti apa dan bagaimana yang bisa kita terima. Dari mulai pola komunikasi, konsistensi, memperlakukan diri, dan banyak hal lainnya. Dan materi juga hal penting, ada laki-laki yang ngajak ke tempat murah karena saat itu uangnya cuma segitu dan dia sudah super effort banget pake acara puasa 2 hari dulu ga makan. Ya ini keliatan kan cara dia menghargai dan akan memperjuangkan perempuannya seperti apa. Kalau diajak ke tempat murah karena dia pelit, anggap perempuannya murahan yang cukup dikasih remeh temeh, karena males, ya tinggalin aja deh secinta apapun. 

Sopan Santun

Mungkin, ada sebagian orang diajarkan sopan santun untuk di terima dalam masyarakat, agar disenangi, agar terlihat baik, sebagai bentuk keberhasilan didikan, sebagai nilai diri, dan bagian dari kepribadian. Dan saat ada orang yaang dianggap tidak sopan dalam standard masyarakat atau seseorang, dianggap kurang baik, kurang bermoral, dan tanpa sadar ada pesan tersembunyi untuk diperlakukan tidak baik, direndahkan, dan dinilai buruk. 

Tanpa sadar, tujuan sopan santun itu justru untuk diri sendiri, sebagai batasan dan mengajarkan orang untuk memperlakukan diri seperti apa. Karena semakin terbuka diri (termasuk dengan sikap blak-blakan, jujur mengekspresikan dirinya, terbuka dengan opini dan emosinya) semakin mudah orang untuk berbuat seenaknya pada diri. Misal, saat kita bercanda, terbuka, dan ada seseorang becandanya kurang baik dan kita mengizinkan hal itu dengan santai, senyum, ketawa, maka Ia akan menilai hal itu dibolehin, pantas, diterima, dan bisa memperlakukan itu ke diri, dikala diri merasa tidak nyaman dan sedikit tersinggung. Saat asertif menyampaikan, karena pembawaan dan impresi diri orang yang ceria, maka orang tidak akan percaya. Saat terjadi berulang dan muak marah, maka diri yang dianggap tidak baik, tidak benar. Dan itu semua terjadi, karena diri mengizinkan. Mungkin di awal bisa di beri batasan dengan tidak terlalu terbuka, tidak terlalu ramah, lebih lantang, dan lainnya.

Kembali ke bahasan sopan santun.
Jadi sopan santun itu bukan untuk orang lain, bukan untuk diterima dan dinilai baik, namun untuk diri sendiri. Saat orang menilai diri sopan nan santun, maka mereka pun tidak akan mau atau malas untuk kasar dengan diri, dan tanpa sadar akan berlaku sama juga dengan diri ke mereka, yaitu menjadi sopan dan santun jg. Pada akhirnya, semua hanya bentuk manipulasi, yang dilakukan oleh diri bukanlah untuk orang lain, namun untuk diri sendiri.

Sunday, September 17, 2023

17/9/23

Dulu,
Berbuat baik, rasanya keren
Menjadi baik, rasanya keren
Bisa setia dikala diinjak-injak hingga diri terbunuh, rasanya keren
Selalu mendahulukan orang dengan mengabaikan diri sendiri, rasanya keren.
Bertahan pada situasi yang menderita dan sudah tidak bekerja, rasanya keren.
Menjadi yang menyenangkan, disukai, dan diterima semua orang, rasanya baik.
Memenuhi ekspetasi orang lain dengan menceraikan diri sendiri, rasanya keren. 
Mmebuat keputusan rinci berdasarkan logika dengan membungkam intuisi, rasanya pintar.
Menjadi orang yang dibangakan, diinginkan, di pilih, meski diri tak memilih, rasanya menang. 
Peduli dengan orang lain dan semua orang tanpa pilih-pilih, rasanya keren.
Menjalani hidup yang menurut society keren, rasanya keren.

Sekarang,
Berbuat baik terhadap diri, mendahulukan diri sendiri, mendengarkan badan sendiri, mendengarkan dan mengikutu intuisi diri, memilih apa yang diri benar-benar inginkan, memutuskan sesuatu dengan melibatkan kebahagian diri, menyayangi diri sendiri sekalipun ada orang yang tak suka, menjadi diri sendiri penuh kebahagian dan rasa syukur, menjalani hidup yang diri benar-benar rindukan penuh hasrat. Dan membiarkan segala aturan, pikiran, omongan orang, sebagai milik mereka, its not mine. 

