Wednesday, June 5, 2019

Attachment

Keterikatan.

Pernah gak punya suatu barang, pas ilang ngerasa kehilangan dan kesel banget?
Pernah gak saat ada saudara/ orang tua meninggal, ngerasa kehilangan dan sedih?
Pernah gak sedih saat gak bisa mudik dan ketemu keluarga?
Pernah gak sedih saat kehilangan uang banyak?
Pernah gak merasa keluarga harus baik dan nolong?
Pernah gak merasa pacar/ pasangan harus bisa menyenangkan diri?
Pernah gak dateng ke suatu tempat mendadak syahdu?
Pernah gak merasa cemburu?

Kalau pernah atau sering, berarti diri punya attachment sama hal-hal tersebut (harta, orang, tempat, kejadian, barang). Ada keterikatan atau punya ego kepemilikan terhadap hal-hal tersebut. Jadi saat kehilangan, ada perasaan sedih, marah, kesal.

Kalau dipikir-pikir, manusia punya apa sih?
Harta dan barang hanya titipan, orang tua/anak pun bukan milik pribadi, tempat hanya tempat, kejadian hanya kejadian. 

Kadang manusia merepotkan dirinya sendiri oleh attachment yang dibuatnya sendiri. 
Misal, baru bisa ketem keluarga di hari kedua lebaran, terus sepanjang perjalanan macet 10 jam nangis karena merasa jauh dari keluarga dan gak bisa dateng di hari pertama. Padahal hari kedua pun bisa ketemu, bahkan kalau niat silahturahmi, bisa dilakukan kapan saja saat luang tidak harus saat lebaran. Dan apa gunanya juga nangis meratapi dikala tidak merubah keadaan apapun, malah bikin makin ribet.

Contoh lainnya, saat ada kerabat/ keluarga/ anak/ oarng tua meninggal, kenapa perlu nangis? kenapa perlu merasa kehilangan? mereka hanya manusia yag Tuhan ciptakan dan takdirkan bertemu yang pasti akan ada batas waktunya berpisah. Mereka bukan milik diri, hanya titipan, hanya takdir. Lalu kenapa perlu menangis? karena ada bonding? karena telah banyak kenangan yang dijalani bersama? atau hanya karena ada attachment yang kuat?

Attachment bisa menguntungkan, membuat manusia merasa bertanggung jawab, ada sense of belonging, mengembangkan hasrat me-nurtuner sesuatu/ orang/ momen. Disisi lain, banyak merepotkan dan menyusahkan diri sendiri dengan segala pemikiran-pemikiran yang berkembang dari akar attachment. Seperti lebaran harus mudik, kalau gak mudik jadi sedih. Semacam orang tua/anak harus menolong, kalau gak ditolong langsung merasa gak berharga. Semacam harta adalah miliknya yang membuat diri secure, saat mendadak ilang banyak, langsung merasa miskin. Lupa kalau semua hal hanyalah titipan dan sesuatu yang tak kekal.

Semakin tinggi attachment diri terhadap orang/harta/mmen/tempat, semakin berkembang juga belief dan dogma, semakin tinggi juga keribetan dibuat diri sendiri, semakin tinggi tingkat stress dan kekecewaan yang dihasilkan saat seseorang/sesuatu itu hilang.

Shalat atau meditasi, (menurut analisa gw) membantu manusia melepas attachment-attachment itu, sehingga diri lebih bisa menerima, belajar ikhlas, legowo, dan hidup dengan perasaan ringan nan jiwa bebas. 

Berapa banyak attachment yang kamu tanamkan?

Berapa banyak attachment yang telah kamu lepas?


No comments:

Post a Comment