Thursday, February 19, 2015

Terimakasih

Angin berdesir melewati jendela, menyapa helai-helai rambut tipis dipermukaan kulit dengan perlahan menyelami lebih dalam, memberikan rasa dingin. Hujan turun meredam obrolan bising di sebrang bawah yang menggoar sedari senja, memberikan kesunyian. Mata yang setia pada layar cahaya senada dengan hentikan jari menekan huruf. Terus dan terus hingga bulan semakin terang dan gelap semakin pekat. Tenggelam dalam peleburan ketakutan mengejar ketertinggalan. Hanya asa yang memberikan hidup, membakar realita.

Hasrat hati menengok kebelakang, sebuah busa berbalut kain berwarna hijau lime. Sang kotak kecil tipis hitam mengeluarkan bunyi, sigap meraih dan membuka. Play, alunan gitar dengan suara yang berusaha mendendangkan lagu, air mata menetes tanpa sadar. Bukan karena lagunya, bukan karena indahnya suara gitar, bukan karena pesannya. Tapi karena dia. Orang yang dikenal tanpa rencana, hanya 3 malam bersama dalam sebuah ruang dengan interaksi sekian jam tiap malamnya. Terimakasih, balasku. Kotak hitam kecil itu pun menjadi ramai dengan bunyi-bunyi yang memberikan selamat di tengah malam lewat mendekati fajr. Kurengkuh diri masuk dalam dunia tak sadar, berusaha mematikan pikiran sejenak. Panggilan Tuhan berkumandang, berat sekali membuka, panas rasanya bola mata ini perih. Terhenyak dengan kilatan text yang tertangkap sekelibet, penasaran, suara tak asing berceloteh dalam satu menit dua puluh detik berhasil mengelak tawa, membayangkan ekspresi sang pengirim. Kuulangi sekali lagi sebelum akhirnya kutinggalkan membasuh diri dengan dinginnya air. Celotehan yang lagi-lagi berhasil menghasilkan air yang keluar dari ujung mata. Sampai ketemu di bulan Mei. Terimakasih.

Matahari malu memunculkan diri namun tetap memberikan cahayanya, membuat si oren terlihat dengan jelas. Kusapa dia sambil membuka pagar, menjalani aktivitas, melunasi hutang-hutang waktu. Sepi sekali jalanan hari itu, dalam tiga jam selesai sudah urusanku ke empat tempat. Kebutuhan biologis menderu-deru, kumasuki sebuah tempat yang barusan menggirim pesan ada menu gratis. Makan sendirian, tepat setahun yang lalu di tempat yang sama. sang kotak hitam tipis itu minta diperhatikan untuk diangkat, Hallo, mulutku berkata, seruan untuk bertemu disebuah tempat, tiba-tiba. Kumasuki lewat pintu kedalam ruangan yang membawa diri berimajinasi berada di puluhan tahun yang lalu, kursi tua, bau yang khas, melewati muka-muka bijak yang kerutnya menandakan telah mengalami dinamika hidup, mencari seseorang tercinta. Duduk sendiri melihat menu dengan serius, kusapa dengan hangat, sebuah tiramissu kesukaan hadir di depan mata. Dia, yang menempuh 4 jam untuk pertemuan yang tak lebih dari 18 menit, kemudian kembali pulang. Terimakasih. 

Kotak-kotak berlapis kertas berwarna-warni tergeletak di hamparan kilap lantai, kotak-kotak yang datang tanpa pengirimnya, menyambung rasa sayang.

Pulang untuk akhirnya pergi kembali. Seseorang mengirimkan pesan, menanyakn pulang jam berapa, ada yang nyariin, begitu katanya. Kuselesaikan urusan dengan segera, menembus malam sunyi ditemani rintik hujan dan deru halus si oren. Seseorang masuk ke kamar, bercerita dengan wajah sumringah yang entahlah seperti ada yang disembunyikan. Kotak besar berisi makanan dengan cahaya yang muncul dari api diatas benda meleleh masuk kedalam kamar diiring dua orang yang sudah sudah kuanggap dekat meski baru kenal 4 bulan. Berusaha menghabiskan namun berakhir setengah dalam toples-toples di kulkas. 

Kotak hitam tipis itu kembali berkedip, menyampaikan pesan - pesan yang diterima pemancar. Ada satu pesan yang cukup menghantam. Kamu tahu, tanyaku pada diriku sendiri. Sekarang saatnya membersihkan semua hal tak perlu, semua hal tak guna, semua hal menyakitkan, semua hal yang tak menginginkan. Kamu tahu, ada banyak asing yang mendekat, ada banyak lama yang menjaga, ada banyak cinta yang diberi. Cukup buka ruang untuk menerima baik buruknya. Karena pada akhirnya akan terlihat siapa yang akan tetap tinggal. Waktu membantu.


Kosan, 19/02/2015, 02:34 am.

No comments:

Post a Comment