Apa yang dilakukan dulu itu bukan kebaikan dan hal baik, namun condependecy, that leading to self abandonment, self abuse, being taken for granted, being used, being black sheep, being slave, being resentment, being bomb that destroy itself.

17/9/23

Mungkin orang bisa basa basi, lip service, php, being nice, sebatas sopan santun, janji-jani palsu, main-main, aku nggak. Gw bukan tipe orang yang nyapa orang kalau gak suka, bukan orang yang janjiin sesuatu kalo ga akan mati2an nepatin, bukan orang yang menclok sana sini, bukan orang banyak topeng, kalau suka sama orang satu ya satu. Sebenernya orang kalo sama aku enak, dari awal munculin semua sifat asli termasuk sisi2 rewel, intensity, dll. Kalau bisa nerima sisi2 begituannya, ya welcome to my life until we die. Dan gw bs ngasih sesuatu yg kebanyakan orang ga bs ngasih atau gak mau melakukannya.

Kalau kamu liat aku marah2 meledak2 saat ke trigger, ada momen rewel dan super clingy (biasanya super independent) ya tandanya, I trust you dan membuka diri untuk kamu masuk ke dalam hidupku. No hidden agenda, gak ada yang diumpetin, gak ada yang ditutup-tutupin. Menariknya, banyak di reject orang, pada ga suka, ga kuat, terintimidasi, dan entahlah. Kalau sekarang, yaudah. 

Orang-orang kaya gw gak cocok main date app yang kebanyakan fake, pake topeng, basa basi atas dasar sopan santun tp ga jelas arahnya, atau jenis2 lainnya yang not my taste. Mending ketemu langsung, main bareng kemana, interaksi langsung. Tapi itu semua gak terbuka ke semua orang, aku cuma mau main sama orang-orang yang aku suka, mau, dan pilih. Itu biasanya cuma satu orang ya satu. Entahlah ini namanya picky, arogant, atau too much rejection. I always say what I want to say directly, you will know what I want, no games. Jadi orang kalo deketin gw kan gak susah sebenernya, cm di poin gw nya suka atau nggak. Ya intinya, kalo gw bales dan responsif apalagi duluan, tandanya suka, mau, dan udah milih. Kaerena gw gak akan bales cuma sebatas ramah tamah/ sopan santun. 

Orang-orang yang dateng, gw reject. Giliran suka ma orang, gw yg di reject wkwk. 
Jadi sekarang, belajar lebih open aja deh sama orang, siapapun yang kind, nurturing, baik, nourishing, konsisten, dan make me greater, welcome. 

Dulu parah banget, untuk temenan aja, suka milih2. Cuma mau sama yg pinter, keren, jelas, dll. Sampe di momen sadar, ini orang2 yg baik dan stay justru orang2 yg awalnya gw reject/ ada judgment ke mereka. Disitu mulailah membuka diri, siapapun yg hadir selama kind for me, pure intention and nurturing, welcome.

Ya, sekarang energy nya udah beda. 

Kalau masalah cowok, gw jarang banget suka ma orang, tapi sekalinya suka udah bisa langsung give all my whole heart, soul, and life. Semoga itu semua, dikasih ke orang yang tepat, orang berkualitas, yang memilihku. Ga ada cerita kaya kemarin lg. 

Tulisan ini terinspirasi pas aware, banyak banget orang fake yang gak ngebuka dirinya di awal. Dan apa yang dicari? kalo kerjaan dll sih ya ok lah, sebatas peran aja. Kalau untuk berelasi terutama romance, ya buat apa? Kecuali emang ada intention tertentu. Ya biarlah orang bermain-main dengan permaiannya. Aku tak mau masuk2 ke permainan seperti itu, not my place, not my taste, not my games.

Saturday, September 16, 2023

Merasa Layak

Merasa layak dicintai
Merasa layak dipilih
Merasa layak diperjuangkan
Merasa layak disayang
Merasa layak dihargai
Merasa layak diperlakukan baik
Merasa layak dilindungi
Merasa layak diterima
Merasa layak dijunjung
Merasa layak dipuaskan
Merasa layak dilayani
Merasa layak diprioritaskan
Merasa layak ditunggu
Merasa layak diundang
Merasa layak dipermudah
Merasa layak dibayarin
Merasa layak dipahami

Mungkin selama ini ada hal-hal tak menyenangkan yang sering dialami karena diri merasa tidak layak. Apa yang tercipta saat kita membereskan segala judgement diri, membuang false belief, dan mulai merasa layak atas segala kemudahan, keberkahan, kenikmatan, kejayaan?

