Tuesday, July 28, 2020

Kebebasan

Dari lahir, kita sudah diberikan identity oleh sekitar, identitas anak siapa, dari keluarga apa, agamanya apa, dan lain sebagainya.

Selama perjalanan, tak jarang, orang tua bahkan orang sekitar ikut campur terhadap urusan pribadi. Mengatur dengan siapa harus berteman, mengatur harus punya pasangan seperti apa, mengatur rutinitas ibadah, mengecek keimanan, memilihkan sekolah, memilihkan jurusan, mengatur jalan karir, mengatur pernikahan seperti apa, ikut campur tentang keputusan mamiliki ketrunan, cara mendidik anak, bahkan memberikan banyak nasehat yang tidak diminta.

Membimbing, mengarahkan, dan mengatur menjadi tipis batasannya.
Hirarki usia menjadi utama, berkeyakinan bahwa orang lebih tua pasti tau yang terbaik untuk orang yang usianya lebih muda. Realitanya belum tentu. Banyak orang berumur mentalnya masih kekana-kanakan, banyak orang mendapati pengalaman yang tidak dibarengi kemampuan berefleksi yang menghasilkan kurangnya kebijaksanaan, banyak jg orang berumur yang hidupnya hasil dari proyeksi trauma orang tuanya alias tidak menjadi diri sendiri bahkan tak mengenal dirinya dan menjalani hidup secara bebas.

Hidup di disini (ya tidak semuanya) serba diikut campuri, di doktrin, dijejeli dogma.
---------

Ada seorang muslimah baik sekali nan taat, ternyata orang tuanya beda keyakinan agama. Orang tua nya mampu merelakan anaknya untuk memilih keyakinannya sendiri. Ada juga yang menjadi agnostik dan keluarganya tetap baik. Kalau itu terjadi sama diri sendiri bagaimana? Bisa-bisa dimusuhi sekelurga, bahkan dicoret dari akte keluarga.

Tidak mudah bagi orang tua untuk memberikan anak kebebasan dalam memilih jalan spiritualnya sendiri. Tidak mudah bagi orang tua untuk menyadari bahwa anak bukanlah perpanjangan dirinya, namun individu yang memiliki kedaulatan penuh terhadap dirinya. Tidak mudah juga bagi orang sekitar untk tidak menjudge dari sudut pandang benar sala menurut belief nya dan menghargai keputusan seseorang.

Seberapa bebas kah seorang manusia untuk memilih?
- Memilih jalan spiritualitas
- Memilih orientasi seksual
- Memilih untuk menikah dan memiliki anak
- Memilih jalan karir
- Memilih bagaimana menjalani kehidupan
- Memilih kebahagiannya
- Memilih jalan hidupnya.

Apakah di umur sekarang yang dianggap dewasa dalam sudut pandang society, kita benar-benar menjadi individu yang independent? Independent menjadi diri sendiri, memilih jalan hidup sendiri dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Atau masih hidup dalam bayang-bayang orang tua, lingkungan sekitar, dan dogma-dogma?

Dan kenyataan yang perlu diterima,
Semakin diri menjadi diri sendiri, semakin sedikit orang yang mau dan bisa menerima.
Semakin nyaman dengan dikitnya penerimaan dan validasi, semakin independent diri.

Saturday, July 25, 2020

25/7/20

Apakah yang dilakukan saat ini adalah benar-benar yang diinginkan?
Atau hanya sekedar mengisi waktu, menghindari usikan sekitar?

Apakah yang diusahakan saat ini adalah benar-benar mendekatkan pada tujuan?
Atau hanya ledakan energi ke segala penjuru tanpa arah?

Apakah yang dikejar saat ini adalah benar-benar sesuai tujuan?
Atau hanya berputar dalam kegelapan tanpa cahaya?
------------

Apakah yang dilakukan saat ini adalah benar-benar yang diinginkan?
Apakah yang diusahakan saat ini adalah benar-benar mendekatkan pada tujuan?
Apakah yang dikejar saat ini adalah benar-benar sesuai tujuan?

Aku menutup mata, berharap esok pagi menemukan jawabannya.
Dan bangun dalam keadaan yang sama, pertanyaan yang sama.
Berlalu dari waku ke waktu, jawaban itu tak kunjung datang.

Kesibukan menenggelamkan perasaan diatas logika.
Kecepatan membiaskan diri mengenal keinginan.
Keriuhan menutup hati memberikan jawabannya.

Wednesday, July 8, 2020

Parasit

"/pa·ra·sit/ n 1 benalu; pasilan; 2 organisme yang hidup dan mengisap makanan dari organisme lain yang ditempelinya" - KBII

Parasit ada dimana- mana, mungkin orang di sebelah kita, rekan sekantor, teman, bahkan pasangan sendiri. Ada orang-orang yang hidupnya senang mengambil untung dan manfaat bagi dirinya tanpa peduli dengan orang yang dirugikannya, semua berpusat pada kepuasan dan kepentingannya. 

