Friday, December 19, 2014

Jiwa

Air jatuh berirama membasahi setiap pohon, tanah, dan bus yang saya tumpangi. Bus yang entah akan membawa saya kemana, bertemu dengan siapa, belajar apa, dan apa- apa lainnya. 2 jam menerawang kegelapan bias cahaya lewat jendela dengan segudang pertanyaan. Bus pun berhenti di sebuah tempat, tempat training 4 hari, training yang saya pun tak tahu ngapain dan tak tahu kenapa bisa ikut. Seseorang berbicara dengan suara memecah gemericik air hujan deras, memberitakan tentang pembagian kamar. saya pun dengan spontan ikut saja rombongan entah siapa, masuk ke kamar paling pojok, sebuah ruangan dengan 10 kasur, 5 kasur diatas, 5 kasur dibawah dengan 10 orang yang asing. Saya memilih kasur di bawah tanpa memilih-milih sebelah siapa.

Kami bersepuluh meski sekamar, dalam kesehariannya hanya berinteraksi saat malam, selepas acara selesai, dari jam 10 malam hingga jam 1-2 pagi, kemudian tidur lalu bangun jam 5 subuh bersiap-siap untuk kegiatan yang diawali dengan mandi air dingin di lembang musim hujan. Ada teman sekamar yang posisi kasurnya disebelah kasur saya, dia menjadi orang pertama yang saya liat saat bangun dan saya liat menjelang tidur, selama 3 malam, ada momen dimana kita bertatapan lalu ketawa, ketawa untuk hal yang belum kita komunikasikan namun sama-sama dipahami. Ya mungkin itu namanya chemistry dan satu frekuensi. 

Seiring berjalannya waktu, di malam terakhir, saya menyadari kalau orang-orang yang ada dikamar ini, 9 orang ini cerminan diri saya sendiri. si A yang rusuh, si B yang hahahihi, si C yang kritis dan mempertanyakan eksistensi Tuhan, si D yg sedikit seombong, si E yang pemalu, si F yang berantakan, dan yang lainnya. Malam terakhir itu menjadi puncak perbincangan diskusi, bukan diskusi tentang training hari itu, melainkan diskusi tentang apa yang dirasakan, dipikirkan, beban masa lalu, harapan masa depan, dan saya mengungkapkan apa yang saya rasakan pada penghuni kamar ini, tentang kesamaan frekuensi, satu pemikiran. Teman sebelah kasur saya tiba-tiba ngomong "Tuhan mempertemukan orang sesuai kelompok roh nya, jadi kita ini diciptakan dalam kelompok-kelompok, yang sejenis akan dipertemukan". Definisi satu frekuensi versi dia. Cuma 3 malem, gatau kenapa sayang sama 9 orang ini, meski interaksi kita hanya dikala malam. 

Sebulan berlalu, komunikasi tidak se-intens sebelumnya dikarenakan kesibukan masing masing di kota masing-masing. Saya pun iseng stalking dan bacain tumblr dan blog satu satu hahaha... lalu terkejut. Ternyata bukan satu frekuensi saat itu saja, bahkan si ini si itu ternyata satu pola pikir, satu visi, cita-cita yang serupa, selain perilaku yang seperti cermin, pola pikir, perspektifnya pun setipe Meski dengan background yang berbeda (ada psikolog, guru, ekonom, entertainer, anak informatika, manajemen, dari jawa, sumatera dan makssar).  Teringat perkataan Tan Malaka bahwa air berkumpul dengan air, minyak berkumpul dengan minyak, setiap orang berkumpul dengan jenis dan wataknya. sama seperti salah satu hadist yang saya temukan tentang jiwa, "Jiwa-Jiwa itu ibarat prajurit-prajurit yang dibariskan. yang saling mengenal diantara mereka akan saling melembut dan menyatu. Yang saling tidak mengenal diantara mereka akan saling berbeda dan berpisah" (H.R.Bukhari). Dari situ saya menyadari dan berfikir tentang orang-orang yang datang dan pergi, tentang orang-orang yang bisa ditoleransi dan tidak, tentang pertemuan-pertemuan yang bikin bersyukur, tentang baiknya Tuhan yang selalu memberi teman disetiap perjalanan hidup, tentang ketentraman, kasih sayang, tentang kekuatan,  tentang kesendirian, tentang banyak hal.

Tuesday, December 2, 2014

Gentong

Tadi pagi sebelum memulai aktivitas, saya lari di sabuga sendirian, ternyata pagi itu banyak opah-opah, dan ada sekelompok opah-opah yang jadi lari bersebelahan dengan saya. Terus mereka ngobrol (bukan nguping cm kedengeran hehe) ada satu obrolan yang bikin saya mikir:

"maneh teh dikasih berkat ku Tuhan aya takaranna, ibaratna gentong maneh geus penuh, lamun teu aya nu dikaluarkeun, nya teu aya deui anu bisa katampi masuk ka gentong...."
translate:
"kamu itu dikasih berkat/ anugrah dari Tuhan ada takarannya, ibaratnya gentong kamu udah penuh, kalo gak ada yang dikeluarin, ya gak ada lagi yg bisa keterima/masuk ke gentong itu...."

Saya jadi mikir dan punya pemahaman: ya segala berkah yg udah dikasih Tuhan emang harus ada yang dikeluarin, dalam bentuk waktu untuk berbagi, kasih sayang, kepedulian, ilmu yg disalurkan, rejeki yg di-infaq-kan, dll. Biar "gentong" kita ini selalu punya ruang untuk terisi dan gak luber tanpa manfaat. Karena isinya selalu kita bagikan ke orang lain jadi gentongnya gak penuh-penuh dan bisa diisi  lagi bahkan terisi dengan yang baru pula.

02/12/2014
00:25