Thursday, September 14, 2023

Mainin Orang

Tidak semua orang yang instal dating app itu untuk bermain-main. Ada yang memang serius mencari teman, berteman, mencari pasangan, berkomitmen. Kalau mau main, ngapain lewat date app? Biar status dan identitasnya aman, gak ketauan, kehidupan aslinya gak terganggu, merasa aman dibalik nama palsu, identitas bodong, dan nomer cadangan?

Pernah ga ya orang-orang kaya gitu mikir sejauh apa efeknya terhadap orang lain yang tidak on the same page atau termakan becandaan dan main-mainnya?
Ya hidupnya, kehidupannya, pekerjaannya, self worth nya, self esteem nya, trust nya, wellbeing, kesehatannya. Bahkan bisa jadi ada trauma, depresi, berantakan hidupnya, kehilangan kepercayaan terhadap dirinya sendiri dan orang lain, broken heart sampe masuk RS, meledak sampe patah tangan, berantakan semuanya. Ya itu semua memang salah sendiri ngapain bisa percaya sama orang yang kenal di aplikasi dan invest terlalu banyak. Dan orang kaya gini kan ga nyangka jg ketemu org2 yang sejahat itu, dia pikir ya orang2 kaya dirinya yang bisa dipercaya, pure intention, caring, open, sincere, honest.

Orang-orang yang main-main dengan perasaan, hati, dan hidup orang lain tuh pada kena karma ga sih?
Atau baik-baik aja hidupnya, bahagia, uang banyak, pas nikah, anaknya cacat? Atau tiba-tiba pas lagi bahagia-bahagianya, semua yang pernah dia lakukan ke orang, kejadian dialaminya dengan segala efek dan kerugian dominonya? Atau tiba-tiba kena hiv dan penyakit yang merusak dan menghmbat hiduonya sampai depresi dan mati perlahan? 

Kalau kejadiannya terus menerus, terus-terusan mainin orang dan baik2 aja, itu apa ya? 
lagi memupuk karma dirinya? yang entah kapan muncul untuk dibayar.

Jogja

Jogja.
Tempat kabur sejak 2010
Tempat traumaku terbentuk, healingku berproses, uangku bermunculan.
Tempat yang tak ada sanak saudara, sendirian, tak ada komunitas 
apalagi sense of belonging, namun banyak sekali cinta yang kurasakan disana. 
Tempat yang tak akan pernah ku datangi lagi sejak akhir 2022. 
Kecuali ada hal penting yang urgent untuk dihadari.
Tempat aku bertemu past loversku
Tempat aku bertemu orang yang unblocked my second chakra
Tempat aku bertemu orang yang pertamakalinya aku jatuh cinta
Tempat aku menyadari banyak hal termasuk seperti tissue yang dipakai, dibuang, dan dilupakan
Tempat hidupku dipersulit dan disisi lain banyak sekali kemudahan yang hadir dari arah lain.
Tempat aku membuang uang dan bermanifestasi lebih.
Tempat depresi terberat terparahku hadir.
Tempat hubungaku dengan beberapa orang membaik.
Tempat aku mengenal diriku.
Tempat aku menyembuhkan diri sendiri.
Tempat kebenaran terungkap.
Tempat pertamakalinya dapat klien bars.
Tempat yang aku gak terlalu suka, tapi banyak hal terjadi.

Apakah benar, banyak orang2ku di Jogja ini? Gimana mrk semua bisa hadir berkontribusi 
dan saling berkontribusi tanpa aku perlu pindah dan stay berkarya di Jogja ya?

Wednesday, September 13, 2023

Kebahagiaan

 Awalnya, aku gatau bahagia dan kebahagiaan itu apa.
Aku hanya menjalani point of view orang lain dan tanpa sadar membeli "cerita" mereka tentang arti hidup. Seperti harus bekerja, bekerja itu yang pergi pagi pulang malam, senin samapi jumat; jangan nyusahin orang; hidup itu sulit; hidup itu penuh perjuangan; mimpi jangan ketinggian; bisa makan aja syukur; harus punya ini itu; harus ini itu, dan lainnya. Sampai aku melewati banyak sekali peluang dan kemudahan hanya untuk fokus pada masalah receh tak berarti hanya agar sama dengan yang lain.