Seseorang yang membantu orang lain untuk menaikan self esteem nya hingga membuat orang yang dibantunya merasa hutang bida dan bergantung padanya hingga ia merasa berkuasa dan bisa memaikan orang tersebut seperti boneka. Ada model begini.

Seseorang yang datang dengan menawan menawarkan kerjasama, lalu memanipulasi untuk rekannya bekerja penuh dan hasilnya di klaim sebagai hasilnya demi dapat penghargaan untuk menaikan self worth nya. Ada juga model kaya gitu.

Seseorang yang berkata bahwa dirinya hebat, mampu punya kendali hidup, menyebut dirinya guru, membolak balikan fakta untuk pembenaran dan gak berani melihat kebenaran untuk menutupi insecurity dirinya. Hingga orang-orang sekitarnya mempertanyakan kewarasan dirinya masing-masing atas realita yang terjadi. Model kaya gt ada.

Seseorang yang selalu butuh "victim"/ supply untuk memuja-muji dirinya sebagai kebutuhan untuk merasa dirinya berharga dan secure dengan membuat orang merasa terbantu padahal hanya dimanfaatkan, dimana saat sudah habis "energi" dari supply/ victim nya ya dibuang gt aja. Model gini jg ada.

Parasit. 
Bisa dalam bentuk materi/ uang, status, keberhargaan diri, sense of self, dimana semua yang ia cari didapatkannya dari sekitar dan orang lain dengan cara yang merugikan dan merusak orang lain.

Hanya orang-orang insecure dan lemah di dasar jiwa nya yang berakhir hidup sebagai parasit dengan segala teknik manipulasi nya. Karena orang secure dan kuat akan mampu berdiri sendiri, jika pun bersingungan dengan orang lain, akan memberikan keuntungan yang mutual, bahkan ia bisa memberi banyak ke sekitar tanpa mengambil apapun karena dirinya sudah utuh. 

8/7/20

Hidup akan lebih mudah saat diri merahasiakan masalah, rencana, dan keputusan.

Friday, July 3, 2020

3/7/20

Beberapa tahun kebelakang, rajin mantau instagram. Banyak influencer dan psikolog yang bahas tentang edukasi seksual. Suatu topik yang dianggap tabu. Lalu mereka jualan topik atas dasar ke-tabu-an nya. Dan yang bahas topik sex education atas dasar tabu lama2 jadi banyak, lama2 jd membosankan, lama2 udah gak bisa lagi deh jualan atas dasar tabu. Kalau diperhatiin, bukan topik sex education yg jd jualannya tapi tabu nya yg narik perhatian orang2. Pdhl kalo niat mau belajar, bisa baca2 buku, kamasutra, tantra, jurnal, artikel, nonton video edukasi di youtube, ngobrol sama orang2 yg udah sexual active, kalau ada biaya ya tinggal nanya2 ke psikolog/obgyn. Ya cuma orang banyak yang gak mau ribet/ susah2 belajar, pengennya yang instant dan gratisan. Alhasil ya jualan influencer yg sbenernya B aja topiknya bs jd heboh. Heboh bukan krn kualitasnya, justru heboh karena audience nya yg malas edukasi diri sendiri secara intense dengan baca dan nyari sendiri dengan telaten.

Beberapa tahun kebelakang, apalagi beberapa bulan kebelakang saat mulai corona, topik mental health booming bgt. Orang2 bergelar psikolog dan psikiater pada muncul, praktisi holistik healing jg muncul, dan biasanya gandeng influencer/artis. Dan perhatiin deh kedalaman kontennya, cuma gitu2 aja alias bisa research sendiri. Lagi2 ya menandakan banyak masyarakat kita yang awareness nya kurang, males baca dan research mandiri. Lagi2 perlu diajak, perlu di kasih poster dlu, perlu merasakan sendiri dulu (byk yg stress wfh dan dipecat) baru pada mulai melek ttg mental health. Nah abis itu, psikolog psikiater mulai rame deh di datengi orang2. Termasuk psikolog modal gelar doang alias baru lulus kuliah dan pengalaman masih minim, berbekal ilmu proses di kampus. Dan berakhir banyak yang malah jd stress abis ke psikolog krn byk di judge/di diagnosa/ psikolognya gak bs empati. Psikiater mulai kewalahan krn persentasi dokter spesialis kejiwaan masih kurang dgn persentasi jumlah pasien.

Pesan moral:
- Rajin-rajinlah kepo untuk belajar.
- Jangan males baca dan research.
- Kalau milih psikolog/psikiater hati2 jgn 

Wednesday, July 1, 2020

1/7/20

Dari perjalanan sejauh ini, merangkum 3 kunci utama untuk menjadi waras dan hidup sehat:
1. Dont try to change people
2. Built healthy boundaries
3. Practice self priority (self care, self compassion, self respect, self love).