Ada masa aku bahagia sekali pindah dari satu kota ke kota lain, traveling ke sana sini, dan tak bergantung pada siapapun, bisa dan nyaman sendirian. Badan dan jiwa ku bahagia sekali saat itu, dan aku melewati semua kesempatan yang hadir saat itu. Kesempatan romansa, kesempatan menjadi vloger, kesempatan menjadi content creator, merekam semua perjalananku dalam bentuk video maupun tulisan. Dan aku hanya mendapatkan energy kegembiraan dan pengalaman pribadi tanpa ada uang cash yang dihasilkan saat itu. Di momen itu pula, banyak sekali pekerjaan proyek interior yang datang sendiri, lagi-lagi aku lepaskan karena fokus untuk sekolah dan menjadi dosen. Dimana dua hal tersebut tidak membawaku kemana-mana dan menghasilkan keberlimpahan untuk diriku. Begitupun saat sering menulis, dapat banyak cibiran, aku tak sadar itu bisa menjadi sesuatu. Hingga ada seseorang menyadarkan, dan semua tulisan ku bukukan melalui editor serta segala tahap penerbitan. Ternyata menghasilkan banyak uang, membantu banyak orang, dan menjadi apresiasi untuk diriku sendiri yang sering aku abaikan semua kemampuan-kemampuan diri ini.

Sekarang, aku pusing sekali mencari-cari sesuatu agar dianggap normal, berhasil, sukses, mapan, dan lainnya. Hingga tak sadar banyak sekali kemudahan yang hadir dalam hidup dan kemampuaanku sendiri. Setiap susah, ada yang bantu. Setiap diabaikan ditingalkan orang, ada yng tiba-tiba hadir, setiap drop depresi selalu memapu bangkit kembali dengan cepat, mampu menciptakan kebahagian dan tau cara bersenang-senang tanpa merugikan siapapun (biasanya merugikan diri sendiri, dulu), mampu masuk ke segala jenis levell sosial dan berinteraksi dengan beragam orang, percaya diri dan aman untuk berinteraksi dan reach out orang-orang yang secara level status society dan material things jauh diatas diri, mampu tenang dan merasa aman disaat tidak punya apa-apa tanpa ada cadangan apapun. Itu semua aku lupa lihat dan menafaatkan untuk menghasilkan tangible result. Apa yang bisa aku menjadi dan ciptakan dari semua yang ada dan aku punya to make my life greater? Possibilities apa yang belum aku lihat? wwit to grab all possibilities and transform it to tangible result? 

Banyak orang yang tau cara menghasilkan hal-hal materi namun tidak tahu untuk menciptakan the real happiness joy. Aku kebalikannya, tahu cara menciptakan kebahagian, being joy, being space, being money, tapi gak ngerti cara transform and convert all of that energy to material things. Ada yang bisa dan amu ngajarin? Tentu dengan cara yang nurturing dan tidak hitung-hitungan~

Sunday, September 10, 2023

Melihat kedalam

Banyak sekali cara melihat kedalam diri.
Dari mulai berefleksi, kontemplasi, meditasi, hingga menulis.

Dan semuanya itu memerlukan keberanian, kejujuran, kelegowoan, dan toleransi yang besar tanpa penilaian apapun. 

---------
Sebuah kecintaan yang ternyata obsesi
Sebuah drama yang ternyata topeng
Sebuah hasrat yang ternyata ketakutan
Sebuah nilai yang ternyata candu
Sebuah resiko yang ternyata sampah
Sebuah pencapaian yang ternyata rasa tak aman
Sebuah usaha yang ternyata kesedihan

Bahagia


Bisa jadi kebahagian bukan suatu hal yang dicari, namun sebuah pilihan yang dipilih.

Maaf

Menjadi ikhlas dengan tidak bisa stand up for self, kadang beda tipis.
Sampai di momen, segala kedzoliman, kejahatan, penganiayaan, kehancuran, kerugian, dilepaskan.
Entah dilepaskan kemana. Tak ada doa, tak ada dendam, tak ada penyangkalan, ya sudah saja 
meski diri habis dan hancur berkeping-keping.

Dan untuk itu semua yang pernah terjadi, aku meminta maaf pada diriku sendiri.
Maaf tidak bisa menjaga diri, maaf telah memberi izin tanpa sadar untuk orang memperlakukan diri seperti itu, maaf tidak membela diri dan memperjuangkan apa yang diinginkan, maaf tidak mampu untuk berbuat jahat dan agresif meraih yang dibutuhkan namun melakukan itu pada diri sendiri. Maaf untuk segala kesempatan yang dilepas, segala momen doa terijabah yang dilewatkan, segala keramah tamahan yang diberikan kepada yang tak pantas menerima. Maaf untuk selalu mundur, terisish, tergeser, saat ada yang datang merebut apa yang diri inginkan dan yang diri punya. Maaf untuk tidak menjadi garda terdepan menghalau segala harming, disrespect yang hadir. Maaf.

Sampailah di momen...

Sampailah di momen aku tau apa yang aku butuhkan dalam relasi.
People who nurturing, nourishing, consistent, and reliable.

Kalau urusan pendidikan, intelektual, emosi, kebaikan hati, dll, itu memang akan terfilter dengan sendirinya di awal. Orang-orang yang cocok dan kompatibel di ranah intelektual, emosi, energi, spiritual, gaya hidup, ya ada aja. Cuma yang plus 4 kualitas (nurturing, nourishing, consistent, and reliable) dan memilihku nan mutual ini yang belum ketemu. 

Aku berdoa dihadirkan dan dikelilingi orang-orang seperti itu dalam hidupku.

Untuk yang jadi partner dan teman mainku, semoga kita segera bertemu ya.
Aku tidak ada bayangan siapapun. Tidak tahu ketemu dimana, kapan, siapa, apakah sudah kenal atau belum, entahlah. 
Semoga kita segera bertemu dalam kualitas dan goal yang sama ya. 

Tak ada yang disesali (be continue)

Begitu banyak hal terjadi.
Ada hal-hal yang aku sesali, sangat ku sesali, ku syukuri, dan ku lepaskan.

-----
Ada orang yang diam-diam aku suka. Hingga di suatu waktu tercipta sebuat kesepakatan bertemu dan batak mendadak. Saat itu aku sedih dan kesal sekali dan mengekspresikannya secara gamblang meledak-ledak seperti kembang api. Orang ini menilaiku kekanak-kanakan, tak ada lanjutan apapun lagi, dan menikah dengan yang lain. Saat itu tidak ada penyesalan apapun. Tahun demi tahun berlalu, aku masih kontak dengannya menski hanya sebagai penonton, menyadari banyak hal, dan disitu aku bersyukur. Aku bersyukur tidak ada hubungan apapun apalagi serius sampai pernikahan. Bukan karena Ia tidak baik, malah Ia terlihat sempurna di mata lawan jenis. Hanya saja bukan orang seperti itu yang aku cari dan butuhkan dalam hidupku. Rasanya ku tak mampu hidup penuh aturan, batasan, dan segala hal-hal yang membuatku sulit untuk menjadi diri sendiri, tumbuh dengan bebas, dan menyembuhkan diriku sendiri dari hal-hal yang belum aku sadari di masa itu. Aku tidak menyesali sikapku yang meledak dan segala hal yang terjadi. Jika sikap meledaku karena janji yang batal, luka yang kesenggol bisa dinilai buruk, bagaimana Ia bisa mengayomi dan menutrisi ku?

-----
Apa  aku sudah siap menceritakan ini?
Aku tak ingat kapan aku memilih dia, aku tidak ingat momen dimana ia ada dalam aplikasiku. Yang aku ingat, dari banyaknya yang cocok, hanya dia yang berhasil membuat dadaku berdegub. Entalah, rasanya seperti sudah kenal lama, ada koneksi emosi yang kuat, dan aku benar-benar menyukainya. Saat itu pun aku merasakan ia merasakan hal yang sama, hingga saat video call pertama tidak ada yang berani memperlihatkan wajahnya dan terasa degupan kencang. Aku kira itu hanya reaksi kimia selewat. Ternyata tidak.

Aku yang belum pernah jatuh cinta, jarang tertarik lawan jenis, tidak ada pengalaman romansa percintaan, tidak pernah memikirkan relasi, (dilanjut nanti deh, bs jadi satu novel sendiri ini).

Wednesday, September 6, 2023

Keluarga

Idealnya keluarga adalah tempat ternyaman yang menerima diri apa adanya, yang selalu memberi dukungan, cinta tanpa syarat; yang saling melindungi, menjaga, menyayangi, mengayomi, menutrisi, dan kebaikan-kebaikan lainnya. Mungkin itu hanya ilusi delusi fantasi dongeng atau hanya sebagian keluarga yang memang berfungsi dengan baik. Realitanya, ada keluarga yang saling bersaing satu sama lain, yang saling membicarakan dan menjatuh satu sama lain, yang saling iri, yang saling menyakiti, yang saling tidak peduli. Bisa di generasi atasnya yang saling bersaing, bisa di generasi bawahnya sepupuh yang saling iri, bisa terjadi di semua generasi yang di dasar hatinya lebih mementingkan teman dan dirinya sendiri, keliuarga dianggap formalitas dan jauh dari nurturing maupun nourishing. Ada pula keluarga yang justru memberikan banyak trauma, membuli, humiliation, shamming, betrayed, abused (secara emosi amupun fisik), pilih kasih, penuh dengan judgement, saling berkomplot untuk menyakiti, mengucilkan anggota keluarga lain. 

Pada akhirnya, keluarga itu ya hanya sebuah status, karea memiliki darah yang sama yang mengalir dalam tubuh. Sebatas itu. Dan beelum tentu darah lebih kental dari air. Jika pun ia, apa maknanya? 

Kita bisa membangun keluarga sendiri, memilih orang-oramg yang memilih kita juga, yang mutual, yang baik, yang sama-sama merawat dan menutrisi untuk tumbuh bebas, tinggi, bermekaran, yang menerima diri tanpa penilaian apapun, yang memberikan ruang tumbuh tanpa dogma-dogma dan keharusan yang membatasi. Jika belum bisa menemuka orang-orang itu, kita bisa mulai dengan diri sendiri bersama diri. 

Jika kita terjebak dengan pemikiran keluarga adalah sesuatu yang harus dilindungi, dijaga, diprioritaskan, tempat terbaik untuk pulang, yang menerima kita, yang mencintai kita tidak lebih dari siapapun. Saat itu semua tidak terjadi, saat kita lahir dari keluarga dan keluarga besar yang disfungsi, maka kita akan gilak. Menunggu orang menerima kita dikala mereka tidak mau menerima; menunggu dicintai tanpa syarat, dimana mereka tidak mau dan mampu melakukannya; menunggu diterima apa adanya dikala mereka penuh judgement yang tak memberdayakan; menunggu untuk dapat terbang saat hubungan dengan keluarga baik nan nurturing, dikala merawat pun mereka tidak mau apalagi menutrisi jiwa kita. Jadi untuk apa? Mungkin lebih baik melihat apa sebagaimana apa adanya. Seperti merah sebagai merah, biru sebagai biru. 

Jika itu tidak baik untuk diri, lepaskan. 
Jika kebutuhan kita tak terpenuhi, tinggalkan.
Jika diri kehilamngan diri untuk menyenangkan sekitar agar diterima, berhentilan, dan kembalikans emua pecahan diri menjadi utuh. Berbahagialah dengan diri sendiri untuk menjadi diri sejati.
Jika itu tidak membuat kita tumbuh dan terbang tinggi, tinggalkan.
Ya, ada kalanya kita perlu meninggalkan hal-hal yang tidak membuat diri lebih baik, berfungsi maksimal, tumbuh besar, dan bahagia. Meninggalkan bukan berarti benci dan memutus silaturahmi. Meninggalkan bukan berarti egois, justru itu bentuk menyayangi diri sendiri, menghargai diri sendiri, dan bersyukur atas karuniaNya terhadap diri yang perlu dirawat, dikeluarkan semua potensi, dan hidup secara maksimal. Meninggalkan itu sebuah pilihan. Meninggalkan diri sendiri untuk dapat diterima hingga hancur tak beryawa, atau meninggalkan hal-hal yangkurang baik untuk diri dan memilih diri sendiri?

Saturday, September 2, 2023

2/9/23

Bagaimana jika masalah itu muncul dari rasa takut?
Takut salah, takut rugi, takut dipandang buruk, takut ini itu.

Takut miskin, takut kehilangan, takut dirampas, takut diambil orang,
takut kehilangan klien, takut ga dapet kerjaan, takut ga dipilih, 
takut dibuang, takut ditolak, takut salah ambil keputusan, dan
ketakutan-ketakutan lain. 

Friday, September 1, 2023

Intimasi

Saat kita sering bersama dengan seseorang; beraktivitas, bermain, mengobrol, berbagi kisah, bercerita, berdiskusi, pergi bersama, tinggal bersama, memasukan kedalam kehidupan kita, berbagi banyak hal. Maka saat orang itu pergi meninggalkan tanpa aba-aba, tanpa kesepakatan, dan tak pernah kembali, ada jiwa yang hilang, ada nyawa yang lenyap, ada raga tak bernilai, semua terasa kosong, dibuang sendirian dalam kubangan gelap menyedot segala kebahagian yang semakin terkikis.

Intimasi menguatkan dan menjadikan diri berlipat-lipat dalam menjalani sesuatu. Saat itu hilang, hilang pula diri ini dan dapat menghancurkan seluruh area kehidupan lainnya. Kehilangan yang hanya bisa terganti dengan intimasi lainnya. Jika kita tidak mampu dapat dari yang lain di luar diri, mungkin saatnya memberdayakan diri sendiri, mengikis seluruh kekosongan yang ada, menambal seluruh luka kehilangan ataupun ditinggalkan. Karena pada akhirnya, hanya badan kita yang akan setia hingga ajal datang. Mungkin orang lain hanya singgah entah untuk berapa lama. Hanya kita rumah untuk diri kita sendiri. Apa yang tercipta saat menjalani intimasi terintim dengan diri sendiri?

Banjir

Layaknya banjir yang memasuki rumah, membasahi perabotan, merendam karpet, kasur tanpa dipan, dan menggenangkan sendal, sepatu, dan lainya. Ada yang rusak tak bisa dipakai lagi, ada yang perlu diperbaiki, ada yang menjadi cacat tak sempurna, ada yang diam pada tempatnya, banyak pula yang hanyut. Banjir tak hanya basah; air yang bercampur dengan sampah, tanah, tinja, air kemih di jalanan, serta segala bakteri entah dari mana menyatuh menghasilkan bau dan potensi penyakit. 

Saat banjir datang, mungkin kita panik menghalau dengan segala cara, ditinggalkan tanpa kembali, atau hanya diam memasrahkan diri dengan menunggu surut. Setelah semua surut, tak ada lagi genangan-genangan yang akan hadir apalagi beriak menyeret sejalan arusnya; barulah dirapihkan kembali untuk layak huni dengan aman, nyaman, dan indah.

Dimulai dari membuang sisa air, menyiram disinfektan, mengepel, melap seluruh perabot, mengeringkan. Tahan selanjutnya menyortir mana yang masih layak digunakan, perlu dibuang, diperbaiki. Setelah itu perlahan dirapihkan kembali pada tempatnya semaksimal mungkin. Mungkin prosesnya tidak secepat menutup pintu. Jikan pun telah dirapihkan semua, ada waktu yang dibutuhkan untuk membiasakan dengan bau atau menunggu baunya hilang, begitupun ada waktu yang dibutuhkan untuk mengumpulkan dana membeli perabot-perabot yang rusak, ada waktu bekerja ekstra serta kucuran energi untuk itu semua. 

Jika rumah adalah jiwa dan raga ini,
Seperti itu pula hidup saat ada bencana masuk, menghantam rumah, tidak semudah move on meninggalkan, ada yang perku dirapihkan, dirawat, dibersihkan, dihidupkan kembali dengan layak, dan rumah itu adalah diri kita sendiri. 

Letter for Self

13/8/23, 

01.39
I am so grateful
for everything that came to my life.

Abundance, love, kindness, food, luck, 
pleasure, convenience, excitement, idea, 
enjoyment, awareness, tranquility, health,
good heart people who align with their action.

Especially grateful to my self
Thankyou for trust and being kind to self.

1/9/23

Saat kita melihat dunia sebagai masalah, kita akan sibuk mencari solusi, memecahkan masalah, dan memperbaiki. 

Bagaimana jika masalah itu tidak ada?
Bagaimana jika tidak ada yang perlu dibenahi ataupun diperbaiki?
Bagaimana jika selama ini diri baik-baik saja, hanya berbeda?
Bagaimana jika trauma dan masalah itu hanyalah ilusi?
Bagaimana jika saat ini, perjalanana dalah tentang:
  "how to outcreate ourlife in all area"?
  "how to create what we desire to create with total ease?"
  "how to have fun and enjoy ourself?"

Tentang diri, 
Kapan terakhir kali kamu menikmati dirimu sendiri? 
Bergairah atas dirimu sendiri? 
Apa lagi yang belum disyukuri dari diri sendiri? 
Sudah bersedia kah menerima seluruh kontribusi diri sendiri?

Tertarik

Banyak sekali perubahan yang hadir. Banyak yang hilang dan muncul. 
Ada momen antusias untuk melihat ada perubahan apa lagi dengan melihat kedalam diri tentang apa yang salah, bermasalah, konslet, dan perlu di perbaiki. Rasanya bahagia sekali seperti bermain permainan saat berhasil. Hingga sadar, bagaimana kalau itu semua disudahi dahulu, didiamkan, sekarang waktunya ganti permainan. Antusiasme memperbaiki diri berubah menjadi mengebangkan diri. Dimulai dari penasaran diri memiliki kemampuan apa, potensi apa, kekuatan apa, itu semua bisa dipakai apa, diapakan, bisa sejauh apa, sekuat apa, dan terus mengeksplor bisa diapin lagi dan sejauh apa. 

Rasa penasaran pada diri sendiri baru bisa muncul setelah mampu sayang terhadap diri sendiri dan melihat diri sebagai sesuatu yang utuh dan terus tumbuh dengan mengeksplor segala potensi dan kekuatan diri.

Kadang terlalu seringnya melihat kesalahan diri, merasa ada yang salah, menyalahkan diri sendiri, kita tidak sadar seberapa besar dan banyaknya potensi, kemampuan, kekuatan, dan ketrampilan yang diri punya. Alih-alih berkembang untuk terus maju, meluas, membesar, terbang, kita akan sibuk memperbaiki tanpa bergerak. Kadang perbaikan terjadi dengan sendirinya seiring berjalan dalam penciptakan kehidupan yang lebih baik. 

Seeds

May all seeds come to the Sower with great precision.

Benih yang ditabur, mungkin hanya sebesar butiran debu, yang dari situ akan tumbuh entah sebesar apa. Tumbuh sebagai kebaikan yang bercabang, penderitaan yang mengakar, kesulitan yang menjalar, kemudahan yang rimbun, kegersangan jiwa atau kesegaran hidup.

Apa yang diri anggap sepele karena dilakukan dengan mudah, tidak berdampak apapun, malah menguntungkan. Bisa jadi merampas kebahagian dan kehidupan orang lain dengan runtutan kesulitan. Benih yang berkembang memberikan kemudharatan bagi orang lain, yang akan kembali pada sang penabur entah di kehidupan kapan. Begitupun saat kita menabur benih kebaikan yang memberikan kemudahan bagi orang lain, maka akan kembali kepada tanpa kurang sedikitpun.

Benih yang ditanam bisa berkembang terus tanpa henti, bisa juga terpatahkan dan mati. 
Jika sang penabur berhenti memberi makan sang benih, maka benih itu akan mati. Entah berhenti berbuat jahat, berhenti berbuat baik, apapun itu. Bagi yang terdampak oleh benih itu, adapun kendali untuk merubah keadaan, meninggalkan tempat benih kemudharatan tumbuh agar tidak terkena, dan bisa mencari tempat lain yang ditumbuhi benih-genih kebaikan.

Misal:
Saat ada orang jahat terhadap kita, kita bisa memberi makan kejahatan itu untuk terus tumbuh dengan tidak ada perlindungan diri, terus menerimanya, membalas yang menjadikan kejahatan itu berlipat. Kita bis ameninggalkan sesederhana tinggalkan orang jahat itu, bangun perlindungan diri, atau justru melepas segala batasa agar seluruh energi atau kejahatan yang ditujukan hanya menumpang lewat tanpa terkena. Benih keburukan pun bisa berubah menjadi kebaikan saat orang yang dijahati menerima dengan kelapangan hati, memaafkan hingga hati oenabur kejahatan itu berubah dan menebus seluruh kemudharatan yang dihasilkan dan menanam benih kebaikan.

Saat ada orang baik, kita bisa membantu membesar benih kebaikannya, dengan menerima. Dari kebaikan yang diterima, kita salurkan kembali ke sekitar dalam kebntuk kebaikan, seterusnya hingga benih itu tumbuh bercabang tanpa henti. Kita pun bisa merusak kebaikan itu dengan tidak menerima kebaikan, berkhianat, melakukan kejahatan, dan saat sang pemberi kebaikan lelah lalu membalas dengan keburukan, maka yang terjadi adalah dua belah pihak yang saling menanam keburukan tak berujung jika salah satunya tidak ada yang mau berhenti. 

Semua masih bisa diubah dan berubah, selama kita memilih untuk itu.
Dan semua yang dilakukan akan kembali dengan sangat presisi tak kurang sedikitpun 
terhadap sang pelaku.  
Bisa jadi di kehidupan sekarang terhadap dirinya, keluarganya, keturunannya. 
Bisa jadi di kehidupan selanjutnya.

wuallahualambishawab.